Sabtu, 17 September 2011

«» {My Story} ® You're mine! «»


Author : Me aka Reni Yunhae Uknow
Main Cast : Lee Ji Hee
                     Jung Yun Ho
                     Lee Dong Hae
Support Cast : Park Ri Young
                           Shin Sung Young
                           Member Suju, Member TVXQ
Genre : Comedy-Romance / Straight
Rated : PG-13
Length : Chapter 3 / Of ?
Disclaimer : Plot, ide cerita cmn milik author, kagak ada yang boleh protes! *langsung di tendang ke surga(?)*
YunHae cmn milik Ji-Hee {nama Korea author} klo mau protes mending langsung ke YunHae aja dah, siapa suruh terlalu mencintaiku dengan sepenuh hati wkakaka... *langsung dimutilasi massa*
=================

* Ji-Hee POV *


“Membosankan...” kurebahkan tubuhku di atas sofa dengan malas. Kulirik tumpukan komik, yang masih berserakan(?) di atas meja, entah berapa kali aku sudah membaca komik-komik itu.
“Ah... benar-benar membosankan...” kuacak rambutku sendiri dengan perasaan jenuh. “Ri-Young... Sung-Young... kalian jahat!”
Oke, sejujurnya ini kesalahanku sendiri, karena... waktu registrasi-daftar ulang beberapa bulan yang lalu, aku terlambat, hingga kehabisan kelas. Endingnya, untuk satu mata kuliah, aku berbeda kelas dengan Ri-Young, dan Sung-Young. Awalnya aku merasa... sedikit beruntung, karena dosen yang kudapat orang yang cukup asik, dengan kata lain aku bisa bersantai saat menjelang akhir semester, seperti sekarang ini (^^v) Tapi... perasaan itu pupus sejak dua hari yang lalu.


Hello... pratikum yang kulakukan memakan waktu satu minggu, itupun hanya di daerah Incheon, lantas kenapa mereka -Ri-Young, dan Sung-Young- pergi selama dua minggu? Bukan hanya itu, mereka pergi ke Busan? Ah... benar-benar tidak adil! Mereka tega bersenang-senang tanpaku? (T__T)
Ah... memikirkan mereka, membuatku jadi lapar. Dengan cepat aku menuju ke dapur, membuka kulkas dan... tara... tidak ada apa-apa dalam kulkas (==') Aish! Aku lupa belum membeli persediaan makanan.
Dengan cepat aku berlari menuju kamar, mengambil dompet, kemudian beranjak pergi ke swalayan terdekat.
--------------

Someday I'll lay my love on you

Baby I don't wanna lose it now
Just one, nuhboon eengur
unjenga ooree man nan narchuhrum

Begitu aku membuka pintu apartmentku, bisa kudengar, ponselku sedang mengalunkan suara yang merdu(?).
“Aish! Di mana aku menaruhnya?” dengan cepat, aku berlari, mencari ponselku. Kalau tidak salah, tadi aku menaruhnya di... ruang tengah.
“Iyup. Ketemu!” teriakku girang. “Yoboseyo...”
“Lee Ji-Hee!” aish! Aku tahu suara teriakan siapa ini. “Kuping panci! Kau tahu berapa kali aku menghubungimu?”
“Mianhe... aku baru pulang dari swalayan. Ponselku ketinggalan.”
“Dasar! Apa gunanya ponselmu itu? Kalau aku masih kesulitan untuk menghubungimu? Benar-benar membuatku emosi!”
“Iya-iya... Ri-Young-ah... aku minta maaf, mulai sekarang aku akan membawa ponselku kemanapun, bahkan ke toilet sekalipun.” bisa kudengar Ri-Young mendengus pelan. “Ngomong-ngomong, ada apa kau menghubungiku? Masih ingat padaku?”
“Apa maksudmu? Tentu saja aku mengingatmu! Babo!”
Kuputar bola mataku, “Well, kalian bersenang-senang di Busan?”
“Lee Ji-Hee...” jujur saja, aku sedikit merinding mendengar suara lembut Ri-Young. Sepertinya... tanpa sadar aku telah membangunkan singa gunung.
“Ne?”
“Apa yang kau bicarakan?” gila, bisa kubayangkan wajah Ri-Young yang tersenyum sinis padaku. “Kalau tahu seperti ini, aku meyesal membelikanmu oleh-oleh! Lebih baik, semua barang-barang ini kubuang ke laut!”
“Mwo? Aish! Ri-Young... jangan marah! Aku kan hanya bercanda.”
“Tidak lucu!” mau bagaimana lagi? Aku hanya bisa terkekeh pelan, mencoba mencairkan suasana hohoho... “Well, kau kan pelupa. Apa kau ingat apa yang harus kaulakukan besok?”

Aish! Kenapa kata-kata Ri-Young selalu tepat sasaran? Benar-benar terasa menohok. Dan jujur saja aku memang lupa, apa yang harus ku lakukan besok hehehe (^^v)
“Besok?” aku sedikit menerawang jauh.
“Sudah kuduga kau lupa. Besok kau harus ke kampus, menyerahkan revisi proposal kelompok kita, dan harus kau serahkan langsung pada Kim songsaenim.”
“Ah... iya.” aku menjetikkan jariku.
“Kau harus sampai di kampus jam 09.00 ingat itu!”
“Iya-iya... cerewet.”
“Kau bilang apa? Lee Ji-Hee?”
“Aniyo.”
“Ya sudah, jaga dirimu baik-baik. Besok ku telepon lagi.”
“Aish! Aku bukan anak kecil.”
“Tapi kau ceroboh.” lagi-lagi kuputar bola mataku, saat mendengar kata-kata Ri-Young. “Sudahlah. Bye.” kulihat layar ponselku, sambungan telepon kami telah terputus. Benar-benar khas seorang Ri-Young, yang tidak terlalu suka basa-basi.
==============

Aku berjalan dengan pelan, keluar dari ruangan Kim songsaenim.
Hadeh... ke kampus hanya untuk menyerahkan proposal? Buang-buang energi (==') tapi... mau bagaimana lagi? Inikan memang tugasku.
Kuhela napas pelan. Ya sudahlah... sekarang apa yang harus kulakukan? Pulang ke apartement? Ah... aku mau singgah ke toko buku saja. Dengan langkah ringan aku berjalan menuju halte bus.

Kulirik jam di pergelangan tanganku. Sudah hampir 15 menit aku menunggu, tapi... kenapa tidak ada satu bus pun, yang menampakkan batang hidungnya?
Jenuh, aku mulai mengeluarkan ponsel, dan bermain game.
Baru beberapa menit aku bermain, kudengar suara bus berhenti di depanku. Aish... mengganggu saja! Dengan cepat aku langsung menaiki bus, sambil terus bermain game.

Hahaha... aku menang. Ya meskipun ini hanya sebuah game kecil, tapi... ada kepuasan tersendiri saat bisa berada di level teratas, dan berhasil memenangkannya. Rasanya... senyumku terus mengembang tanpa bisa ku kendalikan.
Perlahan, aku mulai mengalihkan pandanganku ke luar jendela. Tunggu dulu! Kenapa aku asing dengan semua pemandangan ini? Kutengok keadaan seluruh bus. Sepertinya... aku salah naik bus. Lantas... di mana aku?
Oke, tenang Ji-Hee! Kau tidak boleh panik, mulai berpikir jernih. Bukankah kau bisa ikut bus ini, sampai akhirnya kembali ke tempat semula? Mungkin... aku bisa turun di sini, dan mencari taksi? Atau... mencoba mencari bantuan?
Tanpa pikir panjang ku tekan nomor Ri-Young.

“Yoboseyo...”
“Ri-Young... kau harus menolongku!” pekikku tertahan.
“Apa maksudmu? Bicara yang jelas!”
“Aku... sepertinya salah naik bus. Entah di mana aku saat ini.”
“Mwo? Bagaimana bisa?”
“Aku juga tidak tahu (T__T)”
“Apa?” sepertinya itu suara Sung-Young.
“Ji-Hee tersesat.” aku tahu saat ini Ri-Young sedang terkekeh pelan.
“Mwo? Bagaimana bisa? Ji-Hee kau baik-baik saja?”
“Sung-Young...” jujur saja aku hampir tidak bisa menahan air mataku.
“Oke, tenangkan dirimu! Kau tahu kira-kira ada di mana?”
“Entahlah, aku asing dengan daerah ini.” ku gigit bibir bawahku, sambil mengedarkan pandangan. “Tunggu dulu.”
Dengan cepat aku bertanya nama daerah ini, pada salah seorang penumpang bus.

“Kalian masih di sana?
“Tentu saja.”
“Aku sudah bertanya nama daerah ini.”
“Di mana?”
“Jongno-Gu.”
“Lee Ji-Hee...” kudengar Ri-Young, dan Sung-Young, tertawa keras.
“Hya! Aku sedang panik! Kenapa kalian malah tertawa?”
“Hahaha... maaf! Tapi... Jongno-Gu masih di daerah Seoul Ji-Hee... tadinya kupikir kau sudah...” kata-kata Sung-Young terhenti, dan bisa kudengar suara tawa Ri-Young, yang berusaha di tahan.
“Dasar teman-teman tidak berperasaan!”
“Ji-Hee, kau turun saja di halte bus terdekat. Aku akan menyuruh seseorang untuk menjemputmu.”
“Eh? Benarkah? Terima kasih Sung-Young.”
Oke, aku harus meralat kata-kataku. Meskipun kedua sahabatku itu kadang bisa jadi orang-orang yang tidak berperasaan, tapi... mereka tetap sahabat yang terbaik bagiku.
==============

* Author POV *



Break Out Break Out
Kitto namidawa kanashimi jyanakute yume no ashiato
Break Out Break Out
Kimi dakeni shika dekinai kotoga aru believe yourself shinjite

Terdengar suara ponsel berdering, yang berasal dari salah satu kantung celana seorang namja.
“Yoboseyo...”
“Oppa... kau sedang sibuk?”
“Eh? Tidak juga, aku sedang istirahat.”
“Kau ada di Seoul?”
“Tentu saja. Kenapa?”
“Oppa, bolehkan aku minta bantuanmu?”
“Bantuan apa?”
“Bisakah kau pergi ke Jongno-Gu? Aku ingin kau menjemput...”
“Sung-Young? Bukankah kau saat ini ada di Busan? Jangan bilang kau berbohong pada orang tuamu.”
“Aish! Oppa, dengarkan dulu kata-kataku. Saat ini Ji-Hee sedang dalam kesulitan, bisakah kau menjemputnya?”
“Mwo? Ji-Hee? Ada apa dengannya?”
“Aish! Jangan terlalu banyak tanya. Jemput saja dia di halte bus daerah Jongno-Gu. Kalau kau tidak bisa, aku akan meminta bantuan orang lain.”
“Hya! Sung-Young. Aku akan menjemputnya.”
“Benarkah?”
“Iya. Well, aku harus pergi ke halte bus yang mana?”
“Hehehe... kalau itu aku sendiri juga tidak tahu.”
“Apa maksudmu?”
--------------

Sebuah mobil, Audi hitam berhenti, tepat di depan sebuah halte bus, daerah Jongno-Gu.
“Akhirnya aku menemukanmu.” gumam seorang namja, sambil beranjak turun dari dalam mobilnya.
Langkahnya terhenti, saat melihat wajah polos seorang yeoja, yang sedang tertidur pulas, kepalanya bersandar pada sebuah kaca pembatas. Dengan cepat dia duduk di samping yeoja itu.
“Lee Ji-Hee. Kenapa kau bisa membiarkan dirimu tanpa pertahanan seperti ini? Bagaimana jika bukan aku yang menemukanmu?”
Dengan sangat hati-hati dia memindahkan kepala Ji-Hee ke bahunya. Perlahan, sebuah senyuman terkuar di sudut bibir namja itu.
“Lee Ji-Hee... You're mine!” bisik namja itu dengan sangat lirih.

“Ehmmm...” Ji-Hee sedikit mengeliat. Indra penciumannya mulai bereaksi, saat mencium aroma tubuh khas seorang namja. Perlahan, Ji-hee muali mengerjapkan mata, berusaha mengumpulkan nyawanya kembali.
Sejurus kemudian, Ji-Hee membulatkan matanya, tidak percaya dengan apa yang ada di depan matanya.
“Yunho-ssi...” pekiknya tertahan.
“Kau sudah bangun?” tanya Yunho, dengan senyuman yang masih melekat di bibirnya.
“Kau kenapa bisa ada di sini?”
“Sung-Young, menyuruhku untuk menjemputmu.”
“Aish! Kenapa harus Yunho?” rutuk Ji-Hee dalam hati.
“Kenapa? Kau keberatan jika aku yang menjemput?”
“Aniyo.” Ji-Hee menggelengkan kepala cepat. “Aku hanya belum mempersiapkan hati dan pikiranku. Tidak tahukah kau? Jantungku berdebar sangat kencang.” bisik Ji-Hee dalam hati. “Eh? Sudah berapa lama kau ada di sini?”
“Ehm...” Yunho melirik jam di pergelangan tangan kirinya. “Kira-kira... 20 menit yang lalu.”
“Mwo? Dan kau tidak membangunkanku?”
“Melihatmu yang tertidur pulas? Kau pikir aku tega?”
Ji-Hee memejamkan matanya rapat-rapat. “Dan... dari tadi, aku tidur di bahumu?” Ji-Hee mengeryitkan dahinya.
“Hahaha... benar juga. Pantas saja rasanya sedikit kesemutan.” goda Yunho.
“Aish!” Ji-Hee kembali memejamkan mata, sambil memukul kepalanya sendiri dengan pelan. “Babo!” desisnya lirih.
“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Kita pulang sekarang?”
Ji-Hee hanya menganggukkan kepala, mencoba menghindari tatapan Yunho padanya. Detik itu juga, Yunho mengacak rambut Ji-Hee, sambil tertawa.

“Boleh aku tahu, kenapa kau bisa ada di tempat itu?” tanya Yunho saat keduanya dalam perjalanan menuju apartment Ji-Hee.
“Sung-Young tidak menceritakannya padamu?”
“Tidak.” jawab Yunho dengan jujur.
“Sebenarnya...” Ji-Hee menggigit bibir bawahnya, “Aku... tersesat.” Ji-Hee menggaruk pelipisnya.
“Bagaimana bisa kau tersesat? Bukankah ini masih di kawasan Seoul.”
Ji-Hee mengerucutkan bibirnya. “Aku tidak pernah pergi ke sana. Selama ini aku selalu pergi dengan Ri-Young ataupun Sung-Young. Jadi, aku tidak pernah takut tersesat.”
“Maksudmu?”
“Sense of directionku sangat payah.” Ji-Hee menundukkan kepala, berusaha menahan rasa malu.
“Benarkah?”
Ji-Hee menganggukkan kepalanya dengan lemah. “Bahkan jika kau sengaja meninggalkanku disalah satu kawasan, di pulau Jeju, yang notabene adalah daerah asalku, belum tentu aku bisa pulang dalam keadaan hidup(?)”
“Hahaha...” Yunho tertawa keras. “Kau benar-benar sangat lucu.” Yunho mengacak rambut Ji-Hee, dengan perasaan gemas.
“Aku serius.” Ji-Hee mengembungkan pipinya.

“Kita sudah sampai.” Yunho membuka suaranya.
Untuk sesaat, Ji-Hee menatap bangunan di depannya. “Yunho-ssi, kau tidak mau mampir dulu? Aku bisa menyediakan secangkir kopi yang enak untukmu.”
“Benarkah?” Yunho melirik jam di pergelangan tangannya. “Sayang sekali, sepertinya untuk hari ini, aku harus menolak tawaran yang menggiyurkan itu.”
“Ya... Sayang sekali.”
“Ehm... apa Lain kali, aku masih punya kesempatan menerima tawaranmu ini?”
“Tentu saja. Kapanpun kau mau.”
“Benarkah?”
Ji-Hee menganggukkan kepalanya. “Apartmentku selalu terbuka untukmu.”
“Apa itu artinya aku orang special?”
“Special? Tentu saja.” Yunho tersenyum lebar, saat mendengar kata-kata Ji-Hee. “Kalian semua orang-orang special untukku.” detik itu juga Yunho mengerutkan dahinya.
“Siapa?”
“Tentu saja Ri-Young, dan Sung-Young. Bahkan, mereka punya ijin khusus, untuk menginap di apartmentku.”
“Haruskah aku merasa lega?” gumam Yunho dalam hati. “Baiklah, kau pasti sangat lelah.” Ji-Hee mengangguk pelan. “Cepatlah istirahat.” Yunho mengusap rambut Ji-Hee dengan lembut, yang sukses membuat semburat merah, muncul di kedua pipi Ji-Hee.
“Yunho-ssi, terima kasih banyak.” Ji-Hee tersenyum lembut, “Oya, hati-hati di jalan.” mendengar kata-kata Ji-Hee, Yunho tersenyum, sambil menganggukkan kepalanya pelan.
Sejurus kemudian, Ji-Hee keluar dari mobil Yunho.
“Lee Ji-Hee.”
“Ne?”
“Jangan tersesat lagi.”
“Mwo? Kau mengolokku?”
Yunho tertawa keras, kemudian mulai melajukan mobilnya, meninggalkan Ji-Hee yang masih mematung di tempat, sambil mengerucutkan bibirnya.
==============

Tiga Hari Kemudian....


Saat ini, Ji-Hee berada di sebuah mini market, berkeliling mencari bahan makanan sambil mendorong sebuah troli.
Sesaat, Ji-Hee berdiri diam, terpaku, melihat beberapa sayur yang membuatnya sedikit kebingungan.
“Enaknya... masak apa ya?” gumam Ji-Hee, sambil mengerutkan dahinya.
Tidak jauh dari tempat itu, sepasang mata tengah mengawasi Ji-Hee, sambil tersenyum lembut.

Beberapa Saat Kemudian....

Brukkk...
“Maaf... aku tidak sengaja.” ucap Ji-Hee, sambil membungkukkan badannya. Detik berikutnya, Ji-Hee mulai memunguti beberapa barangnya yang berserakan.
“Biar Kubantu.” Ji-Hee langsung menoleh, saat mendengar suara seorang namja tepat di belakangnya.
“Kau? Apa yang kau lakukan?”
“Membantumu memunguti barang.”
“Maksudku, kenapa kau bisa ada di sini?”
“Oh... aku baru keluar dari mini market.” namja itu menunjuk mini market yang sama, yang baru di singgahi oleh Ji-Hee.

“Terima kasih.” ucap Ji-Hee tulus. “Rasanya... kau selalu datang untuk membantuku.” Ji-Hee menyunggingkan sebuah senyuman. “Well, apa yang bisa kulakukan untukmu? Sepertinya tidak adil, jika aku tidak melakukan apapun untukmu.”
“Ehm... Lee Ji-Hee, apa kau ada waktu?”
“Aku? Tentu saja. Aku ini bukan orang super sibuk sepertimu.”
“Bagaimana kalau sekarang... aku menagih janjimu?”
“Ne?”
“Bukankah kau pernah berjanji, akan membuatkanku makanan paling enak di dunia?”
“Ah...” Ji-Hee menepuk dahinya pelan. “Benar juga. Baiklah. Hari ini aku akan membuatkanmu makanan paling enak di dunia.” Ji-Hee terkekeh pelan.
“Ayo cepat! Aku sudah lapar.”
“Donghae-ssi?” Ji-Hee mengeryitkan dahi. “Kau menagih janji, atau kelaparan?”
“Dua-duanya.” ucap Donghae tanpa dosa.
“Hahaha... Baiklah. Awas saja kalau kau tidak menyentuh masakanku.”
“Kau tenang saja. Aku tidak mungkin melewatkan kesempatan ini. Mencicipi masakanmu? Kuharap aku namja pertama, yang memiliki keberuntungan seperti ini.” bisik Donghae dalam hati.
--------------

“Ada yang bisa kubantu?” Donghae berjalan menghampiri Ji-Hee yang sedang sibuk memasak.
“Ehm... sepertinya tidak. Kau tunggu saja di ruang tengah.”
“Apartmentmu cukup luas, untuk seorang yeoja yang tinggal sendiri.”
“Terima kasih. Tapi... sebenarnya bukan hanya aku yang tinggal di sini.”
“Mwo? Kau tinggal dengan seseorang?”
“Bisa dibilang seperti itu.” Ji-Hee meletakkan pisau di tangannya, kemudian berbalik menghadap Donghae. “Ehm... karena Ri-Young dan Sung-Young sering menginap di sini, bukankah itu artinya aku tidak tinggal sendiri?”
Detik itu juga, Donghae mengambil air minum. “Syukurlah. Kupikir kau tinggal dengan seorang namja.” gumam Donghae dalam hati.
“Donghae-ssi, kau baik-baik saja?”
“Aku? Tentu saja.” dengan cepat, Donghae mengalihkan pandangan, melirik hasil pekerjaan Ji-Hee. “Sepertinya ini sudah matang.” ucap Donghae, berusaha mengalihkan perhatian.
“Sini, coba kulihat.”
Donghae menatap wajah Ji-Hee -yang sedang berkutat dengan masakannya- sambil tersenyum lembut.
“Ji-Hee-ya... bolehkan aku mengatakan ini? You're mine!” bisik Donghae dalam hati.
--------------

“Terima kasih atas makanannya. Ah... rasanya aku tidak pernah mencicipi makanan seenak itu.” ucap Donghae, saat keduanya berjalan menuju tempat parkir.
“Hahaha... kau terlalu berlebihan, Donghae-ssi.”
“Eh? Bukankah kau yang bilang, membuatkanku makanan paling enak di dunia?”
“Tapi sayangnya, aku hanya bisa memberimu masakan dengan rasa yang standart.” Ji-Hee menggaruk pelipisnya.
“Siapa yang bilang?”
“Aku.” Ji-Hee tersenyum manis.
“Ehm... bagaimana jika kubilang... rasanya aku akan ketagihan masakanmu?”
“Benarkah? Apa aku harus merasa tersanjung? Seorang Lee Donghae? Member Super Junior?”
“Apa lain kali aku bisa mencicipi masakanmu lagi?”
“Tentu saja.”
“Terima kasih.” Donghae mengusap rambut Ji-Hee lembut. “Aku harus pergi.” Donghae menaiki motornya, memakai helmnya. Tidak lama kemudian, Donghae mulai memacu motornya.
“Donghae-ssi, jangan terlalu ngebut. Hati-hati di jalan.” teriak Ji-Hee.
Donghae melirik sepion, dan tersenyum saat melihat Ji-Hee melambaikan tangan padanya.
“Lee Ji-Hee, sampai kapan kau akan mengacaukan hatiku?”
==============

* Ji-Hee POV *


Someday I'll lay my love on you

Baby I don't wanna lose it now
Just one, nuhboon eengur
unjenga ooree man nan narchuhrum

“Yoboseyo...” aku menjawab panggilan itu, tanpa melihat layar ponselku.
“Lee Ji-Hee?” kudengar suara seorang namja, yang tidak asing bagi pendengaranku. Detik itu juga, semua nyawaku langsung terkumpul. Benar sekali, aku tadi memang sedang tidur hehehe...
“Ne?” aish! Suaraku pasti terdengar serak (==')
“Apa aku mengganggumu?”
“Tidak! Tentu saja tidak.” oke, rileks Ji-Hee, jangan terlalu bersemangat.
“Ehm... Ji-Hee... bisakah malam ini kita bertemu?”
“Memangnya ada apa?”
“Kau akan tahu nanti. Ku jemput jam 7, bersiap-siaplah.”
“Hya! Yunho-ssi!” kudengar suara pangilan kami telah terputus. “Aish! Aku kan belum menyetujuinya.”
--------------

Kutatap wajah Yunho yang sedang fokus menyetir mobil.
“Kenapa menatapku seperti itu? Kau tenang saja! Aku pasti akan membawamu pulang dalam keadaan utuh.” aku mendengus kesal, mendengar kata-katanya.
Kuputar bola mataku, “Apa aku berteriak-teriak, mengatakan kau telah menculikku?” kupukul lengannya pelan. “Aku hanya ingin tahu, kau mau membawaku kemana?”
“Sebentar lagi kau akan tahu.” ucapnya sambil tersenyum misterius.
“Aish!” kualihkan pandanganku ke arah jendela. Ya Tuhan... ini di mana? Tidak-tidak, berfikir positif Ji-Hee, tidak mungkin seorang Yunho akan meninggalkanmu sendiri.

“Turunlah.” aku mengeryitkan dahi, melihat sekeliling.
“Bukit? Untuk apa kita kemari?”
“Kau akan tahu kalau sudah turun.” ucapnya sambil tersenyum lembut.
“Iya-iya... aku akan turun.” kukerucutkan bibirku.
Begitu aku turun dari mobil, kukerjapkan mataku beberapa kali. Ya Tuhan... pemandangan di sini sangat indah. Aku menoleh pada Yunho, eh? Sejak kapan dia berada di sampingku? Kenapa aku tidak menyadarinya?
“Bagaimana? Tempat ini indah bukan?”
“Sangat.” ucapku menyetujui kata-katanya. “Lalu? Kenapa kau membawaku kemari?” aku menatap wajah rupawan yang ada di hadapanku ini.
“Ji-Hee, sebenarnya ada yang ingin ku katakan.”
“Apa?”
“Dua hari lagi aku akan ke Jepang.”
“Benarkah?”
“Iyup. Kami akan mempromosikan album di Jepang.”
“Huaaa... Yunho-ssi, hawaiting.”
“Terima kasih. Tapi... sebelum aku pergi, aku ingin mengatakan sesuatu padamu.”
“Katakan saja.”

“Ehm... jujur saja, sebenarnya aku bingung untuk mengatakannya.” aku memiringkan kepala, berusaha tidak menyela kata-katanya. “Lee Ji-Hee... kau ingat pertama kali kita bertemu?”
“Tentu saja. Waktu konser sm town, bukan?”
“Kau salah.”
“Eh?” aku mengeryitkan dahi.
“Setahun yang lalu, saat aku mengantarkan Sung-Young ke kampus barunya. Di sana kita bertemu untuk pertama kali.”
“Benarkah? Kenapa aku tidak ingat?”
“Hahaha... saat itu, kau melewatiku begitu saja.”
Aku membekap mulutku sendiri. “Maaf. Aku benar-benar tidak tahu.”
“Sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan.”
“Tapi kau... telah membuatku memikirkan kata-katamu Yunho-ssi.”
“Well, mungkin sejak saat itu.”
“Maksudmu?”
“Aku tidak tahu kapan pastinya, tapi... aku mulai tidak bisa lepas dari senymanmu.” jujur saja aku masih merasa rancu dengan kata-katanya. “Sebenarnya aku tidak ingin membuat seseorang selalu menungguku, karena aku tidak akan pernah bisa selalu ada di sampingnya.” Yunho menatap mataku dalam. “Tapi... aku juga tidak ingin suatu saat akan merasa menyesal, karena kehilangan sesuatu yang berarti bagiku.” kulihat Yunho menghela napas pelan. “Jadi... sebelum aku pergi, aku ingin mengatakan ini padamu. Dengarkan baik-baik Lee Ji-Hee.” perlahan Yunho mulai mendekatkan wajahnya. “Saranghae...” bisiknya tepat di telingaku.

Kalian tahu apa yang kurasakan? Membeku. Entahlah, aku tidak bisa bergerak, bibirku terasa kelu, hanya detak jantungku yang berpacu dengan cepat.
“Aku mengerti, jika kau merasa terkejut dengan semua ini. Aku juga tidak menuntutmu memberi jawaban padaku saat ini juga. Entahlah... mungkin, aku hanya ingin membuat sebuah ikatan denganmu. Setidaknya dengan begini, aku merasa akan ada sebuah kejutan besar, saat aku kembali nanti.”
Ya Tuhan... mendengar semua kata-katanya padaku, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Seorang Jung Yunho? Apa aku sedang bermimpi? Oke, pikiranku sedang kacau, aku tidak tahu kata-kata yang cocok untuk menggambarkan perasaanku saat ini.
“Aku... sudah mengatakan apa yang ingin kukatakan. Sebaiknya kita kembali.” perlahan, kulihat Yunho berlalu dari hadapanku.
Hello? Apa aku sudah gila? Apa yang kulakukan? Kenapa aku menarik lengan bajunya?
“Ji-Hee... kenapa?”
“Nado...” bisikku lirih.
“Eh? Kau mengatakan sesuatu?”
Kupejamkan mataku rapat-rapat. “Nado saranghae Jung Yunho.” saat kubuka kedua mataku, pertama kali yang kulihat adalah wajah Yunho yang... sulit diartikan, tapi jujur saja aku bisa menangkap sorotan kebahagiaan dalam matanya.
“Ji-Hee, apa aku tidak salah dengar?”
“Entahlah.” kugaruk pelipisku, dengan perasaan gugup.
“Eh?”
“Aku juga tidak tahu, apakah aku sekedar menyukaimu, terobsesi padamu, ataukah benar-benar mencintaimu. Yang kutahu... aku hanya selalu berdebar-debar saat di dekatmu. Pikiranku pasti jadi tidak fokus, aku bahkan bisa menjadi orang paling konyol di dunia. Aku...” kugigit bibir bawahku. “Ingin mencoba menerima perasaanmu.”
“Benarkah?”
Aku menganggukkan kepala pelan. Hei-hei sejak kapan napasku jadi memburu seperti ini?
“Kau tidak akan berubah pikiran?”
Kuberikan senyuman terbaikku. “Kita sama-sama mencobanya. Mungkin... kata-kata itu akan terdengar lebih adil.” bisa kulihat Yunho tersenyum sambil menggaruk tekuk lehernya.
Malu? Sudah pasti. Jujur saja aku merasa Yunho semakin tampan (>.
“Kuantar kau pulang, atau kau mau jalan-jalan dulu?”
“Sepertinya... aku lebih memilih pulang.” kurasakan, tangan kekar Yunho mengusap rambutku lembut.

Kutatap punggung Yunho dalam diam. Super star yang dikagumi ribuan orang, seorang leader yang mempunyai kharisma kuat. Entah kenapa dia memilihku? Yeoja biasa, yang tentu saja banyak kekurangan.
Cinta? Terlalu puitis bagi orang sepertiku. Tapi... aku ingin mempercayainya, seorang Jung Yunho sebagai pribadinya sendiri, secara utuh, telah memberikan seluruh perasaannya padaku, dan aku? Tentu saja akan... berusaha menjaga perasaan itu.
Apakah aku terlihat terlalu egois? Tidak peduli, berapa banyak yeoja yang patah hati karena hubungan kami. Tidak peduli, aku harus menyembunyikan statusku dari semua orang. Tidak peduli, apa yang menanti kami di masa yang akan datang. Terlepas dari kenyataan, bahwa dia adalah leader TVXQ, saat in... bolehkah aku mengatakan satu hal? Jung Yunho, you're mine.
Ah... satu lagi, semoga dia pulang dalam keadaan sehat.
==============

* Author POV *


Yunho memarkir audi hitamnya di depan sebuah restaurant.
Sejurus kemudian, dia memasuki restaurant, sambil mengedarkan pandanganya.
“Hyung...”
“Donghae-ya... Kau sudah lama?”
“Tidak juga. Kau benar akan pergi ke Jepang dua hari lagi?” Yunho mengangguk pelan. “Jangan lupa oleh-oleh untukku.” Donghae terkekeh pelan. “Ngomong-ngomong, kenapa kau terlambat?”
“Aku? Ada sedikit urusan.”
“Dengan seorang yeoja?”
“Kau... bagaimana...”
“Hahaha... aku bukan baru kemarin mengenalmu. Entahlah aku hanya melihat raut wajahmu lebih ceria.”
“Tunggu dulu, kenapa aku merasa... kau juga sedang menyukai seseorang.” Yunho memincingkan matanya.
Donghae tersenyum malu-malu. “Aku memang sedang menyukai seseorang.” Donghae memaikan lidahnya, sambil mengaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Benarkah? Apa aku mengenalnya?”
“Bukankah seharusnya... aku yang bertanya padamu?”
“Aku pasti akan memperkenalkannya padamu.”
“Baik, bagaimana kalau... saat kau kembali dari Jepang?”
“Siapa takut?”
“Kau pasti akan tercengang melihat yeoja yang kusukai.”
“Dan kau... pasti tidak akan mampu mengedipkan mata, saat melihat yeojachinguku.”
“Mwo? Yeojachingu? Aish! Ternyata kau selangkah lebih maju daripada diriku.” Donghae mengerucutkan bibirnya.
“Kenapa bibirmu? Mau kucium.”
“Cih!” Donghae mendengus kesal.


*** TBC ***

Hahaha... akhirnya my story nongol juga *nyengir gaje*
Gak tahu kenapa, rasanya otakku berubah jd labirin tiap lht folder semua ffku ckckck... so, jgn kaget klo bis baca, kalian langsung masuk UGD wkakaka...
Ceritanya makin ngaco? Aneh? Gak menarik? Membosankan? Wajar aja, yg bikin pan author sarap *ngaku* buahahaha...
Masih ada yg mau baca lanjutannya kah? Klo aku pribadi mah... cukup sekian dan terima kasih wkakaka~buuurrr...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar