Selasa, 11 Oktober 2011

«» Beautiful Life ® Chapter 4 «»

Author : Me aka Reni Yunhae Uknow
Main Cast : Lee Ji Hee
                     Jung YunHo as Jung YunHo
                     Lee DongHae as Jung DongHae
Support Cast : Shin Hyun Gi
                           Kang So Hwi
                           LeeTeuk
                           Cho KyuHyun
Genre : Drama-Romance / Straight
Rated : PG-13
Length : Chapter 4 / Of ?
Disclaimer : Plot, ide cerita cmn milik author, kagak ada yang boleh protes! *langsung di tendang ke surga(?) *
Cerita ini hanya karangan fiktif belaka, jika ada kesamaan, Nama(?) *maaf, ini mah sengaja, aku emg pke namkor temen2ku :P* Karakter(?) *mungkin aja kan?* Tempat(?) *ya... siapa tahu?* Peristiwa(?) *ehm... kayaknya kemungkinan kecil dah wkakaka...*
Hey! Siapa suruh kebetulan mirip ma imajinasiku? Nah... lho? *Langsung digorok massa *
Well, happy reading aja dah (^^v)
====================


Ji-Hee ya... Umurnya masih 37 tahun, tidak terlalu tua bukan?” Ji-Hee hanya bisa tersenyum manis. “Namanya Jung Yunho, dialah tunanganmu, Ji-Hee-ya...”
Senyuman di bibir Ji-Hee langsung memudar, dengan cepat dia membelalakkan matanya lebar. “M...mwo?”
Ji-Hee mulai mengatur napasnya, “Maaf... tapi... halmoni sepertinya... pendengaranku sedikit... ada masalah, tidak mungkin...”
Kau tenang saja Ji-Hee-ya... kau tidak salah dengar, Yunho adalah tunanganmu.” pandangan Jung halmoni beralih pada orang tua Ji-Hee, “Tuan Lee, nyonya Lee, kalian tenang saja, Ji-Hee berada di tangan yang baik.” Jung halmoni terkekeh pelan. Dan disambut dengan senyuman dari kedua orang tua Ji-Hee.
Sejurus kemudian, Ji-Hee terkesiap, saat Jung halmoni, mengeluarkan sepasang cincin sederhana, yang terbuat dari emas murni, dan dilapisi dengan emas putih, tanpa hiasan apapun, namun... membuat cincin itu terlihat lebih elegan.


Tangan Jung halmoni meraih punggung tangan Ji-Hee, mengusapnya dengan lembut. Saat itu juga, tubuh Ji-Hee seolah membeku, bibirnya terasa kelu, perlahan dia mengalihkan pandangan pada Kyuhyun, mencoba mencari pertolongan. Sebisa mungkin, dia berusaha menghindari wajah Yunho, dan Donghae.
Tak bisa dipungkiri, raut wajah Kyuhyun terlihat... tegang, ada sebuah kecemasan dalam tatapannya, bahkan Ji-Hee berani menjamin, saat ini Kyuhyun sedang mencengkeram lengan Donghae dengan kuat, di balik meja besar itu.

Brakkk...
Donghae menggebrak meja, membuat seluruh pasang mata menatapnya dengan pandangan penuh tanda tanya.
Apa-apaan semua ini? Jika kalian semua ingin bercanda, kukatakan dengan tegas ini tidak lucu.”
Donghae, jaga bicaramu!” serga Yunho dengan suara tegas. “Ada tamu di depan kita.” desisinya di telinga Donghae.
Donghae hanya mampu membelalakkan matanya lebar. “Appa? Kau mau menerima perjodohan konyol ini?” Donghae masih tidak bisa mengontrol luapan emosinya, dengan cepat, dia berdiri dari kursinya.
Donghae, halmoni tidak pernah mengajarimu bersikap kurang ajar seperti ini.” Suara Jung halmoni yang sepanjang pendengaran semua orang sangat lembut, tiba-tiba berubah menjadi tegas, penuh dengan tekanan, mengingatkan pada Ji-Hee pada suara berat Donghae, yang terkesan mengintimidasi. “Duduk!” Jung halmoni menatap lekat wajag Donghae. “Halmoni bilang duduk!”
Donghae masih menunjukkan wajah kerasnya, namun... perlahan dia menghempaskan tubuhnya di kursi.
Hyung, kita belum mendengar jawaban Ji-Hee...” bisik Kyuhyun, mencoba untuk menenangkan Donghae.
Untuk sesaat, Donghae, mengalihkan pandangan pada Ji-Hee, yeoja yang telah membuatnya... merasa jatuh cinta. Melihat Ji-Hee yang menundukkan kepala, Donghae mulai memejamkan matanya, mencoba menenangkan pikirannya.

Ehemmm...” suara deheman Jung halmoni memecahkan suasan tegang. “Ji-Hee-ya... mungkin menurutmu ini tidak masuk akal, tapi... kuharap kau bersedia untuk mendapingi putraku, menjadi bagian dari keluarga ini.”
Apa... aku punya hak untuk menolak semua rencana ini?” Ji-Hee membuka suara, dan tentu saja dia berusaha bersikap tenang.
Ji-Hee sedikit mengerutka dahi, saat melihat senyuman, tidak lebih tepatnya serigaian di sudut bibir Jung halmoni. “Tentu saja tidak sayang...” Ji-Hee hanya bisa menelan ludahnya, saat mendengar kata-kata itu. “Aku sudah mendengar masalah yang sedang kau hadapi. Sayangnya... tidak ada pilihan lain untukmu.”
Kenapa harus aku?”
Jung halmoni hanya tersenyum, tanpa ada niat sedikitpun untuk menjawab pertanyaan dari Ji-Hee.
Umma, harus berapa kali kubilang? Ini... tidak benar.” Yunho mulai mengeluarkan pendapatnya.
Kau mau menentangku?” serga Jung halmoni.
Bukan begitu, tapi...”
Tapi aku tidak setuju dia menjadi ummaku.” potong Donghae. “Bahkan dia lebih pantas untuk menjadi istriku.” sambungnya dengan intonasi tinggi.
Kalian berdua... aish! Yunho, kita sudah membicarakan ini. Umma tidak mau mendengar argumenmu lagi. Dan kau Donghae, mulailah menerima Ji-Hee untuk menjadi ummamu, karena... sebulan sebelum usianya mencapai 18 tahun, dia akan resmi menjadi ummamu, secara sah!”

Halmoni...”
Umma...”
Pekik Donghae, dan Yunho secara bersamaan.
Aish! Kalian ayah dan anak, sama-sama saja, keras kepala. Camkan ini baik-baik, jika kalian masih mengajukan protes, aku tidak segan-segan mempercepat acara pernikahan itu.”
Halmoni... kau bahkan tidak mempedulikan perasaan Ji-Hee?” ucap Kyuhyun dengan nada lembut, ditengah-tengah suasana yang semakin memanas.
Kyuhyun-ah... kau juga mau menentang halmoni?”
Bukan begitu, tapi... alangkah lebih baik jika kita juga mendengarkan pendapat Ji-Hee, dia berhak memutuskan, karena ini meyangkut masa depannya.” Kyuhyun mencoba mencari cela, untuk mengagalkan pertunangan itu, dengan cara yang lebih halus tentunya.
Dengan cepat, semua pasang mata, mengarahkan pandangan pada Ji-Hee, ada sebuah harapan di tiap sorotan mata itu. Sejujurnya, Ji-Hee merasakan sebuah tekanan di hatinya, saat menghadapi tatapan mata mereka.
Aku...” suara Ji-Hee bergetar, dia mencoba mencari dukungan, dan pilihanya jatuh pada sepasang mata Kyuhyun, yang menurutnya orang dengan pikiran paling rasional diantara semuanya, yang ada di meja itu.
Ji-Hee menghela napas pelan, saat melihat Kyuhyun mengangukkan kepalanya pelan. “Maaf... tapi... aku menolak recana ini.”

Kyuhyun, tersenyum lega.
Donghae, menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan senyumannya.
Yunho, masih tetap memasang wajah datarnya.
Kedua orang tua Ji-Hee, mengangguk pasrah, bagaimanapun juga... mereka menginginkan yang terbaik bagi Ji-Hee, putri semata wayang mereka.
Jung halmoni, hanya bisa diam, perlahan dia beranjak dari kursinya, tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Semua orang saling pandang, tanpa membuka suara, mereka sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing.

Brukkk...
Nyonya besar...” pekik salah seorang pengurus rumah.
Semua orang terkesiap, Yunho, Donghae, dan Kyuhyun segera berlari menuju sumber suara.
Tuan Lee, dan nyonya Lee saling pandang.
Ji-Hee, secara refleks tubuhnya bergerak, mencoba mencari tahu, apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Tiba-tiba langkah Ji-Hee terhenti, matanya membelalak, dia hanya bisa membekap mulutnya dengan kedua tanganya sendiri.
Cepat siapkan kamar! Panggil Dokter Kim!” teriak Yunho panik, sambil membopong tubuh wanita paruh baya itu.
Ji-Hee... kenapa kau ada di sini?” Donghae menghampiri Ji-Hee, yang sedang mematung di ambang pintu ruang tengah. “Semua akan baik-baik saja,” Ji-Hee menatap wajah Donghae, dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Tenanglah, ini bukan salahmu.” Donghae mendekap tubuh Ji-Hee, hingga mampu meraskan tubuh yeoja itu yang bergetar hebat. “Tenangkan dirimu.” bisik Dongahe lembut, sambil mengusap punggung Ji-Hee.
--------------

Keluarga Jung, dan Lee berkumpul di ruang tengah. Mereka, sudah bisa dipastikan, sedang menunjukkan raut wajah harap-harap cemas, menunggu Dokter Kimn -Dokter pribadi keluarga Jung, sekaligus teman baik Yunho- keluar dari sebuah kamar, yang digunakan sebagai tempat istirahat Jung halmoni, sekaligus tempat untuk memeriksa kesehatan wanita itu.
Ckelekkk...
Yunho, orang pertama yang berdiri, saat mendengar pintu kamar mulai terbuka.
Bagaimana kondisinya?” tanya Yunho sambil menghampiri dokter Kim.
Tenanglah,” dokter Kim menepuk pundak Yunho. “Kita bicara sambil duduk?”
Yunho mendesah pelan. “Junsu... sepertinya... aku butuh sedikit obat penenang.” Yunho memijit-mijit pelipisnya.
Sepertinya, sebentar lagi... kau tidak butuh obat penenang.” Junsu mengarahkan dagunya pada Ji-Hee.
Kau jangan mulai pertengkaran denganku.” sungut Yunho, dan membuat Junsu terkekeh pelan.
Yunho menggiring Junsu, menuju ke ruang kerjanya, namun langsung di tahan oleh Junsu.
Sepertinya mereka berhak untuk mengetahui kondisi ummamu.”
Yunho menatap wajah Junsu sejenak, kemudian mengangguk pelan.

Junsu mengamati setiap wajah yang ada di hadapannya. “Well, apa ada yang terlewat olehku?” tanya Junsu, saat menatap wajah Kyuhyun.
Kyuhyun mengangkat bahunya pelan. “Hanya sedikit selisih paham, hingga membuat semua orang... bersitegang.” Kyuhyun mengedipkan sebelah matanya pada Ji-Hee.
Junsu menganggukkan kepalanya pelan. “Well, kuharap... kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Mengingat kondisi halmoni kalian yang... jujur saja, kesehatannya semakin menurun.”
Benarkah?” Kyuhyun terkesiap mendengar perkataan Hankyung. “Adjushi tidak berbohong bukan? Tadi saja kekuatan vocal halmoni, bisa dibilang sangat bagus.”
Hey! Yang kalian bicarakan ini nyonya besar Jung. Kalian sendiri tahu bagaimana sikapnya, jika berhubungan dengan kondisi tubuhnya sendiri.” ucapan Junsu, dengan telak mematahkan argumen Kyuhyun.

Sebenarnya, bagaimana kondisinya?” tanya Yunho.
Tekanan darah yang terlalu tinggi, kemungkinan besar, itulah yang menyebabkan beliau pingsan. Jangan meremehkan penyakit ini, mengingat fisiknya yang tidak muda lagi, dan perlu kalian ketahui, jika tekanan darahnya masih belum stabil, ini bisa mempengaruhi kinerja jantungnya. Dengan kata lain saat tekanan darahnya semakin naik, tidak terkontrol, aku tidak bisa menjamin, jantungnya masih mampu berkoordinasi dengan tubuhnya.”
Maksudnya?” tanya Ji-Hee, dengan nada cemas.
Kau tahu dengan pasti apa maksudku.” Junsu tersenyum lembut.
Halmoni masih bisa sembuh bukan? Bagaimana cara mengobatinya? Apa yang harus kami lakukan?” tanya Donghae secara bertubi-tubi.
Kalian tenanglah dulu.” Junsu mengambil sebuah notes dari dalam tasnya, dan menarik bulpoin yang ada di saku kemejanya. “Aku akan memberikan beberapa resep obat, yang harus diminum sacara teratur.” Junsu mulai menulis. “Tapi aku sedikit ragu, mengingat nyonya besar Jung sangat anti dengan yang namanya obat.” Junsu menggelengkan kepalanya pelan. “Kalau perlu paksa beliau agar mau meminum obat ini, atau... keadaannya semakin memburuk.” Junsu menyerahkan resep itu pada Yunho, yang duduk di sebelahnya. “Satu lagi, jangan sekali-kali membuatnya merasa tertekan, karena itu akan berakibat sangat fatal.”
Kata-kata terakhir yang dilontarkan oleh Junsu, mampu membuat semua orang diam seribu bahasa. Mereka hanya saling berpandangan, satu sama lain, tanpa tahu apa yang harus diucapkan.
--------------

Saat ini, Yunho dan kedua orang tua Ji-Hee, sedang berada di kamar Jung halmoni.
Apa yang kau pikirkan?” tanya Kyuhyun, saat menghampiri Ji-Hee, yang sedang berdiri di depan kaca besar, ruang tengah, dan menatap sebuah taman kecil.
Ji-Hee mendesah pelan. “Menurutmu?”
Jangan bilang... kau bermaksud menerima rencana pertunangan itu.”
Apa aku mempunyai pilihan lain?” Ji-Hee tidak berani menatap Kyuhyun.
Ada.” serga Donghae. “Kita menikah, kau jadi bagian dari keluarga ini, seperti yang di harapkan halmoni.” Donghae menggenggam tangan Ji-Hee.
Ji-Hee tersenyum simpul. “Benarkah itu yang diharapkan halmoni?”
Kyuhyun beranjak pergi, memilih untuk tidak mencampuri pembicaraan mereka.
Lantas? Kau mau mengorbankan perasaanmu? Kau mau mengorbankan perasaanku? Bagaimana dengan hubungan kita?”
Sejak awal...” suara Ji-Hee mulai bergetar. “Aku tidak pernah memintamu...” Ji-Hee menarik napasnya dalam-dalam. “Untuk mencintaiku.” tanpa bisa di cegah, sebutir air mata jatuh dari pelupuk matanya.
Kau berbohong.” Ji-Hee mengalihkan pandangannya, namun dengan cepat Donghae merengkuh wajah yeoja itu. “Tatap lawan bicaramu Ji-Hee!” Ji-Hee menutup matanya. “Aku tahu kau berbohong. Aku bahkan bisa melihat dengan jelas, kalau perasaanku telah terbalas.” sontan Ji-Hee membuka kedua matanya. “Aku tidak bisa melihat yeoja yang kucintai menjadi ummaku.” mata keduanya saling bertemu.

Hancur? Itulah yang dirasakan oleh hati Ji-Hee saat ini. Untuk pertama kalinya dia merasa telah menemukan seorang namja, yang bisa mengisi salah satu sudut hatinya, membuatnya merasa nyaman, membuatnya tesenyum geli dengan segala perlakuan manisnya.
Namun, di salah satu sisi hatinya, terbesit sebuah perasaan bersalah, karena telah menyebabkan seorang wanita paruh baya tidak sadarkan diri. Dia mulai berfikir, apa salahnya menjaga perasaan semua orang? Terlalu bodoh? Mungkin, tapi... apa akan terlihat bodoh saat kita berusaha mempertahankan eksistensi seseorang? Berusaha memberikan yang terbaik bagi orang-orang yang di sayanginya. Mungkin... dengan cara memenuhi harapan kedua orang tuanya?
Donghae, bagi Ji-Hee, nama itu hanyalah sebuah mimpi, karena bagaimanapun, sebuah kenyataan baru telah menantinya. Kenyataan bahwa... dia adalah calon umma, bagi namja itu. Namja yang sangat mencintainya? Sebuah permainan, dalam menjalani liku-liku kehidupan bukan? Karena tidak selamanya, kita menjalani kehidupan sesuai dengan keinginan kita bukan? Bahkan untuk meraih sebuah kata kebahagiaan, membutuhkan proses, dan itu tidak bisa dicapai dengan mudah.

Maaf, anda semua di tunggu di kamar nyonya besar.” ucapan pengurus Kim membuyarkan semua lamunan ketiga orang -Kyuhyun, Donghae, Ji-Hee- yang sedang duduk di sofa ruang tengah.
Kami akan segera kesana.” sahut Kyuhyun. “Hyung...” Kyuhyun menyenggol lengan Donghae, yang sedang menatap wajah Ji-Hee lekat-lekat.
Kita pergi Kyuhyun-ssi.” Ji-Hee beranjak dari duduknya.
Ji-Hee...” Donghae menarik lengan Ji-Hee, dan menggelangkan kepalanya.
Ji-Hee tersenyum lembut. “Bukankah kita harus menemui halmoni?”
Ji-Hee...” Donghae masih bersikukuh dengan pendiriannya.
Hyung... jangan mempersulit Ji-Hee.” Kyuhyun tahu dengan pasti, saat ini... bukan Donghae, bukan Yunho, bukan juga halmoninya, yang merasakan sebuah tekanan, melainkan Ji-Hee, yeoja yang terus memperlihatkan wajah 'baik-baik saja' itu.
Dengan berat hati Donghae melepaskan lengan Ji-Hee.
Ji-Hee menatap wajah Donghae lembut. “Kurasa... aku tahu apa yang harus kulakukan.”
Donghae menggeleng cepat. “Kau tidak tahu.”
Hyung... kau ingin yang terbaik bagi Ji-Hee bukan?” Donghae menatap wajah Kyuhyun dalam. “Biarkan dia memutuskannya sendiri.”
Tapi...” kata-kata Donghae menggantung, saat melihat Ji-Hee beranjak pergi, menuju kamar nyonya besar Jung, halmoni mereka.

Ckelekkk...
Begitu Ji-Hee membuka pintu, empat pasang mata telah menyambutnya dengan pandangan yang sulit di artikan.
Ji-Hee-ya...” ucap Jung halmoni dengan suara sedikit serak.
Ne, halmoni...” Ji-Hee tersenyum lembut.
Aku masih berharap... kau akan menjadi menantuku.” ucapnya tanpa membuang-buang waktu.
Aku tidak tahu, apa alasan halmoni bersikeras... menginginkanku untuk menjadi menantu anda.” Ji-Hee manarik napasnya pelan. “Tapi... apakah tidak ada cara lain, agar aku bisa menjadi bagian dalam keluarga ini?”
Jung halmoni menggeleng mantap. “Satu-satunya yang kuinginkan, kau bisa mendampingi Yunho. Karena aku tahu dengan pasti, hanya kau yang bisa menggantikanku, untuk mengurus putraku itu.”
Apa dengan begitu halmoni akan merasa lega?” Jung halmoni mengangguk mantap. “Apa penawaran yang akan kau berikan padaku?”
Jung halmoni terkesiap, mendengar ucapan Ji-Hee. “Maksudmu?” tanyanya untuk meyakinkan diri sendiri.

Ji-Hee memiringkan kepalanya. “Ehm... bagaimana kalau ditukar dengan... kesehatan halmoni? Aku tidak ingin punya mertua yang sakit-sakitan, itu sangat menyusahkan.” Ji-Hee terkekeh pelan.
Jung halmoni membulatkan matanya, “Itu artinya...” ujarnya sedikit bersemangat, dan dibalas dengan anggukan dari Ji-Hee. “Terima kasih Ji-Hee-ya...” Jung Halmoni memeluk tubuh Ji-Hee. “Terima kasih telah memenuhi permintaan dari nenek tua ini.” Jung halmoni mengecup pucuk kepala Ji-Hee.
Sejurus kemudian, Jung halmoni meraih kotak cincin yang terletak di meja dekat tempat tidurnya. Sebuah senyuman terus menghiasi bibirnya.
Yunho. Cepat pakaikan cincin ini pada Ji-Hee.”
Yunho menatap wajah Ji-Hee, menggumamkan kata -Maaf- tanpa suara.

Ckelekkk...
Sekali lagi pintu terbuka, kali ini bertepatan dengan... Yunho yang berusaha memasangkan cincin pertunangan di jari manis Ji-Hee. Donghae hanya bisa mematung di ambang pintu. Menatap nanar pemandangan di depannya.
Donghae hyung...” bisik Kyuhyun.
Dongahe tersenyum hambar. “Aku harus mengucapkan selamat pada mereka bukan? Salah kau juga harus mengucapkan selamat padaku, karena...” Donghae tidak melanjutkan kata-katanya.
Dongahe-ya...”
Ne, halmoni...” Donghae menghampiri tempat tidur Jung halmoni. “Halmoni, apa sekarang kau bahagia?” tanya Donghae dengan nada lembut, meski hatinya terasa sangat sakit.
Sangat.” ucap Jung halmoni dengan semangat. “Halmoni yakin, Ji-Hee bisa menjadi umma yang baik untukmu.” Jung halmoni memeluk tubuh Donghae, dengan wajah berseri-seri.
Ya... dan aku yakin, Ji-Hee juga bisa menjadi istri yang baik untukku.” gumam Donghae dalam hati.
Ji-Hee manatap cincin di jari manisnya, kemudian beralih menatap wajah Yunho. “Benar-benar hari yang menguras banyak tenaga.” ucapnya dalam hati.
===============

Di Tempat Lain...


Ah... sedikit lebih baik.” ujar seorang namja begitu keluar dari kamar mandi. “Aish... Teukie, kau benar-benar bodoh, hanya karena kekenyangan, perutmu bisa sakit? Memalukan.” gumamnya pelan, sambil merebakan tubuhnya di atas tempat tidur.
Ah... sebaiknya aku mencari obat sakit perut, daripada nanti mengganggu tidurku.” Leeteuk berjalan keluar dari kamarnya.
Saat mendekati tangga, tiba-tiba dia berbalik, dan menepuk dahinya pelan.
Sial! Aku tidak tahu dimana mereka menyimpan obat.” rutuknya.
Sejurus kemudian, Leeteuk melirik kamar Hyun-Gi. “Apa tidak keterlaluan jika aku membangunkannya?” Leeteuk berpikir sejenak, “Well, daripada perutku kambuh, lebih baik memebangunkannya saja.” Leeteuk terkekeh pelan.
Hyun-Gi-ssi... Shin Hyun-Gi...” Leeteuk memanggil-manggil nama Hyun-Gi, tapi tidak ada jawaban sama sekali.
Dengan ragu-ragu Leeteuk meraih kenop pintu.

Ckelekkk...
Leeteuk sedikit terkesiap, saat mendapati dirinya dengan mudah membuka pintu kamar Hyungi.
Dasar bodoh! Kenapa kau tidak mengunci pintu?” gumam Leeteuk lirih.
Sejurus kemudian, dia berjalan menghampiri tempat tidur Hyun-Gi. “Cantik...” bisiknya dalam hati. Perlahan, Leeteuk mengusap pipi kiri Hyun-Gi, menggunakan punggung tangannya. “Kenapa aku tidak pernah bosan melihat wajahmu?” Leeteuk tersenyum lembut, saat memperhatikan tiap detail wajah Hyun-Gi.
Tanpa disadari, wajahnya semakin mendekati wajah Hyun-Gi. Jarak wajah mereka semakin dekat, tanpa mempedulikan apapun, Leeteuk terus bergerak, mendekatkan wajahnya, bahkan saat ini, Leeteuk bisa merasakan hembusan napas teratur, yang menandakan Hyun-Gi sedang tertidur pulas.
Namun tiba-tiba, Leeteuk menghentikan gerakannya, dia mematung di tempat, tepat saat bibirnya berjarak kurang dari 1cm, di atas permukaan bibir Hyun-Gi.
Tunggu dulu! Apa yang akan kulakukan? Diam-diam mencuri ciuman darinya? Tidak-tidak, ini tidak benar. Aku bisa mendapatkannya saat dia sadar. Bukan dengan cara seperti ini.” Leeteuk mulai berperang dengan batinnya.
Sejurus kemudian, dia mencoba menarik diri, menjauh dari Hyun-Gi.
Leeteuk, kau harus bisa menahan diri.” gumamnya masih dalam hati.
Detik berikutnya, Leeteuk kembali melirik wajah Hyun-Gi, sesaat kemudian, pandanganya kembali terfokus pada bibir mungil Hyun-Gi. Seolah tersadar, dengan cepat Leeteuk menggelengkan kepalanya. “Aku bisa gila kalau terus berada di sini.” Leeteuk menarik rambutnya frustasi, kemudian beranjak kelauar dari kamar Hyun-Gi.
==============

Di sisi Lain...


Terlihat seorang yeoja yang sedang duduk di atas tempat tidurnya, di samping jendela yang terbuka. Yeoja itu tersenyum menatap bulan purnama yang bersinar terang. Di tangannya, terdapat benang rajut dan sebuah alat untuk meajut. Ya, yeoja itu sedang merajut sebuah syal berwarna biru, yang hampir setengah jadi.
Tidak lama kemudian, yeoja itu kembali menekuni pekerjaannya.
Donghae oppa, kuharap kau akan senang dengan hadiahku ini.” yeoja itu tersenyum riang, saat melihat hasil pekerjaannya.
Untuk sesaat, yeoja itu kembali menatap bulan purnama, sebuah kilasan peristiwa, yang tersimpan dalam memorinya, tiba-tiba muncul dalam otaknya.


==-Flashback, Saat Upacara Penerimaan Murid Baru-==

Ah...” pekik seorang yeoja yang baru turun dari kamarnya, di lantai dua. “Aku terlambat... padahal ini hari pertamaku masuk sekolah.” yeoja itu berlari cepat menuju mobil yang terparkir di halaman depan. “Park adjushi... aku benar-benar terlambat. Bagaimana ini?” yeoja itu terlihat sangat panik.
Nona muda So-Hwi, kau tenang saja, aku akan ngebut.”
Adjushi... maaf merepotkan.”
Ini sudah menjadi kewajiban saya, nona.”
So-Hwi tersenyum manis, kemudian mengangguk pelan.

Citttt...
Mobil So-Hwi berhenti tepat di depan gerbang sekolah.
Adjushi, gomawo...” teriak So-Hwi, sambil membuka pintu mobil, kemudia berlari menuju gedung, di mana upacara penerimaan siswa baru di adakan.
So-Hwi terus berlari, hingga napasnya tersenggal, saat berdiri di depan sebuah gedung. Tanpa pikir panjang, dia membuka pintu gedung itu.
Eh? Apa aku salah gedung? Kenapa gedung ini lebih mirip gedung olah raga?” gumamnya lirih.
Karena terlalu fokus dengan pikirannya, tanpa di sadari, bawa terdapat dua anak tangga di depannya.

Brukkk...
So-Hwi meringis, lututnya mengeluarkan darah.
Kau tidak apa-apa?” suara seorang namja, sontan membuatnya mendongak.
Saat itulah So-Hwi mendapati seorang namja, yang sedang mengulurkan tangannya. So-Hwi megerutkan dahinya, memandang namja yang ada di hadapannya, kemeja yang di keluarkan, satu kancing yang terbuka, dasi yang di longgarkan. “Apa dia Sunbaeku?” batin So-Hwi.
Nona? Kau pasti murid baru, gedung upacara bukan di sini.” namja itu menarik lengan So-Hwi, membantunya untuk berdiri.
Terima kasih.” ucap So-Hwi.
Lututmu berdarah.” dengan cepat namja itu mengeluarkan sapu tangannya. “Pakai ini untuk membersihkan lukamu.”
Ehm... kau... tidak mengikuti upacara?” tanya So-Hwi hati-hati.
Namja itu tersenyum simpul. “Tidak, hari ini, anggota tim basket mendapat izin khusus untuk tidak mengikuti upacara” namja itu melirik jam di pergelangan tangannya. “Harusnya saat ini kami sudah berkumpul untuk latihan. Kemana mereka semua. Aish! Akan kuhukum mereka nanti.” gerutu namaj itu, dan So-Hwi hanya terkekeh pelan.
Kang So-Hwi.”
Sejenak, namja itu mengerutkan dahinya, menatap uluran tangan So-Hwi. “Jung Donghae.” ucapnya sambil tersenyum.
Terima kasih, Donghae sunbae sudah menolongku.”
Donghae tersenyum simpul. “Eh? Bukankah kau harus mengikuti upacara?” So-Hwi mengangguk pelan. “Maaf, kau tidak bisa mengantarmu, tapi kujamin kau tidak akan tersesat lagi, kau cukup berjalan ke arah barat, gedung itu berada tidak juah dari sini.” So-Hwi mengangguk paham. “Ah... sepertinya aku harus mencari mereka.” guman Donghae pelan, sambil berjalan meninggalkan So-Hwi, yang masih mematung di tempat, menatap punggung seorang Donghae.

==-End Of Flashback-==


So-Hwi mengusap matanya beberapa kali.
Sedikit lagi, ayo So-Hwi, kau pasti bisa menyelesaikannya malam ini.” ucap So-Hwi sambil mengepalkan tangannya, mencoba menyemangati diri sendiri.
Hoammm...” So-Hwi menepuk mulutnya yang sedang menguap, kemudain menggerakkan lehernya, dan kembali menekuni pekerjaannya.
==============

Keesokan Harinya...


Ji-Hee-ya... kenapa matamu?” Hyun-Gi menyentuh kantung mata Ji-Hee. “Kau tidak tidur semalam?” Hyun-Gi menatap wajah Ji-Hee.
Aku tidur.” ucap Ji-Hee lembut.
Berapa jam?”
Ehm... sekitar empat jam.”
Mwo? Aish... kau ini bagaimana? Memanganya apa yang kau kerjakan?” Hyun-Gi memukul lengan Ji-Hee pelan. “Atau jangan-jangan...” Hyun-Gi tersenyum jahil.
Jangan-jangan apa?”
Kau belum menceritakan acara semalam bukan?” Hyun-Gi menik-turunkan kedua alisnya.
Ji-Hee tersenyum, dan entah mengapa, tiba-tiba pandangan matanya menangkap pada sosok Donghae, yang baru saja memasuki ruang kelas. Hyun-Gi mengikuti arah pandanga Ji-Hee.
Jangan bilang kau jatuh cinta padanya.” bisik Hyun-Gi tepat di telinga Ji-Hee.
Tidak.” Ji-Hee menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya.
Hey! Apa ini?” Hyun-Gi menangkap tangan Ji-Hee. “Aku tidak pernah melihat gelang ini sebelumnya.”
Oh... ini hadiah dari Donghae.”
Hey! Kalian... sudah sejauh itu?”
Jangan berfikir yang macam-macam.” ujar Ji-Hee datar.
Ada apa ini? Sebenarnya apa yang terjadi?”
Aku mau ke toilet.” Ji-Hee beranjak dari duduknya.
Hyun-Gi mengikuti Ji-Hee dari belakang. Ekor mata Hyun-Gi melirik ke arah Donghae, dan mendapati namja itu sedang menatap Ji-Hee, dengan raut wajah yang sulit diartikan.

Jelaskan, sejauh mana hubunganmu dengan Donghae.” tanya Hyun-Gi, begitu Ji-Hee keluar dari kamar mandi.
Kalau maksudmu masalah gelang ini, aku akan segera mengembalikannya.”
Ji-Hee! Ada apa denganmu?”
Aku baik-baik saja.”
Aku tahu kau berusaha memaksakan diri.”
Kau dan juga Donghae... kalian terlihat sangat aneh.”
Ji-Hee menggigit bibir bawahnya, kemudian menghela napas pelan. “Semua pasti akan baik-baik saja.” gumamnya lirih.
Aku... tidak mengerti.”
Ji-Hee membuka satu kancing seragamnya.
Hya! Ji-Hee... apa yang kau lakuakan? Kau mau memperkosaku?” Hyun-Gi menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya, sambil tersenyum jahil.
Tidak lucu.” serga Ji-Hee.
Kau yang tidak lucu.” balas Hyun-Gi.
Ji-Hee menarik seuntas kalung yang melingkar di lehernya, dari balik bajunya.
Kau lihat ini?” Ji-Hee menunjukkan kalung dengan sebuah cincin sebagai bandulnya, tanpa melepaskan kalung itu.

Wow... kalung yang bagus, tapi cincin ini jauh lebih cantik.” Hyun-Gi tersenyum simpul, saat menyentuh cincin itu.
Apa terlihat bagus?” tanya Ji-Hee, untuk pertama kalinya sepanjang hari ini, Ji-Hee memeperlihatkan senyuman di bibirnya.
Iyup. Sangat bagus, sederhana tapi terlihat elegan.”
Ini cincin pertunanganku.”
Sontan Hyun-Gi membelalakkan mata, tanpa sadar, cincin itu terlepas dari genggaman tangannya. Untung kalung Ji-Hee masih melingkar di lehernya.
Kau... benar-benar menerimanya?” sejujurnya Hyun-Gi sedikit tidak rela, kalau sahabat baiknya itu, dengan mudahnya menerima sebuah perjodohan.
Kau tidak ingin tahu siapa tunanganku?”
Siapa?” Hyun-Gi menaikkan dagunya.
Putra dari keluarga Jung.”
Jung?” Senyum Hyun-Gi berkembang secara alami. “Maksudmu Dongahe? Ah... sudah kuduga, kalian berdua terlihat aneh hari ini.” Hyun-Gi menggaruk-garuk telinganya. “Aku jadi ingin lihat, cincin milik Dongahe.”

Sayang sekali, sepertinya kau tidak akan pernah melihat cincin yang sama di jari Donghae, ataupun di bagian tubuhnya.”
Kenapa? Tidak mungkin dia menolaknya bukan? Dia kan...” Hyun-Gi tersenyum jahil ke arah Ji-Hee.
Karena aku tidak pernah bertunangan dengannya.”
Tunggu dulu, kau tidak bertunangan dengan Donghae?” Ji-Hee mengangguk pelan. “Tapi keluarga Jung yang kau maksud, adalah keluarga Dongahe buakan?” Ji-Hee mengangguk lagi. “So?”
Aku bertunangan dengan Jung Yunho.”
Sepertinya aku tidak asing dengan nama itu.” Hyun-Gi mengusap dagunya.
Jung Yunho... appa dari Donghae.” ucap Ji-Hee dengan nada datar.
Hyun-Gi menatap wajah Ji-Hee, dan membelalakkan matanya. “Mwo?”


*** TBC ***

Wkakaka...
lagi-lagi berakhir dengan kata 'MWO?' sebenernya gak sengaja seh, tp... gpp ding, lebih seru klo ada orang yang kaget wkakaka... #Plakkk...
So-Hwi dah nongol, Hyun-Gi nongol, siapa lagi yang mau nongol? Jgn bilang Shindong yo! Ntr bisa-bisa tak jodohin ma Kang So-Hwi lho buahahaha...
Well, part ini membosankan yo? Kyknya untuk part2 berikutnya bkl lebih membosankan deh... *sembunyi di balik badan Yunppa*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar