Selasa, 20 September 2011

«» Beautiful Life ® Chapter 2 «»

Author : Me aka Reni Yunhae Uknow
Main Cast : Lee Ji Hee
                     Jung YunHo as Jung YunHo
                     Lee DongHae as Jung DongHae
Support Cast : Shin Hyun Gi
                           Kang So Hwi
                           LeeTeuk
                           Cho KyuHyun
Genre : Drama-Romance / Straight
Rated : PG-13
Length : Chapter 2 / Of ?
Disclaimer : Plot, ide cerita cmn milik author, kagak ada yang boleh protes! *langsung di tendang ke surga(?)
* Cerita ini hanya karangan fiktif belaka, jika ada kesamaan, Nama(?) *maaf, ini mah sengaja, aku emg pke namkor temen2ku :P* Karakter(?) *mungkin aja kan?* Tempat(?) *ya... siapa tahu?* Peristiwa(?) *ehm... kayaknya kemungkinan kecil dah wkakaka...*
Hey! Siapa suruh kebetulan mirip ma imajinasiku? Nah... lho? *Langsung digorok massa*
Well, happy reading aja dah (^^v)

====================

* Ji-Hee POV *


“Sudahlah. Yang penting, turuti kata-kataku, jangan pernah berhubungan dengan Kyuhyun!”
“Siapa kau? Sudah kubilang kau tidak berhak mengaturku!”
“Baik. Mulai detik ini kau adalah yeojachiguku. Jadi, aku berhak melarangmu dekat dengan namja manapun.”
Aku membelalakkan mata lebar. “Mwo?”
“Jangan bereaksi terlalu berlebihan.”
“Aku? Berlebihan katamu? Kau benar-benar sudah gila!”
“Kenapa?” tanyanya sambil mengeryitkan dahi.
Bisa kulihat, perlahan tubuhnya mulai mendekatiku, secara refleks aku berusaha mendorong tubuhnya, meskipun itu tidak berpengaruh lebih.
“Siapa juga yang mau menjadi yeojachigumu?”
“Tentu saja kau.”

“Sayang sekali, aku tidak tertarik! Tuan Jung.” ya Tuhan... tolong keluarkan aku dari situasi ini. Perutku sakit, kurasa... aku benar-benar kelaparan (T__T)
“Tidak peduli kau tertarik atau tidak. Sudah kuputuskan, kau... Lee Ji-Hee, mulai sekarang adalah yeojachiguku.”
Oke, aku sudah tidak peduli dengan semua omong-kosongnya. Karena saat ini, aku hanya mampu merasakan... perutku yang sangat sakit (T__T)
“Ji-Hee, kau dengar kata-kataku?” tak kuhiraukan semua ucapannya. Dengan tubuh yang terasa lemas, aku mulai berjongkok, mungkin... ini bisa mengurangi rasa sakit yang kurasakan. “Hya! Ji-Hee! Kau kenapa? Wajahmu terlihat pucat. Kau sakit?”
“Perutku... sakit...” bisikku lirih.
--------------

Bisa kurasakan ada sebuah tatapan tajam yang mengarah padaku. Dengan sedikit ragu-ragu, aku mulai melirik sebelah kananku, melalui ekor mataku.
“Bisakah kau berhenti menatapku seperti itu? Donghae-ssi?”
“Diam! Dan makan saja makanan di depanmu itu.”
“Aku memang sedang makan. Kau tidak lihat?” tukasku, sedikit tajam.
“Kau... Aish! Kau sudah membuatku panik, dan ini salah satu bentuk rasa terima kasihmu padaku?”
“Lucu! Kenapa aku harus berterima kasih padamu? Lagipula, semua ini gara-gara siapa?” gerutuku lirih.
Kulihat Donghae memutar kedua bola matanya. Aish! Namja ini! Kenapa selalu bersikap seperti itu padaku? Memangnya apa salah dan dosaku(?). Oke, aku sedikit berlebihan, tapi sikapnya juga tidak bisa dikatakan normal bukan?
“Bagaimana perutmu?”
“Ne?”
“Apa masih sakit?”
Sejenak, kusentuh perutku, “Sudah jauh lebih baik.”
“Kau selalu merasakan sakit seperti itu?”
“Ehm... terkadang.” eh? Kenapa raut wajahnya seperti itu? “Kau tenang saja. Hanya asam lambung yang sedikit tinggi, setelah makan, dan minum obat, keadaanku akan pulih kembali.” kali ini, kuberikan senyuman tulusku padanya. Aku sedikit tidak enak, karena telah membuatnya... merasa khawatir.
“Jangan sampai sakit lagi. Kau mengerti?” apa aku tidak salah dengar? Kenapa nada bicaranya menjadi lembut? Tidak, ini terlalu lembut, dan jujur saja, aku sedikit tersentuh dengan niat baiknya. Ternyata... dia tidak seburuk, seperti yang kupikirkan selama ini.
==============


“Lee Ji-Hee! Apa-apaan kau?” Aku tersentak, saat tiba-tiba, Donghae merebut makanan yang ada di hadapanku. “Ini Tteokbokki? Kau sudah gila?” bisa kulihat, Hyun-Gi yang saat ini ada di hadapanku langsung mengeryit, dan memberikan tatapan penuh tanya padaku. “Kau tidak boleh makan makanan pedas!” oke, kurasa... hampir seluruh pasang mata yang ada di kantin ini, tengah mendapatkan sebuah tontonan gratis. Dan itu semua karena ulah tidak wajar dari seorang Donghae? Ya Tuhan... Mimpi apa aku semalam?
“Dongahe-ssi...” ucapku selembut mungkin. “Bisa kau turunkan sedikit... saja volume suaramu?”
Donghae mendengus pelan. “Kau tunggu sebentar, aku akan membelikanmu makanan yang lain.” kenapa aku merasa... sepertinya, dia tidak menghiraukan kata-kataku? (==') Apakah... sikap angkuhnya telah kembali?


“Ada yang ingin kau ceritakan padaku? Ji-Hee-ssi?” ada apa lagi ini? Kenapa Hyun-Gi bicara dengan nada seperti itu?
“Apa yang ingin kau ketahui?”
“Semuanya.”
Kuputar bola mataku. “Kemarin, secara kebetulan, aku sedang bersamanya saat maagku kambuh.”
“Mwo? Kemarin maagmu kambuh? Dan sekarang kau mau makan Tteokbokki?”
“Ada yang salah?”
Pletakkk...
“Hya! Kenapa memukul kepalaku?”
“Agar otakmu bekerja dengan baik.” Hyun-Gi berdecak kesal. “Kalau aku tahu, sudah pasti aku akan melarangmu membeli Tteokbokki.”
“Tapi... aku kan ingin makan Tteokbokki.”
“Kau mau cari mati?” kukerucutkan bibirku, saat mendengar kata-katanya. “Ji-Hee-ya... aku tahu kau suka makan makanan yang pedas, tapi... biarkan kondisimu pulih lebih dulu. Setidaknya, selama seminggu ini, kau tidak boleh menyentuh makanan pedas.”
“Mwo? Hyun-Gi-ya... kau mau membunuhku?”
“Itu demi kebaikanmu sendiri. Babo!”


Tukkk...
Aku mengeryitkan dahi, saat melihat sepiring makanan telah tersaji di hadapanku. Sejurus kemudian, aku mendongak, menatap Donghae, dengan wajah lemas.
“Gimbap, jauh lebih baik daripada Tteokbokki.” ucapnya, sambil tersenyum lembut, yang... kemungkinan besar bisa membuat ribuan(?) yeoja berteriak histeris. Apa kata-kataku sedikit memuakkan? Aku sendiri merinding saat memikirkannya (=_=)
“Terima kasih, kau telah menghawatirkan Ji-Hee.” Hyun-Gi mewakiliku berterima kasih? Well, kurasa dia merasa tidak enak pada Donghae, karena melihat tampangku yang kecut ini.
“Tidak perlu berterima kasih. Karena memang, sudah seharusnya aku melakukan ini.” aku memincingkan mataku, apa maksud ucapannya?
“Maksudmu?” tanya Hyun-Gi, sambil melirik kami -Aku, dan Donghae- secara bergantian.
Aku tersentak, saat merasakan tangan kekar Donghae, mengusap rambutku dengan lembut.
“Aku hanya tidak ingin melihatnya kesakitan seperti kemarin.” saat ini, semua pikiranku benar-benar terasa kosong, satu-satunya hal yang bisa ditangkap oleh otakku adalah... aku menatap wajahnya, sambil membuka mulutku lebar. Benar-benar terlihat seperti seorang idiot bukan?
--------------


“Sebenarnya... apa yang telah terjadi antara kau dan Donghae?” tanya Hyun-Gi, saat kami berjalan menuju kelas.
“Aku sendiri tidak mengerti.”
“Apa yang kau sembunyikan?”
“Tidak ada. Hanya saja... kemarin, Donghae sedikit memaksaku untuk jadi yeojachingunya.”
“Mwo?”
“Aish! Hyun-Gi! Kecilkan suaramu.”
“Kau? Apa maksud ucapanmu tadi?”
Kukedikkan bahuku pelan. “Begitulah...”
“Bicara yang jelas!”
Kuputar bola mataku, saat mendengar nada menuntut dari seorang Shin Hyun-Gi. “Buang jauh-jauh adegan romantis yang ada dalam pikiranmu. Karena aku... menolaknya.”
“Benarkah? Tapi, kenapa dia menunjukkan hal yang... berbeda?”
“Maksudmu?”
“Dia... seolah ingin menunjukkan pada semua orang, bahwa kalian punya satu hubungan khusus.”
“Aku tidak peduli. Toh aku sudah menolaknya.”
“Bagaimana kalau dia berpikir sebaliknya?”
“Tidak ada orang yang berpacaran, hanya karena keputusan sepihak.”
“Itu menurutmu.”
“Hyun-Gi, tolong jangan berpikir macam-macam. Ingat aku telah memiliki seorang 'tunangan' dan tinggal hitungan hari, aku... akan segera bertemu dengannya.”
“Tidak ada yang tahu, apa yang akan terjadi nanti.”
“Karena itulah, aku masih ingin memegang teguh semua keputusanku.” aku tersenyum, dengan penuh ketulusan.


“Well, aku sedang menunggu ceritamu.” kutatap wajah Hyun-Gi dengan penuh antusias.
“Cerita?”
“Kenapa kemarin kau pulang lebih awal?”
Detik itu juga, Hyun-Gi mendengus kesal. “Bukan cerita yang menarik.”
“Tapi aku tertarik.”
“Ji-Hee.” Hyun-Gi menghela napas pelan. “Kemarin, aku hanya disuruh umma kebandara, menjemput anak dari salah satu sahabatnya. Rencananya dia akan pindah kemari, melanjutkan studinya di Universitas Korea.” Hyun-Gi menatapku tajam. “Jangan tanya bagaimana perasaanku! Saat ini aku sedang kesal. Karena harus berbagi lantai dua dengan orang itu.”
“Berbagi lantai dua? Namja or yeoja?”
“Kenapa begitu tertarik?”
“Jawab saja.”
“Namja.”
“Hyun-Gi... apa dia tampan?”
“Bukankah kau bilang tidak tertarik dengan hal-hal seperti ini?”
“Aku memang tidak terlalu tertarik. Tapi... mungkin saja kau tertarik.” aku terkekeh pelan. “Apa dia termasuk tipemu? Siapa namanya?”
“Namanya LeeTeuk. Puas? Jangan tanya lebih jauh dari ini! Karena bagiku, semuanya masih terlalu dini.”
Kukedikkan bahuku pelan, “Ya sudah, aku tidak akan bertanya.” kugerakkan tanganku, sebagai isyarat mengunci mulut rapat-rapat. “Well, aku hanya akan menjadi penonton setia kekeke~” detik itu juga, Hyun-Gi mendengus kesal.
==============


Kuhela napas pelan, saat menyusuri koridor sekolah, menuju perpustakaan.
Beberapa hari ini, benar-benar menjadi hari yang cukup sulit bagiku. Kalian tahu? Sikap Donghae semakin aneh, selalu muncul tiba-tiba di sekitarku, seperti hantu saja (==') membuat kepalaku rasanya mau pecah.
Satu hal yang ada dalam pikiranku saat ini, bagaimana caranya agar aku bisa menahindarinya? Tidak mungkin aku meminta pindah kelas bukan? Apalagi sebentar lagi kami akan naik kelas. Rasanya itu benar-benar mustahil.
Lagi-lagi kuhela napas pelan, aku tidak ingin semua orang salah paham dengan hubungan kami. Hello, bagaimanapun juga aku sudah menolaknya bukan? Apa yang harus kulakukan?
Tunggu dulu! Jika aku tidak bisa menolaknya secara halus, satu-satunya cara adalah bersikap tegas. Benar. Akan kukatan padanya kalau aku telah memiliki seorang 'tunangan', dengan begitu, perlahan dia akan menjauhiku bukan?


“Donghae oppa...”
Langkahku langsung terhenti saat kudengar suara seorang yeoja yang melengking tinggi. Kalian tahu apa yang menarik perhatianku? Tentu saja karena nama Donghae yang disebut.
Aku berjalan mengendap-endap, kuedarkan pandangan pada seluruh bagian dari koridor yang sepi. Tolong jangan salah paham, aku hanya tidak ingin ikut campur, dan secepatnya pergi jauh dari sini.
“Donghae oppa. Kau mau kemana?”
Owh... sial! Sepertinya aku harus putar jalan, karena saat ini, dua sosok itu ada di depanku.
“Kang So-Hwi, bisakah jangan selalu mengikutiku?”
“Kenapa?” suara So-Hwi terdengar lirih. “Oppa, kau marah padaku?”
Oke, aku tidak sengaja mencuri dengar pembicaraan mereka.
“So-Hwi, aku hanya tidak ingin... orang lain jadi salah paham.”
Cih! Bukankah kau juga selalu mengikutiku? Harusnya kau tahu bagaimana perasaanku bukan? Aish! Sebaiknya aku cepat-cepat pergi dari sini.
“Apa kau akan menemui Ji-Hee unnie?”
Seketika, aku menghentikan langkahku. Apa-apaan ini? Kenapa namaku dibawa-bawa? Tanpa pikir panjang, aku bersembunyi di balik dinding. Oke, bukan salahku mencuri dengar pembicaraan mereka. Siapa suruh menyangkut-pautkan diriku?
“Kurasa, itu bukan urusanmu.”
“Oppa. Sebenarnya apa hubunganmu dengan Ji-Hee unnie?”
Mwo? Hubungan? Apa maksudnya?
“Bukankah kau sudah tahu jawabannya?”
(=_=) Sebenarnya apa maksud namja ini?


“Oppa, kau menyukainya?”
“Lebih dari itu. Dia... yeojachiguku.”
Mwo? Aku membelalakkan mata lebar, kubekap mulutku erat-erat. Dia... namja ini benar-benar sudah tidak waras! Aku... harus segera meluruskan kesalah pahaman ini. Aish! Kenapa di dunia ini harus ada namja menyebalkan seperti dia? Benar-benar menyusahkan.
Eh? Kenapa tidak ada suara lagi? Perlahan, aku memiringkan kepalaku sedikit, sekedar untuk mengintip mereka.
(O_o) wow, kalian tahu apa yang saat ini kulihat? Kang So-Hwi memeluk tubuh Donghae dari belakang.
“Oppa... kenapa kau melakukan ini padaku? Apa yang salah dengan diriku?”
Sepertinya Donghae berusaha melepaska pelukan itu, tapi... So-Hwi semakin mempererat pelukannya?
“So-Hwi, tolong jangan bersikap seperti ini!”
“Oppa...” eh? Suaranya bergetar? Jangan-jangan dia menangis?
Donghae menyentuh lengan So-Hwi, sejurus kemudian, kulihat Donghae berbalik, dan sekarang, mereka saling berhadapan.
“So-Hwi, kau yeoja yang baik, kau pantas mendapatkan orang yang... jauh lebih baik dariku.” kulihat... Donghae berusaha menyeka air mata So-Hwi.


“Aku tidak butuh orang lain.”
“So-Hwi, dengarkan aku baik-baik. Aku menyukaimu.” detik itu juga kulihat So-Hwi mendongak, “Tapi... rasa sukaku padamu, jauh berbeda, dengan rasa sukaku pada Ji-Hee.” hey! Kenapa membawa namaku lagi? (==') “Kau, sudah kuanggap seperti dongsaengku sendiri. Aku tidak mungkin memiliki perasaan lebih dari itu. Jadi kumohon, berhentilah mengharapkanku.”
“Oppa... kau pikir itu mudah?”
“Entahlah... aku juga tidak tahu. Tapi... ini semua demi kebaikanmu. Kumohon... turuti kata-kataku.”
“Oppa, aku...”
“Tolong jangan mempersulit keadaan. Aku tidak ingin... kau merasa terluka lebih dari ini.” kulihat Donghae mengusap rambut So-Hwi dengan penuh kelembutan.
Kuhela napas pelan, jujur saja, aku merasa sedikit iba pada kondisi So-Hwi saat ini. Entah apa yang akan kulakukan, jika aku berada dalam posisinya.
Gawat, terlalu fokus dengan pikiranku sendiri, aku tidak sadar, sejak kapan Donghae berjalan ke arahku? Bagaimana ini? Apa aku masih punya kesempatan untuk kabur? Hey! Kenapa dia menatapku seperti itu? Tatapan mata yang penuh dengan kelicikan? Ya Tuhan... tolonglah hambamu ini...
--------------


Oke, aku tahu, mencuri dengar pembicaraan orang lain itu salah. Tapi bukan berarti aku bisa diseret-seret seperti ini (T__T)
Brukkk...
Donghae menyudutkan tubuhku pada dinding, di ujung koridor yang sepi. Bukan hanya itu, kedua tangannya bertumpuh pada dinding, mengunci seluruh ruang gerakku.
“Apa yang kau lakukan di sana?”
“Awalnya... aku hanya ingin pergi ke perpustakaan.”
“Kau dengar pembicaraan kami?”
“Maaf, aku benar-benar tidak sengaja.”
Kulihat Donghae mengerutkan dahinya. “Tidak sengaja? Lantas, kenapa tidak langsung pergi?”
“Aku...” kugigit bibir bawahku. “Ehm... sedikit penasaran.” ku jawab dengan jujur. Saat itu juga, kulihat Donghae tersenyum dengan... polos? “Ada apa denganmu?”
“Jangan-jangan... kau cemburu? Makannya terus mengawasi kami?”
“Mwo? Bicara apa kau ini? Aku tidak...”


Chu~
(O.o) Dia... bibirnya... menempal pada pipi kananku?
“Hya! Apa yang kau lakukan?” aku berusaha mendorong tubuhnya.
“Kenapa? Kau yeojachiguku bukan?”
“Bukan!”
“Apa maksudmu?”
“Donghae-ssi, dengar...”
“Jangan memangilku seperti itu! Aku tidak suka.”
Kuputar bola mataku. “Terserah.”
“Aku bersungguh-sungguh. Jika kudengar kau memanggilku seperti itu lagi, bersiap-siaplah menerima hukuman.”
Aish! Dasar namja ini! Selalu saja seenaknya sendiri.
“Oke, pembicaraan kita mulai melenceng.” kutatap wajah Donghae dengan tajam. “Kutegaskan padamu, aku bukan yeojachigumu! Itu semua hanya keputusan sepihak! Diantara kita, sama sekali tidak ada hubungan special!”
“Benarkah?”
“Aku serius! Oke, kau harus tahu satu hal. Aku tidak bisa menjadi yeojachigumu karena aku telah...”


“Donghae. Akhirnya aku menemukanmu. Apa yang kau lakukan di sini?”
Aish! Kenapa orang ini muncul disaat yang tidak tepat? Perlahan, kumiringkan kepalaku -karena, pandanganku terhalang oleh wajah seorang Donghae- mencoba melihat siapa yang orang itu.
“Upsss... maaf, apa aku mengganggu kalian?”
“Sangat!”
Detik itu juga, aku dan Donghae saling pandang, karena tanpa sadar, kami mengucapkan kata yang sama.
“Ah... sekali lagi aku minta maaf, telah mengganggu kesenangan kalian. Lanjutkan saja, aku pergi dulu.”
Mwo? Kesenangan? Apa maksudnya?
“Tunggu dulu. Hankyung, kau salah paham, maksudku...”
Sialan! Kenapa Donghae membekap mulutku?
Kucoba memukul lengannya, meskipun aku tahu, hasilnya bisa dibilang sia-sia. Hey! Apa-apaan ini? Kenapa Donghae memeluk tubuhku? bukankah dengan begini, akan semakin... membuat orang salah paham? (T__T)
“Hankyung, kenapa kau mencariku?”
Untuk sejenak, kulihat Hankyung menatapku. “Oh... Pelatih menyuruh kita semua berkumpul di lapangan, sekarang.”
“Ehm... hari ini, bolehkah aku absen?”
“Donghae-ya... kau kan kapten tim basket. Jangan coba-coba melakukan hal itu.” lagi-lagi Hankyung melirik ke arahku. Hey! Jangan hanya melihatku! Tolong selamatkan aku!
“Kuserahkan posisi kapten padamu.”
“Jangan bercanda! Baiklah, kau boleh terlambat, tapi jangan coba-coba untuk absen. Ingat pertandingan sudah semakin dekat.”
“Iya-iya... aku akan segera menyusukmu.”
Mwo? Hankyung! Jangan pergi! Kau benar-benar tidak mau menolongku? (T__T)


“Aku harus pergi.” bisa kurasakan, Donghae mulai melepaskanku. “Kita bicara lagi nanti.”
Tidak-tidak, aku harus mengatakannya, saat ini juga.
“Donghae-ssi...”
“Kau benar-benar minta dihukum?”
Eh? Apa maksudnya?
Kuputar kedua bola mataku, lagi-lagi dia menyudutkanku di dinding, kembali mengunci ruang gerakku.
Apa lagi sekarang? Kenapa wajahnya semakin mendekat padaku? Ya Tuhan... aku bisa merasakan hembusan napasnya. Tidak-tidak Ji-Hee, buang jauh-jauh pikiran konyolmu! Ingat kau tidak boleh mempunyai perasaan khusus padanya.
“A... apa yang... mau kau lakukan?” ucapku sedikit terbata. Dan dia, bukannya menjawab, hanya memberikan senyuman... liciknya(?) padaku.
Chu~
Apa yang harus kukatakan? Rasanya... aku benar-benar ingin menangis (T__T) Dua kali dia mengecup pipi kananku? Dan aku... kenapa tidak bisa mencegahnya?
“Ji-Hee-ya... jika sekali lagi kau memanggilku dengan cara formal, aku tidak akan segan-segan melakukannya di sini.” Aku membelalakkan mata lebar, saat telunjuknya menempel pada bibirku. “Ingat itu baik-baik!” bisiknya lirih.
Rasanya... seluruh nyawaku kembali terkumpul, saat dia beranjak pergi dari hadapanku. Ya Tuhan... apa-apaan itu?
“Jung Donghae... aku benar-benar membencimu!” tanpa sadar aku telah berteriak histeris.
==============


Kuhela napas pelan, saat melihat kalender di kamarku.
“Besok malam...” kuhempaskan tubuhku di atas tempat tidur.
Kira-kira, apa yang akan terjadi dengan besok? Rasanya... aku sedikit berdebar-debar. Tunggu dulu! Bagaiman jika 'tunangan'ku orang yang... Botak? Bincit? Banci? Oh... tidak! Buang jauh-jauh pikiran burukmu Ji-Hee. Tidak mungkin appa menyodorkanmu pada sesuatu yang tidak layak pakai(?) Gila! Memangnya kau mau mengambil barang? Aish! Lee Ji-Hee... ada apa denganmu? Sepertinya kau sudah mulai tidak waras!
Kubenamkan kepalaku diantara tumpukan bantal. Bukankah masih ada satu hal, yang mambuat pikiranku kacau? Apalagi kalau bukan Donghae? Jujur, aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa? Aish! Kenapa aku tidak memiliki kesempatan, untuk mengatakannya pada Donghae? Tapi... ada baiknya dia sibuk dengan latihannya, setidaknya... untuk beberapa hari ini, tidak ada yang menggangguku hehehe... (^^v)
Ngomong-ngomong soal mengganggu, aku... sedikit risih dengan sikap So-Hwi. Meskipun dia tidak tahu, kalau aku telah mencuri dengar pembicaraannya dengan Donghae. Tapi... sepertinya dia sedikit kikuk saat menyapaku. Hello, Donghae bukan siapa-siapaku. Kenapa dia bersikap seperti itu?
Ah... Hwaiting Ji-Hee! Kau pasti bisa menghadapi semua ini.
==============


Kupandangi bangunan besar, yang saat ini ada di depanku. Semua perasaan berkecambuk dalam benakku. Entahlah... meski aku telah mempersiapkan diri, tapi... jujur saja, aku benar-benar merasa gugup.
“Ji-Hee... kita sudah sampai.” suara appa membuyarkan seluruh lamunanku.
“Kita turun?” umma memandangku dengan sorotan... cemas?
Kupejamkan mataku untuk beberapa saat. Inilah keputusanku, aku tidak akan mengcewakan kedua orang tuaku. Perlahan, kubuka kedua mataku, kutatap wajah kedua orang tuaku, dengan cepat, kusunggingkan sebuah senyuman tulus untuk mereka.
“Aku sudah siap.” ucapku mantap.
--------------


Sesaat, setelah memasuki rumah, kulihat seorang pria, sepertinya pengurus rumah membungkukkan badannya pada kami.
“Selamat datang.” ucapnya dengan ramah. “Kalian bisa memanggilku pengurus Kim. Jika ada yang kalian butuhkan, saya siap membantu.”
“Terima kasih. Pengurus Kim.” ucap appa, tidak kalah ramah.
“Tuan, dan Nyonya Lee, Tuan besar sudah menunggu kalian di ruang kerjanya.” sejurus kemudian, pengurus Kim mengalihkan pandangannya apdaku. “Dan anda, nona Lee, silahkan menunggu di ruang tengah.”
“Ruang tengah?”
“Saya akan mengantar anda.” pengurus Kim tersenyum padaku.
“Terima kasih.”
Well, sepertinya... semua penghuni rumah ini adalah orang-orang yang baik. Kenapa aku bicara seperti itu? Tadi, saat kami -Aku, dan orang tuaku- baru sampai, beberapa pengurus rumah, menyambut kami dengan hangat.
Sejenak, aku menatap wajah kedua orang tuaku. Kurasa... mereka benar-benar memilihkan yang terbaik bagiku.
Appa, umma... aku sangat menyayangi kalian. Terima kasih telah memberikan... segalanya yang terbaik dalam hidupku. Sebisa mungkin, aku tidak akan pernah mengecewakan kalian.
--------------


Aku duduk di salah satu sofa panjang.
Aku mendesah pelan. Tidak ada siapa-siapa disini, aku hanya sendirian, apakah umma dan appa masih lama? Lagi-lagi aku mendesah pelan.
Kuedarkan pandanganku ke segala penjuru arah. Ruangan ini cukup luas, dari sini, melalui kaca besar, yang digunakan sebagai penyekat, aku bisa melihat sebuah taman kecil.
Kembali kuedarkan pandanganku, jujur saja, aku kagum dengan... siapapun desainer ruangan ini. Sebuah dekorasi unik, bergaya minimalis, ada beberapa prabotan modern, namun, tidak meninggalkan kesan artistiknya. Siapapun pasti setuju, kalau kukatakan bahwa ruangan ini... terkesan hangat.
Errr... aku sedikit penasaran, dengan salah satu lukisan abstrak, yang tergantung di salah satu dinding, di tengah ruangan.
Dengan cepat, aku berjalan mendekari lukisan itu, untuk melihatnya lebih jelas.
Entah kenapa, aku merasa tertarik dengan lukisan ini, meskipun aku tidak begitu mengerti tentang lukisan, tapi... bagi penglihatanku, setiap detailnya, terkesan sangat unik.


“Apa yang sedang kau lihat?”
Aku sedikit merinding, saat mendengar suara lembut seorang namja, tepat di telinga kiriku. Detik itu juga, aku langsung menoleh.
“Donghae-ssi?”
“Aish! Sudah kubilang jangan memanggilku seperti itu.” kulihat Donghae mengerucutkan bibirnya, sedikit merajuk?
“Maaf.”
“Sepertinya... kau harus diberi hukuman?”
Aku mengerjapkan mata beberapa kali, secara refleks, langsung melangkah mundur, saat dengan sengaja dia mendekatkan tubuhnya padaku. “Ma... mau apa kau?” ya Tuhan... kenapa aku tidak bisa menyembunyikan tiap getaran dalam nada suaraku?
“Kenapa? Kau takut?”
Hey! Apa-apaan senyumannya itu? Dan lagi, aku bisa melihat dengan jelas, sorotan jahil di matanya.
“Aku...”
“Atau jangan-jangan... kau memang ingin dihukum?”
“Mwo? Yang benar saja! Apa kau pikir aku sudah tidak waras?”
“Ehm... mungkin.”
Dukkk...
Sial! Kenapa ada meja di sini? Aku benar-benar mengutuk siapapun yang menaruh meja ini. Ya Tuhan... tolong selamatkan aku dari situasi ini...


“Hyung. Jangan menggodanya seperti itu!”
Detik itu juga aku menoleh, dan langsung membelalakkan mata lebar, saat melihat seorang namja berdiri di ambang pintu.
“Cho Kyuhyun?” pekikku tertahan.
“Hai.” Kyuhyun melambaikan tangannya padaku. “Akhirnya, kita bisa bertemu lagi, Lee Ji-Hee.”
Saat aku hendak mengajukan pertanyaan lebih lanjut, kulihat seorang yeoja -yang dari bajunya, bisa kupastikan dia adalah salah seorang pengurus rumah- menghampiri Kyuhyun, sambil membawa sebuah kotak.
“Tuan muda, ada sebuah kiriman-paket untukmu.” ucap yeoja itu, sambil menyerahkan selembar kertas pada Kyuhyun.
“Terima kasih.” Kyuhyun tersenyum, sesaat, setelah dia membaca kertas tersebut. “Bisa tolong kau letakkan di kamarku?”
“Tentu saja, tuan muda.”
Kalau boleh jujur, aku masih bingung dengan situasi ini. Tuan muda? Kamar? Kyuhyun? Donghae? Bukankah... setahuku mereka tidak terlalu akur? Tapi...
“A... apa yang kalian lakukan di sini?”
Kulihat Dongahe melirik Kyuhyun sekilas, kemudian mengedikkan bahunya. “Bukankah itu pertanyaan bodoh?” ucap Donghae, sambil menghempaskan tubuhnya di sofa terdekat.
“Ne?” aku memiringkan kepalaku, benar-benar tidak mengerti apa maksudnya?
“Ini rumahku.” ucap Donghae, sambil mengedipkan matanya padaku.
Tunggu dulu! Rumahnya? “Mwo?”


*** TBC ***


Sudah tahu siapa 'tunangan'nya Ji-Hee? Mau tahu siapa? Jawabannya adalah... Rahasia wkakaka... #Plakkk... T.T
Ehm... Beautiful life, yang ada dalam otakku... aku mau ngusung sebuah intrik yang sedikit kompleks. So, mianhe... klo semakin ke depan, neh cerita bakal semakin membosankan, aneh, ancur, gaje wkakaka #Plakkk...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar