Sabtu, 12 Februari 2011

«» Destiny «»


Author : Me aka Reni Yunhae Uknow
Genre Angst / Genderswitch
Cast : Ryeewook ( Yeoja )
           Yesung ( Namja )


Rintik hujan membasahi seluruh kota Seoul. Di beranda, sebuah rumah besar, berdiri seorang yeoja, yang sedang mengulurkan tangannya, merasakan setiap tetes air hujan yang jatuh kepermukaan bumi. Wookie namanya, paras manis, dengan rambut coklat sebahu, dan bertubuh mungil. Putri dari seorang pengusaha sukses di korea, dia juga memiliki seorang Oppa, Kangin namanya. Selama ini dia hidup dengan semua kemewahan, dan kasih sayang yang berlimpah, tidak ada lagi yang dia inginkan, karena dia merasa, saat ini hidupnya telah sempurna.

Wookie, apa yang kau lakukan? di luar sangat dingin, cepat masuk ke dalam!” teriak Kangin.
Wookie menoleh, dengan cepat dia berlari menghampiri Kangin, kemudian memeluknya erat-erat.
Hya... apa yang kau lakukan?”
Tidak ada jawaban dari wookie, hanya terlihat senyuman di sudut bibirnya.
Dasar... tetap saja manja.”
Aku tidak manja,” Wookie mendongak menatap Kangin. “Hanya merasa kangen, ingat Oppa sudah empat hari tidak pulang.”
Hanya empat hari, tidak sampai empat tahun kan?” goda Kangin.
Oppa...” Wookie mengerucutkan bibir, kemudian memukul bahu Kangin pelan.
-----------------------------------------------

* Ryeewook POV *

Perlahan kubuka kedua mataku, tapi kepalaku terasa sangat berat, aku sedikit mengeliat sambil memegang kepalaku, rasanya semakin sakit. Jadi, kuputuskan kembali memejamkan mata. Kurasa ini akan sedikit mengurangi rasa sakit itu.

Hei, pemalas ayo cepat bangun!” kudengar suara Oppa, tapi aku masih menutup mata. “Hya... kau mau terlambat ke kampus? Ini sudah jam berapa nona?”
Perlahan ku buka kedua mataku. ah... sudah jauh lebih baik, sakitnya sudah banyak berkurang.
Ayo cepat.... kalau masih tidak bangun, mulai hari ini aku tidak mau mengantarmu lagi.” ujar Oppa, sambil menarik selimutku. Akhirnya aku pun bangun dari tempat tidur dan beranjak ke kamar mandi.

Aku turun ke bawah dengan membawa setumpuk buku-buku cetak. Ku lihat Amma, Appa, dan Oppa sudah ada di meja makan.
Selamat pagi semua...” ujarku dengan riang.
Akhirnya, ayo cepat sarapan, aku harus segera berangkat ke kantor, hari ini ada meeting.”
Aish... iya-iya...” aku megerucutkan bibir.
Amma dan Appa hanya tersenyum melihat pertengkaran kami, keributan kecil seperti ini memang selalu terjadi, tapi itu semakin menunjukkan bahwa kami saling menyayangi.

Saat aku mulai makan, tiba-tiba perutku terasa tidak enak, aku mulai mual, dan langsung berlari ke kamar mandi. Ku keluarkan semua makanan yang tadi sempat kutelan. Amma yang tadi langsung menyusulku, berusaha memijit pundakku. Aku mulai berkumur, dan membersihkan mulutku.
Kau kenapa sayang? Tidak enak badan? Apa kita ke rumah sakit sekarang?” ujar Amma dengan nada cemas.
Amma, aku tidak papa, mungkin hanya masuk angin.”
Apa sebaiknya kau tidak masuk kuliah hari ini?”
Amma... aku baik-baik saja, setelah minum obat juga baikan.”
Tapi tetap harus istirahat.”
Setelah pulang dari kampus.”
Dasar, kau selalu saja keras kepala.”
Aku sayang Amma,” aku merangkul tubuh Amma, “Sangat sayang.”
----------------------------------------

Citttt....
Hari ini kau harus segera pulang, ingat kau harus istirahat.”
Iya..iya.. cerewet.”
Apa kau bilang? Coba ulangi lagi!”
Aku langsung menggeleng sambil tersenyum melihat wajah Oppaku.
Pasti gara-gara semalam.”
Mungkin.”
Kau sih, sudah besar masih saja main air.”
Oke, aku harus segera masuk kelas.” aku mencium pipi kiri Kangin Oppa, kemudian segera turun dari mobil. “Bye... Oppa.”

Fhyuuu... akhirnya, bisa menghindar dengan selamat dari ceramah agama.”
Aku berjalan menaiki tangga, dan tiba-tiba keseimbanganku goyah.
Huaaaaa.....” aku langsung menutup mata, dan bisa membayangkan bagaimana nasibku setelah ini.
Eh... tidak sakit?” Aku mulai membuka mataku.
Di hadapanku, kini berdiri seorang namja, dengan kedua tangan yang mendekapku tubuhku. Mata kami bertemu, kulihat sebuah pancaran indah di balik matanya, entah mengapa aku merasa sangat damai, saat melihat bola mata itu. Padahal aku sama sekali tidak mengenalnya.

Kau tidak papa?”
Aku berusaha melepaskan diri dari dekapannya. “ya aku tidak papa, terima kasih telah menolongku, kalau tidak... pasti sekarang aku sudah masuk UGD.”
Aku hanya kebetulan berada di dekatmu.”
Tapi kau tetap penolongku. Sekali lagi ku ucapkan terima kasih.”
Kulihat dia tersenyum, kemudian berjalan turun. Dia memebantuku memunggut semua buku yang berserakan sampai kebawah.
Ini...” Dia menyerahkan beberapa buku.
Terima kasih.” aku memandang wajahnya. Dia tidak terlalu tampan, tapi ada sesuatu yang menarik, entah apa itu, dan aku suka melihat wajahnya.
Wookie...” aku memeperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan.
Dia langsung menyambutnya, “Yesung...” ucapnya sambil tersenyum.
------------------------------------------

Sudah dua bulan aku berteman dengan Yesung Oppa. Dia setahun lebih tua dariku, dan kami memang berbeda jurusan, tapi kami sering bertemu. Kurasa aku mulai benar-benar menyukainya. Untuk pertama kalinya, dalam hidupku, aku menyukai seorang namja lebih dari seorang teman. Aku selalu merasa berdebar-debar saat berada di dekatnya. Aku ingin mengungkapkan perasaanku padanya, tapi, aku takut hubungan kami akan menjadi canggung. Jadi, kuputuskan untuk menunda niatku itu.

Wookie...” Yesung Oppa menepuk pundakku, aku pun langsung menoleh.
Kau kenapa? Wajahmu sangat pucat.” dia terlihat cemas.
Aku tidak papa, hanya sedikit pusing. Mungkin karena banyak tugas yang menumpuk.”
Ayo ikut aku!” dia menarik lenganku.
Oppa, kita mau kemana?”
Sudah ikut saja.”
-----------------------------------------

Oppa, kenapa kita datang kemari?” tanyaku begitu kami berada di sebuah pantai.
Sepertinya kau butuh refresing.” ucapnya sambil tersenyum menatapku.
Oppa... terima kasih.” aku mulai berlari menuju bibir pantai. Kakiku merasakan gelombang ombak kecil yang mencapai bibir pantai. Aku senang melihat laut, aku juga senang merasakan angin yang berhembus sangat kencang.

Wookie...” Yesung Oppa menarik tanganku, “Ada yang ingin kubicarakan.”
Apa itu?”
Dia menatap wajahku lekat-lekat.
Aku menyukaimu, aku ingin kau menjadi kekasihku.” aku membelalakkan mata saat mendengar kata-katanya. Tanpa sadar aku meneteskan air mata.
Kau kenapa? Apa kata-kataku membebanimu? Apa kau marah padaku? Wookie, kumohon jangan menangis.” dia mulai mengusap pipiku dengan lembut.
Oppa... aku... merasa bahagia, karena ternyata perasaan kita sama.”
Jadi...”
Aku menganggukkan kepala. “Aku juga menyukaimu.”
Yesung Oppa langsung menarikku dalam pelukannya. “Terima kasih...”
---------------------------------------------

Wookie...”
Oppa, kau mengagetkanku.” ujarku sambil memukul lengannya pelan.
Maaf, aku senang melihat wajahmu yang terkejut itu.”
aku memutar bola mata, “Oppa...”
Hahaha... oya, hari ini aku tidak bisa mengantarmu pulang, mendadak ada kuliah tambahan, kau tidak papa pulang sendiri?”
Aku mengangguk, “Iya, tidak papa.”
Aku harus pergi sekarang.”
Bye... Oppa...”
Ehm... Wookie... ada sesuatu yang terlupa.”
Eh... apa itu?”
Oppa melihat sekeliling, ke segala penjuru arah. Aku pun ikut melihat arah pandangnya, tiba-tiba, Oppa mengecup pipi kiriku.
Bye, Wookie...” ujarnya sambil beranjak pergi.
Aku memegang pipi kiriku, aku bisa merasakan, wajahku kini terasa sangat panas. Pasti saat ini sudah terlihat seperti kepiting rebus.

Lagi-lagi kepalaku terasa sangat pusing, seolah ada palu besar yang sedang berusaha menacapkan paku besar di kepalaku. Entahlah, apa mungkin karena sakit kepalaku ini, pandanganku saat ini jadi sedikit kabur.
Aku duduk di sebuah bangku, di taman kampus. Ku pegang kepalaku dengan kedua tanganku, dan mulai memejamkan mata. Sesaat kemudian aku merasa ada ingus yang keluar dari hidungku, aku pun menyekanya dengan sapu tangan.

Betapa terkejutnya aku, teryata itu bukan ingus, itu darah segar. Aku berdiri hendak ke kamar mandi, tapi tubuhku terasa oleng, pandangan mataku perlahan mulai gelap. Saat itu juga aku langsung kembali duduk, bersandar, dan menengadah, berusaha menghentikan darah yang keluar semakin banyak.
Sepertinya hari ini aku memang harus pergi kerumah sakit.

Aku menjalani serangkaian tes. Dan kini aku duduk di ruangan dokter, untuk mengetahui keadaanku yang sebenarnya.
Maaf, saya harus mengatakan ini, ada berita buruk, setelah menjalani serangkaian tes, bisa dipastikan bahwa anda menderita kanker otak.”
Aku hanya bisa membelalakan mata, tidak bisa berkata-kata karena shock.
Sebaiknya anda dirawat di rumah sakit, kami akan memberikan beberapa terapi pada anda.”
Aku tetap terdiam, berusaha mencerna setiap kata-kata dari dokter.
Boleh saya pulang sekarang?” suaraku sedikit bergetar.
Baiklah, untuk saat ini saya akan memberikan beberapa resep, tapi saya masih menyarankan, sebaiknya anda melakukan terapi.”
Aku hanya mengangguk.

Aku berjalan di taman sekitar rumah sakit. Tanpa sengaja ku lihat seorang anak kecil terjatuh, aku langsung menghampirinya.
Adik, kau tidak papa?” dia hanya menggelengkan kepala, dan tersenyum manis, meskipun wajahnya terlihat sangat pucat.
Dia berjalan menuju sebuah kamar, tanpa sadar aku terus mengikutinya dan melihatnya dari luar kamar. Saat ada seorang perawat yang lewat, aku pun bertanya tentang anak itu.

Oh... dia, anak yang malang. Dia sudah lima bulan berada di rumah sakit, menjalani serangkaian terapi.”
Dia sakit apa?”
Kanker otak. Kau bisa lihat rambutnya perlahan mulai rontok, setiap gerakannya mulai terbatas, keseimbangan tubuhnya pun mengalami gangguan. Benar-benar anak yang sangat malang, di usianya yang masih kecil dia harus menanggung penyakit yang begitu besar.”

Tanpa sadar aku mulai meneteskan air mata. Begitulah nasibku kelak, berada di rumah sakit, menjalani segala macam terapi, dan menyia-nyiakan waktu yang tersisa dalam hidupku.
Tapi aku tidak ingin seperti itu, aku tidak mau terus berada di rumah sakit, dan melepaskan setiap kesempatan dalam hidupku. Aku ingin selalu berada disisi orang-orang yang paling kusanyangi, dan memberi semua kenangan yang indah, sampai saat-saat terakhirku.
Perlahan hujan turun, dan semakin deras. Seolah langit juga ikut menangis bersamaku.
---------------------------------------

Semakin lama, tubuhku semakin berada di luar kontrolku. Semua obat-obatan perlahan tidak lagi berpengaruh. Sakit di kepalaku lebih sering kambuh, rambutku juga mulai rontok, aku tahu keadaanku semakin memburuk. Dokter masih terus memaksaku untuk menjalani perawatan di rumah sakit. Tapi aku pun tetap teguh pada pendirianku.

Wookie, kau kenapa sayang? Akhir-akhir ini kau lebih sering mengurung diri di kamar, dan sekarang wajahmu terlihat sangat pucat.” Amma bertanya lembut padaku, saat membangunkanku, yang terlambat untuk berangkat kuliah.
Amma, aku tidak papa, hanya terlalu lelah, karena tugas kuliah semakin hari semakin menumpuk.”
Sebaiknya hari ini kau istirahat saja, untuk kali ini kau jangan membantah.”
Iya... Amma...” amma mencium pipiku dengan lembut.

Saat Amma keluar dari kamar, seketika pertahananku runtuh. Air mata mulai mengalir deras.
Maaf...” aku membungkam mulutku dengan tangan.
Sampai kapan aku bisa berada disisi mereka semua? berapa banyak waktu yang tersisa, untuk membagi semua kebahagian dengan mereka?
Kepalaku kembali terasa berat. Aku mencoba mengambil gelas air putih yang ada di meja, tapi, tanganku terasa lemas, gelas itupun terlepas dari pegangganku. Perlahan pandanganku mulai gelap, dan benar-benar gelap.
-------------------------------------------

Sayup-sayup ku dengar suara tangisan seseorang, aku mengenal suara itu. Amma, kenapa kau menangis? Perlahan aku mulai membuka mataku. Kulihat semua orang yang kusayangi sedang berkumpul di sekitar ranjangku, dengan sorot mata sedih. Ada apa ini? Sesaat kemudian aku telah mendapatkan jawaban, karena aku melihat sosok dokter yang selama ini selalu menyarankan terapi padaku. Pasti saat ini semua sudah mengetahui penyakitku.

Amma...”
Wookie... kau... maafkan Amma, karena tidak bisa menjagamu dengan baik.” ujarnya di sela-sela isak tangis.
Mendengar itu air mataku langsung mengalir. Aku memandang setiap wajah dari orang-orang yang kusayangi, aku benci melihatnya, karena tidak ada senyuman disana, yang ada hanyalah wajah sedih dan putus asa. Hatiku benar-benar perih melihatnya, tanpa sadar aku pun langsung memalingkan wajahku.
---------------------------------------------------

Sudah seminggu sejak semua tahu tentang penyakitku. Aku mulai menyadari satu hal, waktuku tidak akan lama lagi.
Yesung Oppa...”
Ya... apa ada yang kau inginkan?” ujarnya lembut.
Aku ingin pergi ke pantai.”
Sesaat, Yesung Oppa dan Kangin Oppa saling berpandangan.
Tapi... Kondisimu...” Kangin Oppa mengantungkan kalimatnya.
Oppa... please... aku ingin sekali melihat laut.”
Amma yang mendengar permintaanku, berdiri menghampiri Yesung Oppa.
Pergilah...” Amma menepuk bahu Yesung Oppa, dan berjalan keluar dari kamar.
Aku tahu, aku telah menorehkan luka yang begitu dalam pada semua keluargaku, aku juga tahu, aku sangat egois, tapi semakin memberi mereka harapan, maka akan semakin besar luka yang mereka rasakan kelak.
-------------------------------------------

Kami berdua sudah ada di pantai. Tempat yang sama saat Oppa, mengutarakan perasaannya padaku dulu, tempat yang selalu memeberi kenangan indah.
Kami duduk di atas pasir yang terasa lembut, merasakan hembusan angin yang bercampur aroma khas dari laut, dan melihat ombak yang saling berkejaran.
Aku bersandar di bahu Yesung Oppa, dia mendekap tubuhku dengan erat.
Oppa... gomawo...” bisikku lirih.
--------------------------------------------

* Yesung POV *

Aku mendekap tubuhnya, tidak peduli dengan apa yang akan terjadi nanti. Aku hanya ingin selalu di sampingnya sampai detik terakhir.
Oppa... mianhe... aku tidak akan pernah bisa mendampingimu, waktuku tidak akan lama lagi.”
Saat ini kau ada disampingku, dalam dekapanku, itu sudah cukup.”
Oppa... apa kau... menyesal telah mengenalku?”
Kau bicara apa? Aku bahagia kau ada dalam lembaran kehidupanku, kau akan selalu menjadi warna tersendiri dalam hidupku.”
Oppa... aku... tidak ingin meninggalkanmu...”
Kalau begitu, jangan pernah tinggalkan aku.” aku menatap wajahnya, kulihat air mata telah mengalir dari sudut matanya, perlahan ku kecup keningnya. “Jangan pernah...” kata-kataku tercekat di tenggorokan.

Mataku mulai terasa panas, kudekap lebih erat tubuhnya. Dia begitu rapuh, begitu lemah, aku sadar sepenuhnya, waktuku bersamanya tidak akan lama lagi. Tapi, aku masih belum bisa menerima kenyataan ini.
Oppa, boleh aku tidur?”
Kau harus tetap terjaga!”
Tapi Oppa, aku sangat lelah...”
Mendengar kata-katanya hatiku terasa sangat perih.
Tidurlah, kau pasti sangat lelah hari ini.” aku benar-benar pasrah.
Oppa, gomawo...”
Dia mulai memejamkan matanya.

Satu jam, aku telah membiarkannya tertidur dalam pelukanku.
Wookie, bangunlah, kita harus pulang sekarang.” aku berusaha membangunkannya. “Sebaiknya kau istirahat di rumah, itu jauh lebih baik.” tidak ada reaksi darinya.
Aku mulai menggoyang-goyangkan tubuhnya. Tetap tidak ada reaksi. Aku mulai menyadari sesuatu, saat itu juga air mataku mengalir. Saat ini tubuh yang tengah kudekap, sudah tidak lagi bernyawa. Kulitnya masih terasa hangat, wajahnya terlihat begitu damai. “Wookie... selamat jalan...” bisikku lirih tepat di telinganya.
-----------------------------------------

Aku menatap batu nisan yang ada di depanku. Disana telah berbaring seorang yeoja yang sangat kucintai. Sekarang aku tidak bisa lagi mendekapnya, melihat senyumannya, juga mendengar suaranya. Tapi, dia akan selalu ada dalam hatiku. Semua kenangannya akan selalu mengisi setiap relung dihatiku yang mulai kosong, karena telah dia tinggalkan.
Wookie... beristirahatlah dengan tenang.”

Tidak ada yang tahu apa kendak Tuhan. Karena itu jalanilah hari ini dengan sebaik mungkin, jangan pernah sia-siakan kesempatan yang ada dalam hidup kita. Karena kita tidak akan pernah tahu, apakah hari esok kita masih memiliki kesempatan, untuk bisa merasakan hangatnya sinar mentari, dan melihat betapa indahnya dunia.

**** The End ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar