Kamis, 15 Desember 2011

«» Mr. Right «»

Author : Me aka Reni Yunhae Uknow
Main Cast : Park Riyoung
                     Kim Heechul
Genre : Fluff-Romance / Straight
Rated : PG-15
Length : OneShoot
Disclaimer : Plot, ide cerita cmn milik author, kagak ada yang boleh protes! *langsung di tendang ke surga(?)*
Perhatian!!! Membaca ff ini bisa menyebabkan muntah kodok(?), mata mulas(?), perut pusing(?), dan kepala iritasi berat(?). Jika sakit berlanjut hubungi Rumah Sakit Jiwa wkakaka... *Langsung dimutilasi massa*
=================

₪₪ Riyoung POV ₪₪

Aku berdiri di antara kerumunan orang yang sedang menikmati pesta. Sejujurnya, aku tidak terlalu suka dengan acara-acara seperti ini, sedikit membosankan, menurutku. Tapi... karena ini adalah hari bahagia salah satu sahabatku, tidak mungkin aku melewatkannya begitu saja bukan?
Dengan senyum penuh ketulusan, diiringi dengan perasaan bahagia yang meluap-luap, aku berjalan dengan langkah ringan, menghampiri Hyungi, sahabatku, ratu dari acara ini.
“Hyungi-ah... congratulation...” kukecup pipi Hyungi.
“Thanks, Riyoung-ah...” rona bahagia terpancar dari wajahnya, kualihkan pandanganku pada namja yang berdiri di sampingnya. “Teukie oppa, kuserahkan Hyungi padamu, jaga dia dengan baik, kalau tidak... kau akan berurusan dengan kami.” kupincingkan mataku, berusaha membentuk raut wajah serius di hadapannya.

“Hahaha... kau tenang saja Riyoung, aku pasti akan menjaganya dengan baik.” kulihat Teuki eoppa melingkarkan tangannya di pinggang Hyungi. “Mulai sekarang dia istriku, seluruh hidupnya adalah tanggung jawabku.” aku tersenyum mendengar jawaban yang cukup bijak darinya.
Hyungi mencondongkan tubuhnya ke arahku, berusaha membisikkan sesuatu di telingaku. “Tenang saja Riyoung, kurasa Teukie oppa tidak akan berbuat macam-macam.” aku mengeryit, manaikkan sebelah alisku. “Aku berencana untuk... menyita dompet Teukie oppa.” sambungnya, detik itu juga tawaku menggelegar. Harus kuakui kami berempat -Aku, Hyungi, Cha-Cha dan Jihee- bisa dibilang... sedikit mata duitan wkakaka... bukan tipe matre sih... hanya saja... di dunia ini siapa yang mampu menolak yang namanya uang? Tidak ada, benar bukan?

“Apa yang terlewat olehku?” aku menoleh ke belakang dan mendapati Jihee berjalan ke arah kami -Aku, dan kedua mempelai- di sampingnya siapa lagi kalau bukan Donghae, aku sampai heran sendiri apa Jihee tidak merasa bosan selalu di ikuti makhluk itu ke mana-mana ckckck...
“Hyungi-ah... Chukae...” Jihee memeluk tubuh Hyungi dengan riang, kemudian mengalihkan pandangannya. “Teukie oppa, kau harus...”
“Iya-iya... aku tahu, aku akan menjaga Hyungi dengan baik.” sela Teukie oppa, dan Jihee hanya mampu mengerucutkan bibirnya.
“Ish! Lihat saja nanti, aku akan membalasmu.” Jihee memukul lengan Teukie oppa dengan sangat keras, hingga terdengar nyaring di telingaku ckckck... “Well, cepat beri kami keponakan.” ujarnya dan langsung menarik lenganku menjauh dari dua pasangan bahagia itu, satu lagi meninggalkan Donghae? “Eh... ke mana Cha-Cha?” aku hanya mengedikkan bahu, Jihee langsung mengedarkan pandangannya, kalau dipikir-pikir sahabatku yang satu ini memang orang yang ajaib, lebih terkesan... santai.
Aku tersenyum saat melihat Cha-Cha berdiri di depan sebuah meja yang menyajikan beberapa kue. Dengan cepat kutepuk bahu Jihee, dan mengarahkan dagu ke arah Cha-Cha yang asik melahap beberapa kue.
“Ish! Dasar anak itu! Ayo kita ke sana.” lagi-lagi Jihee menarik lenganku.
“Riyoung, Jihee, kenapa lama sekali? Aku sampai bosan menunggu kalian.”
“Cih! Menunggu kami? Bukannya menghabiskan seluruh persedian kue?” aku melirik piring di tangannya yang penuh dengan kue-kue manis. “Well, mana Sungmin?” pada akhirnya aku bertanya, karena tidak kunjung melihat batang hidung namja yang satu itu.
“Tadi pagi, setelah pulang dari gereja, Sungmin oppa pergi ke luar kota.” Cha-Cha mengedikkan bahunya. “Kau tahu, dia sempat menggerutu karena aku tidak mendapatkan bunga yang di lempar oleh Hyungi, cih! Kekanakan, lagipula... tanpa perlu mendapatkan bunga itu aku siap menikah dengannya hari ini juga.”
Pletakkk...
Tanpa aba-aba, aku dan Jihee menjitak kepala Cha-Cha, secara bersamaan.
“Bodoh!” desis Jihee.
“Idiot.” sambungku tidak kalah kejam.
“Memangnya kenapa? Kalian iri ya?” Cha-Cha memasang wajah innocentnya.
“Mau kutendang ke neraka, Choi Cha-Cha-ssi?” aku memberi penekanan dalam tiap kata-kataku, sambil tersenyum manis.
Pembicaraan tentang hal konyol ini terhenti saat Donghae datang dan memeluk pinggang Jihee, bisa kulihat wajah Cha-Cha yang diliputi rasa kejengkelan, aku hanya terkekeh melihat tingkah laku mereka. Pada akhirnya, aku, Jihee, Donghae dan Cha-Cha mengobrol di sudut ruangan, sesekali melemparkan pandangan ke arah Hyungi dan Teukie oppa, yang sedang berbincang dengan seorang namja, aku tidak tahu siapa -posisi tubuhnya membelakangi kami- mungkin teman Teukie oppa.

♣♣♣♣ ® ♣♣♣♣ 

Sudah dua minggu sejak hari pernikahan Hyungi, kami berempat kembali tenggelam dalam kesibukan pekerjaan masing-masing. Tidak ada waktu untuk sekedar berkumpul, atau makan siang bersama, tapi... kami masih saling berhubungan via telepon.
Aku berjalan di sepanjang koridor kantor yang masih sepi, sudah dua hari aku begadang -hampir tidak tidur malah- untuk menyelesaikan sketsa desain interior -sebuah project yang bisa membantuku untuk meningkatkan jenjang karir- aku tidak mungkin menyia-nyikan sekempatan ini bukan? Hanya saja... saingannya cukup kuat, tapi... aku tidak akan menyerah begitu saja, setidaknya aku masih yakin dengan kemampuanku saat ini..
Eugh... kuhentikan langkahku, tiba-tiba kepalaku berdenyut kencang, mungkin... ini efek dari kurang tidur, oke, sebelum aku pergi ke ruanganku... kuputuskan untuk singgah ke kantin sebentar, sepertinya secangkir kopi bisa sedikit mengatasi sakit kepalaku ini.

Aku duduk di salah satu bangku kantin, meneliti kembali sketsa yang telah kubuat. Aku tersenyum, ternyata otakku masih cukup brilliant, aish... bagaimana mungkin aku bisa membuat sketsa sedetail ini hanya dalam waktu dua hari? Ah... kurasa Tuhan memang sangat baik padaku.
Kuraih cangkir kopi di atas meja, menyesapnya dengan perlahan, menikmati kopi di pagi hari merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri hehehe...
Ya Tuhan... semuanya terasa sangat cepat, terlalu cepat untuk di cerna, aku hanya bisa bengong, melihat hasil kerjaku selama dua hari hancur karena seseorang menyenggol bahuku hingga cangkir kopi yang kupegang jatuh, tumpah di atas sketsa yang kubuat. Tanpa sadar mataku mulai memanas, aku mengutuk siapapun yang bisa kukutuk.
“Maaf aku tidak sengaja. Nona... kau baik-baik saja.” aku yakin ini adalah suara namja yang telah berbaik hati menghancurkan seluruh jerih payaku, dan kini dia bertanya aku baik-baik saja? Hello apa aku terlihat baik-baik saja? Yang benar saja!
Aku mendongak, memandang wajah namja itu dengan tatapan tajam. “Baik-baik saja? Hya! Apa aku terlihat baik-baik saja? Apa kau tidak bisa lihat apa yang telah kau lakukan?” aku menunjuk sketsaku yang tidak berbentuk lagi, saat ini emosiku sudah tidak bisa di bendung. “Ini kerja kerasku selama dua hari dan sekarang berubah menjadi sampah, berkat bantuanmu!” kulihat dia terkesiap, terlambat tuan.
“Aku benar-benar minta maaf.”
“Minta maaf saja tidak cukup!” semburku. “Apa permintaan maafmu bisa memperbaiki sketsaku? Ini harus kupresentasikan besok pagi.” aku menyeka sudut mataku dengan kasar.
“Aku akan membantumu.” aku menatapnya garang, apa maksudnya? “Aku akan membantumu memperbaiki skesta itu. Kau masih ingat detailnya bukan? Kita akan memperbaikinya bersama.” perlahan emosiku mulai surut, tapi jujur saja aku masih sangat jengkel dengan namja yang ada di hadapanku ini. “Sebaiknya kita kerjakan di ruanganmu sekarang, kurasa kita tidak punya waktu banyak, harus dimulai dari awal bukan? Nona, di mana ruanganmu?” cih! Siapa dia? Seenaknya saja membuat keputusan. Kutarik napasku dalam-dalam, kemudian melangkah menuju ruanganku.
========

Kulirik jam di pergelangan tanganku, setengah satu malam, itu artinya sudah tiga hari aku jadi zombie untuk membuat sketsa ini -untung saja semua bisa di perbaiki- ya Tuhan... aku rindu tempat tidurku.
“Nona, rancanganmu sangat bagus, aku yakin kau pasti bisa memenangkan project itu.” aku mengangkat bahu, jujur saja aku masih malas dengannya, kalau bukan gara-gara namja sialan itu saat ini aku pasti tegah berbaring di kasurku yang empuk, hadeh... “Hey! Apa kau tidak merasa ada salah di antara kita?” aku mengeryit, meliriknya dengan sikap masa bodoh. “Bukankah kita berdua telah bersama sepanjang hari ini?”
Kunaikkan sebelah alisku. “Lalu?”
“Kita belum berkenalan.”
“Apa itu penting?”
Kulihat dia tersenyum, mengulurkan tangannya. “Kim Heechul.”
“Park Riyoung.” ucapku dengan malas.
“Riyoung-ssi, apa kau lapar?”
Kuputar bola mataku, “Heechul-ssi, aku harus segera menyelesaikan ini.”
“Memangnya apa lagi yang harus diperbaiki?” dia berjalan menghampiriku. “Bukankah semuanya sudah selesai?”
“Masih belum sempurna, aku yakin ada yang tertinggal, tapi entah apa itu.” aku berusaha memutar otakku dengan sangat keras.
“Bagaimana kalau kita makan dulu? Kurasa kau butuh sedikit penyegaran.”
“Salah, lebih tepatnya aku butuh tidur.”
“Maaf.” ucapnya dengan nada sungguh-sungguh, aku jadi sedikit tidak tega. “Bagaimana kalau kubuatkan makanan di pantry, dan kau bisa istirahat sebenar.”
"Tapi...”
“Aku janji, kita bisa menyelesaikan sketsa ini tepat waktu.” aku hanya bisa mengangguk pelan.

Wow... pada akhirnya sketsaku telah selesai sepenuhnya tapat pukul dua dini hari.
Kudekap erat-erat sketsa itu, “Heechul-ssi, terima kasih atas bantuannya.” entah kenapa rasa kesalku padanya luntur seutuhnya.
“Sama-sama, aku harusnya minta maaf, karena...”
“Lupakan kejadian kemarin, bagaimana kalau kita berteman mulai sekarang?”
“Dengan senang hati, Riyoung-ssi.”
“Masih ada waktu untuk istirahat, kau tidak mungkin melakukan presentasi dengan keadaan seperti ini bukan? Ehmmm... bagaimana kalau kuantar kau pulang?”
Kuberikan senyuman terbaikku padanya. “Baik, dengan senang hati kuterima tawaranmu.”
========

Aku berjalan dengan langkah ringan menuju ruang rapat, entah kenapa rasa percaya diriku mampu mengalahkan semua keteganganku saat ini.
“Riyoung-ah...” aku menoleh saat mendengar seseorang memanggil namaku, Yumi. “Kau siap dengan peresentasi hari ini?” aku mengangguk mantap. “Ngomong-ngomong, siapa kemarin yang bersamamu sepanjang hari? Namjachigumu?”
“Yumi, please... jangan membuat gosip yang aneh-aneh.”
“Hey... aku tidak sedang membuat gosip, aku hanya sekedar bertanya.”
Kuputar bola mataku. “Tidak penting.”
“Kalau namja kemarin bukan namjachigumu berarti... Riyong-ah... jadi benar kau menjalin hubungan dengan Kido dari bagian perencanaan?”
Seketika langkahku terhenti, kutatap Yumi dengan garang. “Berhenti bertanya tentang namjachiguku dan sebangsanya, aku benar-benar tidak tertarik untuk membahasnya.”
“Park Riyoung...”
“Shut up!” tukasku, aku sudah tidak peduli dengan yang namanya etika.
Haruskah kutulis dengan huruf balok, dan kutempel di sepanjang koridor kantor, aku cukup sensitif dengan masalah yang satu ini, tidak adakah yang bisa mengerti?
Aish! Dasar Yumi bodoh, dia telah sukses merusak moodku pagi ini.

Oke, rasanya aku benar-benar di permainkan oleh banyak orang hari ini, untung aku masih bisa bersikap profesional, mempresentasikan sketsaku tanpa ada perasaan ingin membunuh.
Kuhela napas pelan, sebisa mungkin aku mengalihkan pandangan dari orang-orang menyebalkan di ruangan ini, ingin tahu siapa mereka? Pertama Yumi, kedua Kim Heechul, mau tahu kenapa aku bisa ingin membunuh seorang Kim Heechul? Demi Tuhan, bagaimana bisa aku tidak menyadarinya, Kim Heechul adalah direktur perusahaan ini yang baru seminggu menjabat. Kalau sudah seperti ini siapa yang bodoh? Aku yang marah-marah pada direkturku sendiri, atau dia yang dengan gampangnya membantuku memperbaiki keseluruhan sketsaku? Oke, jika dari awal aku tahu dia adalah direktur perusahaan ini sudah pasti aku akan... seharian menangis di kamar, mungkin.
Rasanya suaraku tercekat di tenggorokan, bagaimana mungkin sketsaku bisa di terima? Yang artinya aku akan menangani project ini. Well, seharusnya aku merasa senang karena usahaku ternyata tidak sia-sia, tapi... bagaimana aku bisa menikmatinya jika beberapa pasang mata menatapku dengan pandangan yang sulit untuk diartikan, sepertinya mereka berfikir ada sebuah diskriminasi di sini, hello... aku bahkan tidak tahu kalau Kim Heechul itu direktur perusahaan ini. Hadeh...
“Kenapa kau memilih sketsaku?” aku sudah tidak tahan untuk tidak meminta penjelasan.
“Apanya yang kenapa? Riyoung-ssi, aku tahu dengan pasti detail dalam sketsamu, karena aku juga ikut mengerjakannya, apa kau pikir aku akan membuang-bunang waktu hanya untuk menganalisis sketsa lain padahal ada sebuah sketsa yang sudah sangat jelas di depan mataku.” aku diam, cukup masuk akal tapi... “Jangan berfikir yang terlalu sulit, cukup tunjukkan pada semua orang bahwa kau memang layak.” direktur Kim bernajak meninggalkanku. Jujur saja, aku suka kata-katanya, seolah itu merupakan sebuah motivasi bagiku.

♣♣♣♣ ® ♣♣♣♣ 

Kalian tahu, butuh waktu selama lima bulan untuk membungkam mulut seluruh karyawan di kantor ini. Satu-satunya yang kusyukuri adalah semua masa dilemaku telah berakhir, project yang kutangani berjalan dengan lancar, bahkan aku mendapat pujian dari beberapa pihak, kurasa ini merupakan sebuah kesenangan tersendiri, bagiku.
Ehmmm... sepertinya aku harus banyak berterima kasih pada Kim Heechul, eits, jangan salah sangka, aku tidak memanggilnya dengan sebutan direktur karena ini merupakan perintah langsung darinya. Kurasa... tanpa mengidahlkan status, seorang Kim Heechul bisa jadi teman yang baik. Kami berdua cukup cocok dalam beberapa hal, dia juga tidak memperlaukukanku dengan semena-mena hanya karena aku adalah bawahannya. So, aku cukup menikmati berteman dengannya.

TingTong... TingTong...
Ckelekkk...
“Riyoung unnie...” aku tersentak saat mendapati Jiyeon -adik sepupuku- tiba-tiba memelukku dengan erat. “Aku sangat merindukanmu...” ucapnya dengan anda manja.
“Bukankah seharusnya kau ada di Jepang? Jangan bilang kau kabur lagi.”
Jiyeon menerobos masuk, dan duduk manis di sofa. “Tidak, kali ini aku tidak kabur, hanya menyelinap saat eomma lengah.”
Pletakkk...
Kujitak kepalannya dengan geram. “Kenapa kau selalu saja menyusahkanku?”
“Enak saja, aku kemari untuk menyelematkanmu.”
Aku mengeryitkan dahi. “Maksudmu?”
“Eommaku sedang memprofokasi semua keluarga untuk... ehmmm... menjodohkanmu.”
“Mwo? Yang benar saja!” pekikku.
Jiyeon mengangguk lemah, “Kudengar kalau unnie tidak memperkenalkan calon unnie sampai akhir tahun, maka... tamatlah riwayatmu.”
“Aish! Ini hidupku, tidak bisakah mereka berhenti mencampuri masalah ini? Memangnya mereka pikir menikah itu gampang? Apa aku harus menyeret seorang namja yang kutemui di jalan, kemudian menikah? Yang benar saja! Masalahnya tidak sesederhana itu.” bisa kurasakan jiyeon mengusap pundakku, menyalurkan rasa simpatinya padaku. “Apa aku salah jika aku ingin mencari yang terbaik dari yang terbaik? Apa aku salah jika berharap aku bisa bertemu dengan Mr. Right-ku?” kubenamkan kepalaku di punggu sofa.
“Unnie, aku mengerti perasaanmu, aku tidak pernah memaksamu bukan?”
“Kau memang tidak tapi eommamu.” sergaku. “Aish! Apa yang harus kulakukan apa aku harus menikah dengan kodok? Masih mending kalau pangeran kodok, kalau aku dapat kodok tulen bagaimana?” aku mulai meracau tidak jelas.
“Hahaha... unnie pemikaranmu aneh, aku tidak mau punya kakak ipar kodok, di beri secara gratis aku tetap menolak.”
“Lalu aku harus bagaimana?”
“Aku akan mencoba untuk membujuk eomma, kemungkinan berhasil memang kecil, tapi... apa salahnya untuk di coba bukan?” aku menatap Jiyeon nanar. “Unnie... kau tunggu saja kabar dariku, aku akan berusaha sebisaku, oke.”

Drttt... Drttt... Drttt...
“Yoboseyo.”
“Riyoung unnie... ini aku.”
“Jiyeon? Hya! Kau ada di mana sekarang?”
“Hehehe... aku kabur ke pulau Jeju, hitung-hitung berlibur.”
“Jiyeon-ah... apa yang kau pikirkan hah? Kau benar-benar membuat semua orang cemas.”
“Unnie, aku sedang membantumu.” aku mengeryit. “Kau tahu, berapa sulitnya membujuk eommaku? Setidaknya dengan aku kabur seperti ini, aku bisa meredam masalahmu untuk beberapa saat.”
Kuhembuskan napas berat. “Jiyeon... terima kasih, tapi... kurasa lebih baik kau pulang sekarang, aku tidak ingin kau mengorbankan diri hanya karena maslahku.”
"Siapa bilang aku mengorbankan diri? Aku sedang berlibur.”
“Jiyeon...”
“Oke, nanti kuhubungi lagi, bye unnie...”
Aku memijit pelipisku, melihat ponselku dengan nanar.
Oke, kuputusklan untuk mengikuti permainan jiyon, tidak seharusnya aku terpuruk seperti ini, bukankah dia sudah menghubungiku, aku tahu posisinya, aku bisa mencarinya bukan?

♣♣♣♣ ® ♣♣♣♣

Tanggal 15 Desember, aku mendesah pelan, biasanya aku merayakan ulang tahunku dengan Jihee, Hyungi dan Cha-Cha, tapi hari ini... bahkan jiyeon -orang yang selalu menjadi yang pertama mengucapkan selamat padaku- tidak menghubungiku sama sekali? Ke mana mereka semua? Bukan hanya tidak menampakkan batang hidung mereka, bahkan ponsel tidak ada yang aktif? Oh... ayolah...
Drttt... Drttt... Drttt...
Dengan semangat 45 aku meraih ponsel di atas meja. Eh? Aku mengeryitkan dahi saat melihat layar ponselku. 'Kim Heechul Calling...'
“Yoboseyo...”
“Riyong-ah...”
“Ne?”
“Kau ada acara hari ini?”
“Tidak juga, ada apa?”
“Kau bisa menemaniku hari ini?”
“Ke mana?”
“Kau akan tahu nanti, bersiap-siaplah 15 menit lagi aku akan sampai di apartmentmu.”
“Mwo? Hya! Yoboseyo... yoboseyo...” sebenarnya sia-sia aku berteriak, karena kudengar sambungan telepon telah terputus. “Aish! Kenapa dia sesenaknya sendiri?” gerutuku, dengan berat hati kau melangkah menuju kamar mandi.

15 Menit Kemudian...

TingTong... TingTong...
Aku melihat jam di dinding kamarku, “Benar-benar tepat waktu.” gumamku lirih.
Ckelekkk...
Begitu kubuka pintu, sebuah senyuman khas dari seorang Kim Heechul telah menyambutku.
“Sudah siap?” tanyanya tanpa basa-basi. Aku hanya bisa menghela napas pelan, kemudian mengangguk lemah. “Kau pasti suka dengan tempatnya.”
Aku mengeryitkan dahi, “Memangnya kita mau ke mana?” tidak ada jawaban, hanya senyuman yang tersungging di bibirnya. Kalau boleh jujur aku suka dengan senyumannya. Aish! Riyoung! Apa yang sedang kau pikirkan?
========

Heechul membawaku ke sebuah restaurant, tapi ada sesuatu yang aneh, kenapa restaurant sebesar ini tidak ada pengunjungnya?
“Errr... Heechul-ssi, apa kau tidak salah tempat? Kenapa restaurant ini seperti mau bangkrut?”
“Jangan bicara sembarangan, aku memesan seluruh restaurant ini secara khusus, untuk kita.” aku langsung menatapnya dengan tajam, apa maksudnya? “Hari ini ulang tahunmu bukan?” ah... tanpa sadar senyumku langsung terkuar begitu saja. “Saengil Chukae Hanmida.” ucapnya sambil menyodorkan sebatang mawar putih padaku.
“Gomawo...” aku tidak bisa menampik aura bahagia dalam diriku, akhirnya ada yang mengingat hari terpenting dalam hidupku.
Kulihat Heechul menjentikkan tangannya, tidak lama kemudian dua orang pelayan menghidangkan beberapa makanan di meja kami, sedikit terkejut karena semuanya merupakan makanan favoriteku.
“Heechul-ssi...” rasanya aku tidak tahu harus mengatakan apa.
“Kau suka?” aku mengangguk mantap, Heechul mengulurkan sendok padaku. “Kau tidak akan kenyang jika hanya memandanginya saja.” aku tersenyum malu, dan mulai menyantap makanan yang ada di hadapanku.
Kuedarkan pandangan ke segala penjuru arah, sepi, tentu saja restaurant ini kan sudah di pesan secara khusus, sebenarnya... suasana seperti ini sedikit membuatku tidak nyaman.
“Heechul-ssi, kenapa kau memesan seluruh restaurant ini? Kurasa ini hanya menghambur-hamburkan uang saja.”
Heechul terssenyum simpul, “Kau akan tahu nanti.”
“Kau merahasiakan sesuatu? Apa kau akan memberiku hadiah?” tanyaku sedikit bersemangat.
“Sepertinya.”
“Apa? Ayo cepat keluarkan.” tanpa rasa malu aku menyodorkan tanganku.
“Nanti.” ucapnya acuh.
“Cih! Membosankan.” gerutuku.
“Sebenarnya aku mau-mau saja memberimu hadiah sekarang, tapi... aku sedikit ragu apa kau akan menyukainya?”
“Aku pasti menyukainya.” ucapku dengan sungguh-sungguh.
“Benarkah?” aku mengangguk, “Kita lihat saja nanti, sekarang habiskan makananmu dulu.”

Aku melihat beberapa cake telah terhidang menggentikan makanan utama, well, aku memang suka makan tapi kalau sebanyak ini...
“Kenapa? Kau tidak suka?” aku tersentak, kulihat Heechul mengerutkan dahinya.
“Siapa bilang? Tentu saja aku suka, hanya saja... ini terlalu banyak, aku tidak yakin bisa menampung semuanya.” aku mulai mencomot cake strawberry yang ada di depanku.
“Benarkah? Bukan karena kau merasa malu?”
“Kenapa harus malu?”
“Biasanya yeoja sedikit jaim soal pola makan.”
“Hahaha... kau tenang saja, aku tipe yeoja yang banyak makan, tapi harus bertahap, tidak mungkin bisa kutampung semuanya sekaligus.” aku kembali mencicipi sepotong cake fruit yang menggoda selera.
“Riyoung...”
“Hemmm...”
“Kau mau hadiahnya sekarang?” dengan susah payah kutelan potongan cake yang bersarang di tenggorokanku, kemudian menganggu cepat. “Semangat sekali.” bisa kudengar suara kekehan yang keluar dari mulut Heechul. “Baiklah hadiah pertama.” Heechul menyodorkan sebuah kotak padaku.
Aku mengeryit, “Memangnya kau akan memberiku berapa hadiah?”
Heechul mengedikkan bahunya. “Hanya dua, well, kuberikan ini dulu, sebagai antisipasi, siapa tahu kau menolak hadiah utamanya.”
“Mencurigakan!” cibirku seraya membuka kotak tersebut. “Wow...” hanya itu kata-kata yang mampu kuucapkan saat melihat hadiahku, sebuah kalung yang terbuat dari emas putih dengan liontin berbentuk daun maple, sederhana tapi... sangat cantik.
“Kau tidak mau memakainya?”
“Eh?” dengan cepat Heechul berjalan ke arahku, membantuku memakai kalung pemberiannya. “Terima kasih.” kusentuh liontin di leherku dengan lembut, bisa kulihat senyuman Heechul -senyuman yang kusukai- dan entah mengapa aku merasa sangat damai saat melihat senyuman itu.
“Kau siap untuk hadiah utamanya, nona Park?”
Aku tersenyum, “Tentu saja, berikan padaku.”

“Tutup matamu,” aku menurut, “Kau tidak boleh mengintip.” aku terkekeh mendengar nada suaranya yantg seperti merajuk itu, kemudian mengangguk. “Ulurkan kedua tanganmu.” bisa kuraskan Heechul dengan perlahan meletakkan kedua tanganku di atas meja, sejurus kemudian kurasakan seseuatu yang dingin menyentuh kulitku, aku mengeryit, bukan karena sakit tapi karena mati penasaran. “Bisa kau membantuku?”
Aku memeiringkan kepala, tanpa membuka mata. “Apa?”
“Bantu aku menghitung sampai sepuluh, dalam hatimu, baru kau boleh membuka matamu.”
Aku mulai menghitung, tepat di hitungan ke sepuluh aku membuka mata, sedikit bingung karena Heechul tidak ada di tempat duduknya, kualihkan pandangan ke segala penjuru arah. “Ke mana dia?” bisikku lirih.
Aku memincingkan mata saat menyadari di atas meja terdapat secarik kertas. Dengan perasaan ragu aku mulai membaca tulisan tangan yang cukup rapi.

Riyoung-ah...
Mungkin ini terdengar konyol, sejujurnya aku tidak bisa berbuat hal-hal yang menurut sebagian yeoja masuk kategori 'romantis', tapi... apa aku melakukannya dengan baik hari ini? Tidak perlu kau jawab aku tahu jawabannya pasti sangat parah hahaha...
Oke, kembali ke pokok masalah.
Aku yakin pasti saat ini kau tidak sadar telah menerima hadiah utama, coba lihat tangan kirimu.

Aku terkesiap saat menyadari ada sebuah cincin yang melingkar di jari manisku. Buru-buru kualihkan pandanganku pada kertas itu lagi, aku butuh penjelasan.

Sebenarnya, beberapa minggu yang lalu kedua orang tuaku sangat ribut, menyuruhku untuk cepat-cepat memiliki pendamping, dan entah bagaimana caranya yang ada dalam benakku saat itu adalah kau. Jadi kurasa... tidak ada salahnya jika kita menjalani kehidupan lebih dari sekedar teman.
Karena itulah hari ini, tepat di hari ulang tahunmu, hari paling istimewa bagimu, aku menahan seluruh rasa malu, atau bahkan harga diriku, untuk meminta bantuan pada teman-temanmu -sedikit bersyukur ternyata kau tidak terlalu suka hal-hal yang berbau romantis kerena sudah pasti aku juga payah dalam hal seperti itu hehehe- untuk meluluhkan hatimu.

Aku mengeryitkan dahi, meluluhkan hatiku? Tunggu dulu, teman-temanku? Jangan-jangan...

Apa saat ini kau bingung? Aku juga bingung bagaimana menjelaskannya, yang pasti hari ini... aku berniat melamarmu Park Riyoung.
Kau sudah tau hadiah utamamu, tapi aku masih belum tahu apakah kau menerima hadiahmu atau tidak, jadi... aku akan menunggumu di taman dekat restaurant ini.
Kalau boleh aku meminta, tolong berikan jawaban yang memuaskan untukku.

- Kim Heechul -

Ya Tuhan... apa-apaan ini? Aku tahu Kim Heechul itu aneh, atau bahkan sakit jiwa, tapi aku tidak pernah menyangka akan separah ini.
Eh? Kenapa jauh di dasar hatiku... aku bisa merasakan sebuah perasaaan senang, tidak lebih dari senang, jantungku berdebar kencang, dan entahlah... rasanya aku tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Oke, bukan berarti aku buta dengan perasaanku sendiri, hanya saja... aku tidak pernah memikirkan hal-hal semacam ini, karir bagiku masih menjadi yang utama, aku tidak pernah berusaha keras untuk mencari seorang pendamping hidup, selama ini aku hanya mengikuti arus kehiduapanku yang memang telah terbentuk secara alami. Tapi... kenapa saat ini seluruh pandanganku bisa berubah seketika? Entahlah... tapi... seolah aku tidak bisa menolak lamarannya, aku benar-benar merasa seperti bukan diriku sendiri. Tunggu dulu, mungkinkah... dia Mr. Right-ku?
========

Aku berjalan dengan langkah mantap tapi terlihat lebih santai. Berkali-kali kuhirup udara dalam-dalam, tinggal beberapa langkah lagi aku akan sampai pada sosok itu, sosok yang tengah menengadah menatap langit malam, entah apa yang ada dalam pikirannya saat ini.
Aku duduk tepat di sampingnya, bisa kulihat dia terlonjak, kaget, ah... mungkin saja dia tidak menyangka aku akan datang memenuhi undangannya -datang ke taman ini tentunya-.
“Hai...” aku berusaha mencairkan suasana. Dia diam, hanya menatapku dalam. “Bukankah aku harus memberimu jawaban?”
Kulihat dia mulai tersenyum, “Tentu saja.”
“Ehmmm... sebelum itu, boleh aku mengajukan beberapa pertanyaan?”
Heechul menghela napas pelan, “Tanyalah.”
“Pertama, bagaimana kau bisa kenal Jihee, Hyungi dan Cha-Cha? Bukankah mereka teman-temanku yang kau maksud?”
“Asal kau tahu, Teukie itu temanku. Apa itu sudah menjawab pertanyaanmu?”
Aku mendesah pelan, sialan! Kupastikan, aku akan membuat perhitungan dengan mereka semua.
“Pertanyaan utamaku, kenapa kau melamarku?”
Hening untuk sesaat, tidak ada jawaban yang meluncur dari bibirnya, dia hanya menatapku dalam. Errr... apa aku salah menanyakan hal ini?
“Apa kau berharap aku akan mengatakan cinta dan sebagainya?”
Aku mengedikkan bahu, “Entahlah, aku hanya ingin tahu sebuah alasan mungkin... hanya untuk memperkuat keyakinanku atas keputusan yang telah kuambil.”
“Aku tidak akan bilang kau adalah napasku karena sebelum bertemu denganmu aku tetap bisa bernapas.” aku mengangguk, setuju dengan kata-katanya. “Tapi kurasa... kehadiranmu merupakan sebuah pelengkap, mungkin lebih tepatnya penyempurna hidupku.” perlahan kurasakan jemarinya mulai menggenggam tangganku dengan erat. “Aku juga tidak tahu bagaimana perasaanku padamu. Beberapa hal yang bisa kupastikan, aku merasa nyaman saat bersamamu seolah aku menjadi diriku sendiri, seutuhnya. Saat aku tidak bisa bertemu denganmu, sepertinya ada sesuatu yang kurang dalam hidupku, ada sesuatu yang memberontak dalam diriku, dan pada akhirnya... aku cukup puas meski hanya melihat dirimu berdiri dalam keadan baik-baik saja. Satu lagi, kuharap kau tidak menertawakannya, jujur saja... aku lebih sering tersenyum saat berada di sekitarmu.”
“Itu bagius.” kulihat dia menatapku denganpandangan bingung. “Aku suka senyumanmu, jadi... alangkah lebih baik jika kau hanya akan tersenyum saat di sekitarku.”
“Apa itu artinya?”
“Kira-kira... kalau aku menerima lamaranmu, apa kau akan memberiku sebuah posisi yang menggiurkan di perusahaanmu?”
“Dasar!” bisa kurasakan tangan kekarnya mengacak rambutku. “Kurasa... aku punya sebuah posisi yang lebih menggiurkan untukmu.”
“Apa?”
“Sebuah posisi yang tidak akan pernah bisa di geser.” aku memincingkan mata, “Sebuah posisi di hatiku.” bisiknya, yang jujur saja membuatku merinding.
“Membosankan! Aku mau pulang.” dengan cepat aku beranjak pergi dari taman itu.

Aku menoleh saat menyadari Heechul melingkarkan jasnya di tubuhku. “Aku tahu kau kedinginan.” dia menggenggam tanganku. “Kita pulang saja.”
Kuhentikan langkahnya, “Bagaimana kalau kita jalan kaki?”
“Kau tidak lela?” aku menggelang pelan. “Baiklah, kita jalan kaki. Well, kau benar-benar tidak tertarik dengan tawaranku tadi?”
“Tidak, terima kasih.”
“Bagaimana kalau kutawarkan seluruh cintaku?”
“Aku akan mati kelaparan kalau kau hanya memberiku cintamu.” aku terkekeh pelan, mendengar jawabanku sendiri.
“Aish! Park Riyoung, baiklah, sekarang aku akan serius. Will you marry me?”
“Menurutmu?”
“Kau tidak akan pernah bisa menolakku.”
“Cih! Percaya diri sekali? Tapi... benar juga.” aku mendesah pelan, “Karena ini kau jadi tidak bisa menolakmu.” kutunjukkan tangan kiriku, telah melingkar dengan sempurna di jari manisku hadiah utama dari ulang tahunku.
Kulihat sebuah senyuman bertengger di sudut bibirnya, “Kita pulang sekarang.” Heechul kembali menggenggam tanganku dengan erat.

Haruskah kukatakan dengan jelas bagaimana lupan kebahagiaan menyelimuti hatiku saat ini?
15 Desember, bukan hanya menjadi hari paling bersejarah bagiku, karena hari ini, aku menemukan sebuah inti dari seluruh hidupku tepat pada waktunya, Kim Heechul My Mr. Right...
Ehmmm... bukankah ini jauh terasa lebih manis?


**** The End ***

Hehehe....
This for Rinko... *Hug paling kenceng*
Saengil Chukae Hanmida... *Nyalain kembang api*
Neh ff bener2 pke sistem kebut dah, mianhae... kagak ada ide yang yahud, cmn ini aja yang kebetulan nyangkut di otak wkakaka... #Plakkk...
Well, Happy B'Day... Wish You All The Best...
♥♥♥♥ Love You... ♥♥♥♥
Chu~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar