Selasa, 16 Agustus 2011

«» {My Story} ® Dating? I think so! «»


Author : Me aka Reni Yunhae Uknow
Main Cast : Lee Ji Hee
                     Jung Yun Ho
                     Lee Dong Hae
Support Cast : Park Ri Young
                           Shin Sung Young
                           Member Suju, Member TVXQ
Genre : Comedy-Romance / Straight
Rated : PG-13
Length : Chapter 2 / Of ?
Disclaimer : Plot, ide cerita cmn milik author, kagak ada yang boleh protes! *langsung di tendang ke surga(?)*
YunHae cmn milik Ji-Hee {nama Korea author} klo mau protes mending langsung ke YunHae aja dah, siapa suruh terlalu mencintaiku dengan sepenuh hati wkakaka... *langsung dimutilasi massa*
=================

* Ji-Hee POV *

Aku membelalakkan mata lebar, saat melihat jam di dinding kamarku. Dengan satu hentakkan, kutendang selimut hangat yang telah membuaiku dalam mimpi indah. Aku meloncat dari tempat tidur, segera berlari menuju kamar mandi.
“Aku kesiangan...” teriakku, lebih ditujukan pada diri sendiri.
Tidak butuh waktu lama, aku sudah berdiri di depan cermin, memastikan penampilanku tidak terlalu buruk. Ehm... rekor yang bagus, lima menit sudah cukup untuk mandi bebek(?) kekeke~
Kembali kulirik jam di dinding, rasanya aku bisa gila.
Aish... apa aku bisa sampai tepat waktu? Bagaimana ini? Hari ini presentasi kelompokku.
Tanpa pikir panjang, tanpa menunggu taksi yang tidak kunjung menampakkan diri, kuputuskan untuk berlari menuju halte bus.


Tin... Tin... Tin...
Sedikit kulirik sekitarku, aku berada di atas trotoar, ini jalur yang benar untuk pejalan kaki. Jadi, aku terus berlari, tanpa menghiraukan bunyi klakson yang terdengar nyaring, di belakangku.
Tin... Tin... Tin...
Kuredam niatku untuk melihat ke belakang. Aku sedang diburu waktu saat ini. Berfikir positif, tidak mungkin bunyi itu ditujukan padaku, mungkin saja... ada orang yang sedang mengejar istrinya yang sedang minta cerai(?) hehehe... ^^v
Tin... Tin... Tin...
Hey! Orang gila mana yang terus membunyikan klakson seperti itu? Jujur aku sedikit risih (==')
Tin... Tin... Tin...
Aish... suara itu masih saja terdengar, membuatku semakin naik darah.
Tin... Tin... Tin...
Hya! ini sudah keterlaluan, kesabaranku sudah habis, dengan cepat kubalikkan tubuhku.
Bisa kulihat seorang namja(?) duduk di atas motor besarnya, aku tidak tahu siapa, karena wajahnya tertutup oleh helm. Oke, mari kita lihat, sebenarnya apa maunya orang menyebalkan itu.

Kulipat tanganku di depan dada, sambil memenicingkan mata.
“Bisa aku tahu, alasan apa yang membuatmu terus membunyikan klakson tuan?” rasanya aku sudah tidak bisa menyembunyikan nada jengkelku.
Tidak ada jawaban, bisa kudengar suara kekehan pelan, kukepalkan tangan, menahan emosi. Perlahan, dia membuka kaca helmnya, yang membuatku sukses membelalakkan mata lebar.
“Kau?” aku menelan ludah, “Lee Donghae? Apa yang kau lakukan di sini?”
“Hanya kebetulan lewat.” jawabnya, sambil mengerlingkan mata?
“Lantas,” aku berkacak pinggang, “Apa maumu? Tuan sok keren.”
“Sepertinya... kau butuh tumpangan?”
Kulihat jam di pergelangan tanganku. Sial! Aku benar-benar akan terlambat.
“Kurasa...” kugigit bibir bawahku, tidak ada salahnya... memanfaatkan kesempatan yang ada bukan? Well, anggap saja ini keberuntungan. Lagipula... kapan lagi aku bisa dibonceng oleh seorang Lee Dongahe? Member Super Junior yang terkenal itu? “Aku memang butuh tumpangan.”
“Naiklah.” dia menyodorkan helm padaku? “Jangan bingung seperti itu, ayo cepat naik.”
Ku kerjapkan mata beberapa kali, sejurus kemudian, aku sudah duduk manis(?) di atas motornya. “Ehm... maaf, apa aku boleh mengajukan permintaan?”
“Apa?”
“Aku sedang buru-buru, jadi... apa kau bisa sedikit ngebut?”
“Pegangan yang kuat! Seperti permintaanmu, kita akan ngebut.”
Dengan cepat, dia langsung menancap gas, yang membuatku -mau, tidak mau- harus mencengkeram bagian perutnya dengan erat (==') Oke, anggap ini bagian dari keberuntungan(?)

Lee Donghae adalah pangeranku, malaikat penyelamatku. Tahu kenapa aku bicara seperti itu? Karena... hanya dalam waktu 10 menit, aku sudah sampai di kampus \(^.^)/ meskipun aku harus terus menahan napas (==')
Kulihat jam di pergelangan tanganku, sedikit bernapas lega, masih ada waktu kira-kira 15 menit, sebelum jam perkuliahan dimulai.
“Lee Donghae-ssi, terima kasih.” ku sunggingkan senyuman termanis yang kumiliki, special tidak pake telur(?)
Eh? reaksi macam apa itu? Dia hanya menatapku dingin? Sudah kuduga, seorang Lee Donghae tidak menyukaiku. Tapi... kenapa dia mau menolongku? Ehm... memangnya aku melakukan kesalahan apa ya? (==a) ah sudahlah, yang penting berkat pertolongannya aku bisa sampai tepat waktu hohoho...
Kuambil note di tasku, kutulis no ponselku, dan segera kusobek. “Sekali lagi terima kasih.” kubungkukkan sedikit badanku, “Hubungi aku, kalau kau butuh bantuan dariku.” kusodorkan kertas bertulisan no ponselku padanya. “Tapi... sepertinya kau tidak akan butuh batuanku,” gumamku lirih, “Well, simpan saja. Kapanpun kau bisa menghubungiku, lagipula... aku tidak terlalu suka berhutang.” oke, aku sudah tidak memperdulikan reaksinya yang terkesan aneh(?) bagiku.
“Ah... aku harus pergi. Bye-bye Lee Donghae-ssi.” kulambaikan tanganku sambil berlari -lagi- menuju ruang kelas yang berada di lantai lima (==')
Eh? Tunggu dulu! Bagaimana dia tahu aku kuliah di sini? Aish... Ji-Hee babo, tentu saja dia tahu, kaukan teman Sung-Young. Kupukul kepalaku pelan.
=================

* Donghae POV *

Kubalikkan tubuhku dengan tidak bersemangat. Rasanya aku merindukan seseorang. Hey! Haruskah aku pergi melihatnya secara diam-diam? Bukankah... aku sudah tahu dimana tempat tinggalnya. Kurasa tidak ada salahnya menjadi stalker.
Tok... Tok.. Tok...
Kulihat kepala Sungmin hyung muncul dari balik pintu.
“Donghae,” kulihat senyum jahil tersungging di bibirnya. “Kau mau menjadi stalker?”
Deg...
Bagaimana dia tahu? Apa tadi tanpa sadar, aku telah bergumam dengan cukup keras?
“Hyung, apa maksudmu?” tanyaku sedikit gugup.
“Kau tahu? Kyuhyun pergi secara diam-diam, kurasa dia akan menemui seorang yeoja.” Sungmin hyung terkekeh pelan. “Bagaimana kalau kita menjadi stalker? Kita cari tahu rahasia magnae kurang aja itu.” terdengar nada penuh antusias dalam suaranya. Well, aku sedikit bernapas lega mendengar penjelasannya.
“Boleh juga.”
“Kau setuju dengan rencanaku?” kuanggukkan kepalaku pelan. Hitung-hitung belajar, akukan mau menjadi stalker Ji-Hee.

Kupacu motorku dengan kecepatan normal. Kami -aku dan Sungmin hyung- menajamkan penglihatan, mencoba mencari sosok Kyuhyun. Sebenarnya tadi kami sempat melihatnya, tapi... karena ada anak anjing yang tiba-tiba berhenti di tengah jalan, kami jadi kehilangan jejaknya.
“Belok ke kiri.” teriak Sungmin hyung.
Hey! Bukankah ini daerah apartement Ji-Hee? Apa mungkin... aku bisa bertemu dengannya? Berharap saja Lee Donghae. Entah mengapa, senyumanku terus merekah, tanpa bisa dikendalikan.
“Aish... kemana Kyuhyun sialan itu?” Sungmin hyung mulai mengerutu.
Tiba-tiba mataku menangkap bayangan seseorang. Sosok tubuh yang tidak asing bagiku. Darahku berdesir kencang saat itu juga. Dia... yeoja itu... Lee Ji-Hee. Kenapa dia berlari seperti itu?
Cittt...
Suara gesekan antara ban motorku dan aspal terdengar cukup keras.
“Hya! Lee Donghae! Kenapa berhenti tiba-tiba?” teriak Sungmin hyung tepat di telingaku.
Tak kuhiraukan pertanyaannya. “Hyung, kau membawa perlengkapan menyamarmu?”
“Tentu saja! Kita kan sedang jadi stalker Kyuhyun.”
“Hyung, bisakah kau turun?” Sungmin hyung menuruti kata-kataku. “Berikan helmnya.” kudengar Sungmin hyung berdecak, namun tetap memberikan helmnya.
“Sebenarnya ada apa? Memangnya kita mau melakukan apa?”
“Maaf hyung, aku harus melakukan sesuatu. Kau... pergi saja mencari Kyuhyun sendiri.” tanpa menunggu tanggapan dari Sungmin hyung, langsung kutancap gas, mencari sosok Ji-Hee.
“Dasar dongsaeng sialan!” kudengar teriakan dari Sungmin hyung.

Akhirnya... aku menemukannya.
Tin... Tin... Tin...
Kubunyikan klakson untuk menarik perhatiannya.
Tin... Tin... Tin...
Sekali lagi kubunyikan klakson.
Tin... Tin... Tin...
Hey! Kenapa dia tidak menghiraukanku? Bukankah disekitar sini hanya ada dirinya?
Tin... Tin... Tin...
Entah kenapa, aku terus membunyikan klakson. Sampai kapan kau tidak menghiraukan bunyi klaksonku? Nona Ji-Hee.
Tin... Tin... Tin...
Berhasil, dia menghentikan langkahnya, dengan cepat dia membalikkan tubuhnya. Dia menatap lurus ke arahku sambil mengeryitkan dahi.

Kulihat dia melipat tangannya di depan dada, sambil memenicingkan mata. Kurasa, tingkahnya sungguh mengemaskan.
“Bisa aku tahu, alasan apa yang membuatmu terus membunyikan klakson tuan?” dia benar-benar jengkel rupanya. Aku jadi ingin menggodanya.
Tanpa sadar, aku mulai terkekeh pelan. Perlahan, kubuka kaca helmku, yang membuatnya sukses membelalakkan mata lebar.
“Kau?” dia seolah kehilangan kata-kata. “Lee Donghae? Apa yang kau lakukan di sini?”
“Hanya kebetulan lewat.” jawabku, sambil mengerlingkan mata padanya.
“Lantas,” dia berkacak pinggang, “Apa maumu? Tuan sok keren.”
Haruskah kukatakan? Aku ingin mengantarmu Ji-Hee. “Sepertinya... kau butuh tumpangan?”
Kulihat dia melihat jam di pergelangan tangannya.
“Kurasa...” dia terlihat mulai berfikir. “Aku memang butuh tumpangan.”
“Naiklah.” kusodorkan helm padanya. “Jangan bingung seperti itu, ayo cepat naik.”
Sejurus kemudian, dia sudah duduk manis(?) di atas motorku. “Ehm... maaf, apa aku boleh mengajukan permintaan?” tanyanya, sedikit terdengar ragu-ragu?
“Apa?”
“Aku sedang buru-buru, jadi... apa kau bisa sedikit ngebut?”
“Pegangan yang kuat! Seperti permintaanmu, kita akan ngebut.”
Dengan cepat, aku langsung menancap gas. Aku sedikit tersentak, saat dia mencengkeram bagian perutku dengan erat. Bisa kurasakan sebuah gemuruh di dadaku.
Kulirik tangannya yang melingkar erat di perutku, hey! Aku tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Aku benar-benar sudah gila!

Dalam waktu 10 menit, kami sudah sampai di depan kampusnya. Entah mengapa aku masih ingin memboncengnya seperti tadi. Tapi... aku tidak boleh egois bukan? Mengurangi kecepatan, dan membuatnya terlambat? Itu benar-benar tidak mungkin!
Hey! Ingatanku masih baik, bukankah aku pernah menabraknya di daerah ini?
“Lee Donghae-ssi, terima kasih.” lamunanku buyar seketika, saat mendengar suaranya.
Deg...
Jantungku berdebar kencang, saat kulihat dia menyunggingkan senyuman manisnya. Seketika, tubuhku terasa membeku. Aku bahkan tidak mampu membalas senyumannya. Yang bisa kulakukan hanya menatapnya, memperhatikan setiap detail wajahnya.
“Sekali lagi terima kasih.” kulihat dia sedikit membungkukkan badan, “Hubungi aku, kalau kau butuh bantuan dariku.” dia menyodorkan secarik kertas padaku. “Tapi... sepertinya kau tidak akan butuh batuanku,” gumamnya lirih, “Well, simpan saja. Kapanpun kau bisa menghubungiku, lagipula... aku tidak terlalu suka berhutang.” tidak terlalu kuhiraukan kata-katanya, karena aku masih fokus melihat wajahnya.
“Ah... aku harus pergi. Bye-bye Lee Donghae-ssi.” dengan cepat dia berlari meninggalkanku, sambil melambaikan tangannya.
Tunggu dulu! Kulihat kertas itu sekilas, dan sukses membuatku membelalakan mata lebar. Ini nomor ponselnya? Dia memberiku nomor ponselnya? Aku tidak sedang bermimpi bukan?
-------------------------

“Lee Donghae!” berisik, kenapa harus berteriak seperti itu?
Kubuka pintu kamarku. “Hyung, aku ada di sini.” kulihat Sungmin hyung berjalan ke arahku. Kulirik jam di pergelangan tanganku. “Kenapa baru pulang? Kau dari mana saja hyung?”
Pletakkk...
Sebuah jitakan kuat, dengan telak mendarat di kepalaku, Aish... benar-benar sakit.
“Kau tanya aku dari mana saja? Dongsaeng babo! Kau tahu? Aku harus berlari, menghindari kerumunan orang yang mulai mengenaliku.” Sungmin hyung menarik napasnya, menatapku tajam. “Aku bahkan tidak membawa dompet, Lee Donghae keparat!”
“Mwo? Bagaimana kau bisa pulang? Kenapa tidak menghubungiku?”
“Masih menghawatirkanku?” detik itu juga, Sungmin hyung memiting tubuhku, aku tidak sempat menghindar, hanya bisa pasrah. “Kenapa kau meninggalkanku? Dongsaeng kurang ajar!” teriaknya tepat di telingaku. Rasanya aku bisa tuli untuk jangka waktu yang lama.
“Hyung... aku minta maaf.” aku benar-benar merasa bersalah padanya.

Kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Setelah pergulatan(?) dengan Sungmin hyung, tubuhku terasa remuk. Aku harus lebih hati-hati, siapa tahu Sungmin hyung masih merasa dendam padaku.
Kurogoh saku celanaku, senyumanku kembali terkuar, saat melihat secarik kertas, berisi nomor ponsel yeoja itu. Rasanya seluruh sakit di tubuhku tidak seberapa, karena aku mendapatkan hasil yang sangat bagus.
Lee Ji-Hee... kau benar-benar telah membuatku gila.
Well, kau harus bersiap-siap, karena aku akan meminta pertanggung jawaban darimu.
================

* Ji-Hee POV *

Someday I'll lay my love on you
Baby I don't wanna lose it now
Just one, nuhboon eengur
unjenga ooree man nan narchuhrum


Mataku masih terpejam, saat kudengar suara ponselku berdering. Siapa yang tengah malam menghubungiku? Dengan malas kuraih ponselku, sedikit memincingkan mata, saat nomor yang tidak ku kenal muncul di layar ponselku.
“Yoboseyo.”
“...” kulihat sambungan masih belum terputus.
“Yoboseo...”
“...” eh? Masih belum ada jawaban? Mau main-main? Oke, aku mau tidur lagi. Perlahan, aku mulai menutup mataku kembali, tanpa memutuskan sambungan telepon. Selamat membuang-buang pulsa.
“Ehm... Lee Ji-Hee?” terdengar suara seorang namja.
“Ya.” dengan malas ku jawab panggilannya.
“Ini aku.”
“Aku? Siapa?” kugaruk keningku, merasa bingung dengan orang aneh(?), yang menelepon di tengah malam? Tunggu, dari mana dia tahu namaku? Aku mulai mengumpulkan seluruh kesadaranku. Satu lagi, rasanya aku tidak asing dengan suara ini (==a) tapi... siapa ya?
“Yunho, Jung Yunho, masih ingat denganku?”

Uhuk... Uhuk... Uhuk...
Sialan, karena terlalu terkejut, aku tersedak, entahlah mungkin... liurku sendiri? Menjijikkan? Siapa peduli.
Dengan cepat aku berlari ke dapur, mengambil segelas air, dan meminumnya.
“Kau baik-baik saja?” ucapnya dengan nada menuntut?
“Ya, aku baik-baik saja Yunho-ssi. Hanya sedikit terkejut, bagaimana kau bisa mendapatkan nomor ponselku?”
Kudengar kekehan pelan. “Sudahlah, itu tidak penting. Aku hanya ingin tahu, apa hari minggu besok kau ada acara?”
“Minggu?” aku sedikit menerawang, “Tidak juga. Kenapa?”
“Bisakah kau menolongku?”
“Kalau aku mampu.”
“Tenang saja, hanya sebuah bantuan kecil.”
“Ehm... baiklah, apa yang bisa kubantu?”
“Menemaniku, mencari sebuah kado.”
“Kenapa tidak minta tolong pada Sung-Young?”
“Ehm... dia... sibuk berkencan dengan Yoochun.”
“Hahaha...” aku tertawa ringan, “Oke. Aku akan menemanimu, Yunho-ssi.”
“Ehm... terima kasih.”
“Santai saja. Yunho-ssi.”
“Maaf, sudah mengganggumu malam-malam.”
“Tidak apa-apa.”
“ Selamat tidur.”
“Selamat tidur juga.”

Setelah sambungan teputus, kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur.
Tapi sialnya, aku jadi tidak bisa tidur (==')
Kyaaa... (>.
Aku berguling-guling di atas tempat tidurku.
Hello! Orang beruntung macam apa aku ini? Tengah malam di hubungi oleh seorang Jung Yunho? Oh Tuhan... Hari minggu aku akan pergi dengannya?
Kugigit bibir bawahku, mencoba menahan luapan kegembiraan, yang berlebihan.
Tapi, kalau hanya mencari kado, kenapa minta tolong padaku? Ah... siapa yang peduli? Yang penting aku bisa pergi dengan Yunho.
Sayangnya ini bukan kencan ya? Ckckck... Kau terlalu berharap Lee Ji-Hee!
================

* Yunho POV *

Kupandangi ponselku. Ini sudah hari ketiga, sejak aku merayu Sung-Young, dan berhasil mendapatkan nomor ponsel yeoja itu. Tapi, aku masih belum mempunyai keberanian, untuk menghubunginya. Bukan, sebenarnya... aku tidak punya alasan yang tepat, untuk memulai pembicaraan dengannya.
Apa yang harus kulakukan? Kalau aku tiba-tiba menghubunginya, dan mengajaknya bertemu, bisa-bisa dia kabur, dan menganggapku tidak waras.
Well, aku memang sudah tidak waras! Semua ini karenamu Lee Ji-Hee.

“Yoboseyo.”
Gawat, tanpa sadar, aku memencet tombol untuk memanggil. Sekarang apa yang harus kulakukan?
“Yoboseyo...”
Tenang Yunho, tarik napas dalam. Sekarang aku harus mulai meyusun kata-kata(?) tidak hanya itu, otakku harus bekerja lebih cepat, bukankah aku ingin mengajaknya bertemu? Oke, biarkan semuanya mengalir.
“Ehm... Lee Ji-Hee?”
“Ya.”
“Ini aku.”
“Aku? Siapa?” bodoh! Mana mungkin dia tahu siapa aku. Oke, kau harus lebih tenang Yunho.
“Yunho, Jung Yunho, masih ingat denganku?”

Uhuk... Uhuk... Uhuk...
Kudengar suara batuk, apa yang terjadi? Apa aku telah membuatnya terbatuk seperti itu?
“Kau baik-baik saja?” tanyaku sedikit cemas.
“Ya, aku baik-baik saja Yunho-ssi. Hanya sedikit terkejut, bagaimana kau bisa mendapatkan nomor ponselku?”
Bagaimana aku bisa mendapatkannya? Tanpa sadar aku terkekeh pelan. “Sudahlah, itu tidak penting. Aku hanya ingin tahu, apa hari minggu besok kau ada acara?”
“Minggu?” dia diam sejenak, “Tidak juga. Kenapa?”
“Bisakah kau menolongku?”
“Kalau aku mampu.”
“Tenang saja, hanya sebuah bantuan kecil.”
“Ehm... baiklah, apa yang bisa kubantu?”
“Menemaniku, mencari sebuah kado.”
“Kenapa tidak minta tolong pada Sung-Young?”
Gawat, aku tidak siap dengan pertanyaan itu. “Ehm... dia... sibuk berkencan dengan Yoochun.” aku benar-benar asal menjawab.
“Hahaha...” kudengar dia tertawa ringan, “Oke. Aku akan menemanimu, Yunho-ssi.”
“Ehm... terima kasih.”
“Santai saja. Yunho-ssi.”
“Maaf, sudah mengganggumu malam-malam.”
“Tidak apa-apa.”
“Selamat tidur.”
“Selamat tidur juga.”

Kuhela napas pelan.
Semudah itu? Ternyata semudah itu? Kenapa tidak kulakukan sejak tiga hari yang lalu? Ah... ternyata, aku telah membuang-buang banyak waktu.
Kutatap langit-langit kamar.
Membantuku mencari kado? Untuk siapa? Benar-benar alasan yang tidak masuk akal. Bukankah aku bisa minta bantuan member yang lain? Atau mungkin... manajer hyung? Paling tidak, seperti kata Ji-Hee, aku bisa minta bantuan Sung-Young.
Hei-hei, kenapa aku jadi mencela kerja otakku sendiri?
Sudahlah, yang penting aku bisa mengajaknya pergi... kencan? Eh? Apakah ini termasuk ajakan kencan?
Meski tidak secara langsung, kuharap aku benar-benar bisa berkencan dengannya.
Menghabiskan waktu bersamanya? Bukan ide yang buruk, karena memang itulah yang kuharapkan.
===============

* JI-Hee POV *

Hari Minggu...

Kupatut diriku di depan cermin, mencoba melihat penampilanku.
Tidak buruk. Celana jeans abu-abu, dengan T-shirt putih, plus... bolero rajut, warna senada dengan jeans.
Gugup? Tentu saja. Hello, aku akan pergi bersama Jung Yunho, leader TVXQ. Kalau semua fansnya tahu, entah apa yang akan terjadi padaku.
Oke berfikir positif, semua akan baik-baik saja, toh aku hanya membantunya mencari kado, tidak lebih.
Aku jadi ingat pembicaraanku dengan Ri-Young, dan Sung-Young, dua hari yang lalu.

- Flashback, dua hari yang lalu -

“Mwo? Yunho oppa mengajakmu pergi?” teriak Sung-Young dengan penuh semangat?
“Hanya membantunya mencari kado.” aku meralat kata-katanya.
“Benarkah?” Sung-Young tersenyum lebar, yang menurutku terlalu lebar (==')
“Yunho bilang, kau ada kencan dengan Yoochun.”
Dengan cepat, Sung-Young menganggukkan kepalanya. “Aku memang ada kencan dengan Yoochun oppa.” dasar yeoja yang penuh semangat.
“Kenapa dia tidak meminta bantuanku saja? Bukankah aku juga teman Sung-Young? Satu lagi, bisa dipastikan, seleraku jauh lebih baik dari padamu.” ucapan khas seorang Ri-Young, yang penuh dengan kepercayaan diri.
“Kau berusaha menghinaku? Ri-Young-ssi?” aku mendengus pelan.
“Tidak juga. Hanya... merasa sedikit aneh.”
“Maksudmu?”
“Diantara sekian banya pilihan, kenapa dia meneleponmu tengah malam, hanya untuk meminta bantuan? Kurasa... ada sesuatu dibalik semua ini.” Ri-Young menyipitkan mata, mengusap-usap dagunya. Berlagak seperti detective?
“Itu karena Yunho oppa terlalu sibuk, makanya menelepon JI-Hee tengah malam.” membela oppanya ee...?
“Tidakkah kau berfikir, pergi jalan-jalan di hari minggu... adalah sebuah kencan.” aku sedikit tersentak, mendengar ucapan Ri-Young.
“Aku hanya berusaha membantunya.” ku kerucutkan bibirku.
“Sudahlah, oppa tidak akan berbuat macam-macam. Kau pergi saja dengan Yunho oppa. Jangan dengarkan Ri-Young.” Sung-Young menjulurkan lidahnya, ke arah Ri-Young.
Oke, mau-tidak mau aku mulai memikirkan kata-kata Ri-Young.
Apa aku akan berkencan? Ehm... kurasa begitu (^^v)
Tidak ada salahnya menyenangkan hati sendiri hahaha...

- End of Flashback -

Someday I'll lay my love on you
Baby I don't wanna lose it now
Just one, nuhboon eengur
unjenga ooree man nan narchuhrum


Aku sedikit tersentak, saat mendengar ponselku berbunyi.
Sebuah senyuman tersungging di sudut bibirku, saat kulihat nomor milik Yunho muncul di layar ponselku.
“Yoboseyo.”
“Ji-Hee, kau sudah siap?”
“Sudah. Aku harus menemuimu di mana?”
“Temui aku di bawah.”
“Eh?”
“Hahaha...” kudengar Yunho tertawa keras. “Sekarang aku ada di depan apartementmu.”
“Mwo?” sontan aku membelalakkan mata.
Apakah ini sebuah pertanyaan bodoh? Tapi, bagaimana dia tahu di mana apartementku?
Oke, sepertinya aku harus menyimpan pertanyaan itu untuk diriku sendiri.
----------------------------

Kami -Aku, dan Yunho- sudah berputar-putar ke beberapa toko.
Pada akhirnya, untuk ketiga kalinya, kami terdampar di sebuah toko boneka.
“Bagaimana kalau boneka ini?” kusodorkan sebuah boneka kelinci yang sangat lucu pada Yunho.
“Menurutmu dia akan suka?”
Aku menganggukkan kepala, sambil tersenyum. “Aku pernah mendengar, saat kita bingung mau memberi hadiah pada seseorang, sebaiknya pilih saja hadiah yang kita sukai.”
“Hahaha...” Yunho tertawa renyah, sambil mengacak rambutku pelan. “Baik, kuambil boneka ini.”
Perlu kalian ketahui, jantungku berdebar cukup kencang, saat menerima semua perlakuan lembutnya. Ya Tuhan... jangan biarkan aku memiliki perasaan terlalu dalam padanya. Aku kan masih sayang nyawa (_ _') lagipula, tidak akan kubiarkan diriku patah hati hohoho...
“Bagaimana kalau kita jalan-jalan ke taman hiburan?”
Kuraih lengan Yunho dengan cepat, “Kau... bagaimana kalau ada yang mengenalimu?”
“Aku kan sudah menyamar.” kutatap wajah Yunho dengan tidak yakin.
Oke, kalian harus melihat penyamaran Yunho! Sebuah topi, dan kacamata hitam? Ternyata, dia orang yang cukup santai.
“Kita cari makan saja.” ayolah, aku tidak ingin terlibat, jika nanti dia dikejar-kejar oleh fans. “Aku lapar Yunho-ssi.” ku keluarkan jurus puppy eyesku. Semoga berhasil.
“Baiklah, kau menang tuan putri.” Kusunggingkan senyuman termanisku. “Tapi setelah ini, temani aku ke toko kaset. Aku mau membeli beberapa film.”
“Siap bos.” kuancungkan jempolku padanya.

Kalau boleh kukatakan, pergi dengan Yunho merupakan sebuah mimpi indah.
Dia orang yang sangat menyenangkan, dewasa, tapi juga... sedikit konyol kekeke~
Well, sejauh ini, dia masih idola favoriteku. Bahkan mungkin... aku semakin menyukainya hehehe...
Jung Yunho. Haruskah aku berterima kasih? Karena telah memberikan satu hari paling indah dalam hidupku. Aish... kenapa kata-kataku jadi menjijikkan seperti ini? (==')
===============

* Author POV *

Dua Hari Kemudian...

Someday I'll lay my love on you
Baby I don't wanna lose it now
Just one, nuhboon eengur
unjenga ooree man nan narchuhrum

Ji-Hee berlari mencari sumber suara.
“Aish... aku lupa menaruh ponselku.” Ji-Hee mengeluarkan semua isi tasnya. “Ketemu.” ucapnya riang.
Tanpa melihat siapa yang meneleponnya, Ji-Hee langsung mengangkatnya.
“Yoboseyo.”
“Lee JI-Hee?”
“Ya.”
“Bisakah kau menolongku?”
“Siapa ini?”
“Lee Donghae.”
“Oh, kau Lee Donghae-ssi. Kupikir kau tidak akan menghubungiku.”
“Kau berharap aku menghubungimu?”
“Eh? Bukan seperti itu.” Ji-Hee mengibaskan tangannya. “Apa yang bisa kubantu?”
“Turunlah ke bawah!”
“Eh?”
“Aku ada di depan apartementmu.”
Ji-Hee mengerjapkan mata beberapa kali.

“Oke, aku memang pernah bertemu dengannya di sekitar sini. Tapi, bukan di depan apartement bukan? Jadi bagaimana dia tahu apartementku? Apakah ini salah satu keuntungan menjadi sahabat Sung-Young?” gumam Ji-Hee dalam hati.
Dengan cepat Ji-Hee berlari ke arah Donghae yang sedang duduk di atas motornya.
“Donghae-ssi? Apa yang kau lakukan di sini?”
“Naiklah!”
“Eh?”
“Cepat naik!”
Dengan perasaan bingung, Ji-Hee menuruti kata-kata Donghae.

“So, kenapa kau mengajakku ke restaurant ini?” Ji-Hee memincingkan matanya.
“Aku tidak suka makan sendiri.” jawab Donghae enteng.
Ji-Hee menatap Donghae dengan cemberut. “Harusnya kau bilang dari awal.”
“Apa dengan begitu kau akan menemaniku?”
Ji-Hee memutar bola matanya. “Kalau aku sedang baik hati, aku bisa saja membuatkanmu makanan.”
“Benarkah?”
Ji-Hee tersenyum, sambil menganggukkan kepalanya. “Aku cukup pintar memasak lho. Setidaknya kau tidak akan keracunan.” JI-Hee terkekeh pelan. “Ehm.. Hitung-hitung, aku melunasi hutangku padamu.”
“Bodoh! Dengan duduk menemaniku makan malam seperti ini, kau sudah lebih dari melunasi hutang. Hey! Bukankah kita terlihat seperti berkencan? Sebuah makan malam romatis.” gumam Donghae dalam hati.
“Akan segera kutagih janjimu.” Donghae mengerlingkan matanya. “Kau harus membuatkanku makanan paling enak di dunia.” Donghae tersenyum lembut.
“Siapa takut?” Ji-Hee terkekeh pelan, merasa tertantang.
Donghae terus tersenyum, matanya tidak pernah lepas dari wajah Ji-Hee.

*** TBC ***

Hahahaha... *lagak ala pahlawan bertopeng(?)*
Keluar juga part 2 fufufu~
Ada yang nunggu My Story di publish? *KAGAK* Sudah kuduga! Wokeh dah... ini bisa jd part terakhir kok wkakaka... *langsung ditabok Rinko, dan Link* T____T
Makin aneh? Gak menarik? Bingung? Sama, aku juga bingung wkakaka... #Plakkk...
Penasaran ma lanjutannya? Selamat menunggu pek karatan, lumutan, jamuran, panuan, kutuan wkakaka~buuuurrr....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar