Kamis, 01 Desember 2011

«» Beautiful Life ® Chapter 9 «»

Author : Me aka Reni Yunhae Uknow
Main Cast : Lee Ji Hee
                           Jung YunHo as Jung YunHo
                           Lee DongHae as Jung DongHae
Support Cast : Shin HyunGi
                                  Kang SoHwi
                                  LeeTeuk
                                  Cho Kyuhyun
Genre : Drama-Romance / Straight
Rated : PG-16
Length : Chapter 9 / Of ?
Disclaimer : Plot, ide cerita cmn milik author, kagak ada yang boleh protes! *langsung di tendang ke surga(?)*
Cerita ini hanya karangan fiktif belaka, jika ada kesamaan, Nama(?) *maaf, ini mah sengaja, aku emg pke namkor temen2ku :P * Karakter(?) *mungkin aja kan?* Tempat(?) *ya… siapa tahu?* Peristiwa(?) *ehm… kayaknya kemungkinan kecil dah wkakaka…*
Hey! Siapa suruh kebetulan mirip ma imajinasiku? Nah… lho? *Langsung digorok massa*  
Well, happy reading aja dah (^^v)
====================

Jihee mulai membuka matanya, mencoba memfokuskan pandangannya. Sejurus kemudian matanya membulat sempurna, melihat sosok namja yang sudah tidak asing baginya.
“Kau?” Jihee melompat dari tempat tidurnya. “A… apa yang kau lakukan di sini?”
“Tentu saja membangunkanmu. Aku kan… menjemputmu.”
“Mwo?” sekali lagi Jihee membulatkan matanya.
“Aish! Kenapa reaksimu selalu berlebihan?”
Jihee memutar bola matanya. “Bagaimana kau bisa masuk ke kamarku?”
“Tentu saja lewat pintu, bodoh!”
Lagi-lagi Jihee memutar bola matanya. “Maksudku, bagaimana kau bisa ada di sini, Donghae-ah? Kau… bahkan appa tidak pernah mengijinkanku membawa teman namja masuk ke dalam rumah, batas wilayah untuk seorang namja hanya sampai di teras depan.” Jihee menggaruk-garuk pelipisnya.

Donghae mengedarkan pandangannya, tanpa memperdulikan semu aocehan Jihee. “Hey! Ternyata kamarmu… boleh juga.” Dongahe mengeryitkan dahi, melihat raut wajah Jihee yang masih dipenuhi dengan tanda tanya besar. “Sudah jangan dipikirkan!”
“Tapi…”
Chuppp…
Jihee membulatkan matanya, saat menyadari Donghae telah mencium bibirnya dengan kilat.
“Morning kiss.” ucap Donghae dengan wajah polosnya.
“Kyaaa…” teriakan Jihee menggema di seluruh rumah.

Ckelekkk…
“Jihee, kau kenapa?” Hyukjae menatap Jihee dan Donghae bergantian. “Apa yang kau lakukan pada putriku, anak muda?” Hyukjae memincingkan matanya.
Donghae menggeleng santai, Jihee menelan ludahnya dengan susah payah.
“A… appa… bukankah harusnya aku yang ber… bertanya, kenapa namja ini ada di kamarku?” Jihee menunjuk-nunjuk Donghae.
Hyukjae menghela napas lega. “Ji-ya… kau ini, terlalu berlebihan.” Jihee membulatkan matanya, tidak percaya dengan kata-kata yang terlontar dari mulut appanya. “Donghae berinisiatif untuk menjemputmu, kalian satu sekolahan bukan? Well, jangan terlalu tegang seperti itu, wajarkan kalau dia ingin mengenalmu lebih dekat? Donghae kan calon putramu.”
Jihee mendengus pelan. “Mengenal lebih dekat? Jadi itu dalihnya? Dasar!” rutuk Jihee dalam hati..
“Soal kenapa Donghae bisa ada di kamarmu… tadi dia menawarkan diri untuk membangunkanmu, hitung-hitung membantu eommamu.”
Jihee memutar bola matanya, kemudian menatap Donghae tajam. “Kau…”
“Sudah-sudah.” Hyukjae menyela perkataan Jihee. “Donghae kita tunggu Jihee di meja makan.” Hyukjae menepuk punggung Donghae. “Oya, terima kasih telah membangunkan putriku, meski pada akhirnya terjadi sebuah keributan yang luar biasa.” Hyukjae terkekeh pelan.
“Appa!” protes Jihee, sambil mengembungkan pipinya.
Ckelekkk…
Hyukjae keluar dari kamar putri semata wayangnya itu, di ikuti oleh Donghae, yang mengekor tepat di belakangnya. Sebelum Dongahe menutup pintu, dia tersenyum lembut, mengerlingkan sebelah matanya, dan memberikan ciuman jauh untuk Jihee.
Blammm…
Jihee mengerjapkan matanya beberapa kali. “Mwo? Apa-apaan dia?” gerutunya.

♣♣♣♣ ® ♣♣♣♣

Jihee berdiri di ambang pintu, sudut bibirnya sedikit terangkat, semua rasa sebalnya menguap begitu saja, saat melihat seorang Donghae bisa dengan mudah menarik perhatian kedua orang tuanya.
“Ji-ya… kenapa hanya berdiri di situ?” ujar Hyukjae.
Jihee tersentak kaget mendengar sapaan itu, kemudian tersenyum simpul, dan mengambil tempat duduk di samping Donghae.
“Terima kasih.” ucap Jihee, saat Donghae menyodorkan segelas orange jus padanya.
Donghae hanya tersenyum, dan kembali melahap makanan yang ada di hadapannya.
“Ji-ya… lihatlah… kau beruntung sekali bukan? Calon putramu sangat baik, sopan, juga… tampan.” Seulra terkekeh pelan, melihat Hyukjae yang langsung membutkan matanya. “Hehehe… kau tetap yang paling tampan, di mataku.” Seulra mengusap pipi Hyukjae dengan lembut.
“Ehem…” Jihee berdehem, mengintrupsi kemesraan kedua orang tuanya.
“Hahaha… Donghae-ya… kau mau tambah makanannya?” Seulra berusaha mengalihkan perhatian.
“Tidak, ini sudah cukup, terima kasih.” Jihee berusaha mengulum senyumnya, melihat sikap Donghae.
“Ji-ya… sebaiknya mulai sekarang kau harus lebih… mempersiapkan diri.” Jihee menatap eommanya sekilas, kembali menyendok beberapa makanan. “Ya… siapa tahu… besok Jung Yunho sendiri yang akan menjemputmu.” kata-kata Seulra berhasil membuat Jihee tersedak.
“Jihee…” pekik Donghae, sedikit panik, sambil menyodorkan segelas air.
“Uhuk… uhuk… uhuk…” Jihee berusaha meraih gelas.
“Pelan-pelan minumnya.” Donghae mengusap punggung Jihee dengan lembut. “Sudah lebih baik?”
Jihee mengangguk lemah, “Aku sudah tidak apa-apa, kau tidak perlu cemas seperti itu.”
Donghae mendengus kesal. “Aish! Kau ini! Bagaimana tidak cemas, melihat air mukamu yang seperti itu.” secara refleks tangan Donghae terulur, ibu jarinya menyeka sudut bibir Jihee.
Jihee tersenyum simpul. “Terima kasih.”
Donghae menatap Jihee dalam, “Aku hanya tidak ingin…” kata-kata Donghae terputus, karena tiba-tiba merasakan tatapan yang menusuk, di arahkan padanya.
Dengan cepat Donghae memperbaiki posisi duduknya.

Hyukjae memincingkan matanya, Seulra menaikkan sebelah alisnya.
Jihee hanya bisa menggigit bibir bawahnya, saat menyadari kedua orang tuanya… kini tengah menatap Donghae dengan sorotan yang tajam.
Kedua orang tua Jihee sama-sama terdiam, bergelut dengan pikiran masing-masing saat melihat perlakuan Donghae terhadap Jihee, yang menurut pandangan mereka terlihat… sedikit berlebihan.
“Ehemmm…” Donghae berusaha mencairkan suasana, dengan cepat dia berusaha memutar otak, agar kedua orang tua Jihee tidak curiga. “Aku hanya tidak ingin mempunyai eomma yang ceroboh.”
“Mwo?” Jihee memukul lengan Donghae dengan keras.
“Aish! Apa-apaan ini? Belum-belum aku sudah di siksa calon ibu tiri.” Donghae menggeleng pasrah.
Sudut bibir Donghae sedikit terangkat, saat menyadari kata-kata yang terlontar dari mulutnya berhasil membuat wajah Hyukjae dan Seulra kembali rileks.
“Ehmmm… apa kalian juga sering bertengkar seperti ini saat di sekolahan?” tanya Seulra dengan senyum yang terlihat sedikit dipaksakan.
“Tidak juga, meski kami sekelas, kami jarang berinteraksi.” Donghae bicara tanpa keraguan. “Memang dulu kami jarang berinteraksi bukan? Selama ini aku hanya bisa mencintainya secara diam-diam.” gumam Donghae dalam hati.
“Aku tidak ingin mencari masalah.” ujar Jihee, kemudian meneguk segelas air.
Hyukjae menatap Jihee dan Donghae secara bergantian. “Maksudmu?”
“Iya, aku tidak ingin dibantai semua fansnya.”
“Dibantai, nona Lee?” Donghae mengarahkan pandangan pada Jihee.
“Jadi, Donghae termasuk namja populer?” ketegangan di wajah Seulra telah luntur sepenuhnya.
Jihee mengedikkan bahunya. “Begitulah, dia kan kapten tim basket.”
Hyukjae dan Seulra mulai mengenyahkan semua pikiran ‘aneh’ tentang kedekatan Donghae dan Jihee.
Sedangkan dua orang tersangka kita? Mereka sama-sama menghela napas lega.

♣♣♣♣ ® ♣♣♣♣

Donghae menghentikan motornya di pinggir jalan.
“Ji-ya…”
“Jangan memanggilku seperti itu.” Jihee memukul punggung Donghae pelan.
“Kenapa?”
“Aish! Itu memalukan, terkesan manja.” Jihee mengerucutkan bibirnya.
“Hahaha… lalu kenapa kau tidak protes saat orang tuamu memanggil seperti itu?’
“Hya! Mereka orang tuaku, tentu saja… lain ceritanya.”
“Hahaha… sudahlah, cepat pengangan yang erat.”
“Aku sudah pegangan.” Jihee mengeratkan pegangannya pada sisi belakang motor.
“Aish! Bukan seperti itu.” Donghae meraih lengan Jihee, melingkarkannya di perutnya sendiri. “Begini baru benar.”
Senyum simpul terpapar di bibir Jihee, dengan cepat Jihee menyandarkan dagunya di pundak Donghae. “Donghae-ah… kenapa kau selalu bersikap seperti ini padaku?”
“Apa aku masih harus menjelaskannya?”
Jihee menggelengkan kepalanya. “Aku hanya berfikir… jika kita seperti ini terus, aku… aku mungkin… akan sulit untuk melepaskanmu.”
“Jangan pernah lepaskan.” Donghae menoleh, menatap kedua bola mata Jihee, dalam. “Jangan pernah melepaskanku, apapun yang terjadi. Karena aku juga tidak akan pernah melepaskanmu.”
“Hae, aku…”
“Sttt…” Donghae meletakkan jari telunjuknya di atas permukaan bibir Jihee. “Aku tahu apa yang akan kau katakan. Dengar Jihee, aku tidak akan pernah memaksamu untuk memilih antara aku atau… appaku. Hanya satu hal yang kuminta darimu, jangan pernah memaksaku untuk pergi jauh darimu.” Donghae meremas jemari Jihee. “Aku akan selalu ada di sisimu.”
Jihee mengerang. “Hae! Kenapa kau begitu mencintaiku?”
Donghae mengangkat bahunya. “Entahlah, mungkin karena kau adalah Lee Jihee.”
Dengan perasaan geram Jihee menggigit bahu Donghae. “Hya! Aku serius.”
Donghae meringis, kemudian terkekeh. “Aku jauh lebih serius. Kurasa… aku tidak akan pernah bisa memberikan seluruh hatiku pada yeoja lain, selain Lee Jihee.”
Jihee mendengus pelan. “Kita tidak akan pernah tahu. Kau bahkan belum pernah mencobanya.”
“Kau salah!” sergah Donghae, “Aku sudah pernah mencobanya, berkali-kali, tapi hasilnya tetap sama, bahkan… aku semakin mencintaimu.” Jihee mengigit bibir bawahnya, bingung, merasa tidak cukup mampu untuk mendebat semua kata-kata yang terlontar dari namja yang satu ini. “Kau tenang saja, aku tidak akan menculikmu di hari pernikahanmu.”
Jihee memutar bola matanya. “Cih! Jangan konyol.”
Donghae terkekeh. “Percayalah padaku, semua akan baik-baik saja.”
Jihee mendesah pelan. “Sudahlah, sebaiknya kita… tidak membicarakan masalah ini dulu.”
“Deal!”
Jihee tersenyum simpul, melingkarkan kedua tangannya di perut Donghae. “Aku tidak ingin terlambat masuk kelas, kau kan sudah susah payah menjemputku.”
“As you wish.”
Donghae memacu motornya dengan kecepatan yang cukup tinggi, sesekali dia menyentuh lengan Jihee yang melingar erat di perutnya, senyuman penuh kebahagiaan terus mengembang di bibirnya.

♣♣♣♣ ® ♣♣♣♣

“Hyungi-ah…” Jihee berlari ke arah Hyungi yang telah duduk manis di bangkunya.
Hyungi mengeryitkan dahi, melihat Jihee yang tersenyum ceria. “Eh? Ada apa dengan wajah ini?” Hyungi mencolek pipi Jihee. “Apa aku telah melewatkan sesuatu?”
“Tidak juga.” Jihee menyandarkan tubuhnya di punggung kursi.
“Apa?” tuntut Hyungi.
“Tidak ada yang special, hanya saja…” Jihee melirik Donghae sekilas. “Ehmm… hubunganku dan Donghae mulai membaik, sepertinya.”
“Benarkah? Tunggu dulu, membaik yang bagaimana maksudmu?”
Jihee mengangkat bahunya. “Begitulah.”
Hyungi memincingkan matanya. “Mencurigakan!”
“Jauh lebih mencurigakan dirimu.” tukas Jihee.
“Eh?”
“Tadi, kulihat kau melamun.”
“Hahaha… mana ada hal seperti itu?” Hyungi tertawa hambar.
Jihee menatap Hyungi dengan pandangan tidak percayanya, sedangkan Hyungi? Dia berusaha menghindari tatapan Jihee, mengalihkan pandangan ke arah jendela. Tanpa sadar Hyungi mengertakkan giginya, kemudian memejamkan kedua matanya rapat-rapat, saat sebuah kilasan peristiwa muncul dalam benaknya.


»»»»®««««

Matahari mulai menyusup di sela-sela tirai kamar Hyungi.
Perlahan, Leeteuk mulai membuka matanya, sebuah senyuman tersungging di sudut bibirnya, “Hal yang paling membahagiakan dalam hidupku, mengetahui kaulah orang pertama yang kulihat saat aku membuka mata.” bisiknya lirih.
Leeteuk meraup tubuh Hyungi, mendekapnya dengan erat. Pandangan Leeteuk tidak beralih sedikitpun dari Hyungi, menatapnya dalam, menjelajahi tiap lekuk wajah yeoja itu.
Beberapa saat kemudian, Hyungi mengeliat pelan dalam dekapan Leeteuk, perlahan yeoja itu mulai membuka matanya, Hyungi tersenyum saat melihat wajah Leeteuk berada tepat di hadapannya, dengan malas Hyungi memejamkan matanya kembali. Namun, sejurus kemudian Hyungi membelalakkan matanya lebar.
“Kau!” suara parau Hyungi terdengar cukup lantang.
Chuppp…
Leeteuk mengecup pucuk kepala Hyungi. “Pagi cantik.” ucapnya dengan penuh kelembutan.
“Kyaaa…” Hyungi berteriak histeris. Dengan segala perasan bingung dia menendang tubuh Leeteuk hingga tersungkur di lantai. “Ba… bagaimana bisa ka… kau…” Hyungi seolah kehilangan kata-kata.
“Aish! Bukankah semalam kau yang…” Leeteuk menggantungkan kata-katanya.
Hyungi mengeryitkan dahi. “Yang apa?” tukasnya tajam.
“Yang berusaha menggodaku.” mata Hyungi membulat sempurna, “Kau memang menggodaku, karena pertahanan dirimu yang lemah nona Shin.” tawa Leeteuk dalam hati.
“Mana mungkin ada hal semacam itu.” Hyungi mulai berang.
Leeteuk menghampiri Hyungi. “Kau sudah lupa?” Hyungi terkesiap saat menyadari wajah Leeteuk berada cukup dekat dengannya. “Mau kuingatkan kembali?” goda Leeteuk.
“Kyaaa…” teriak Hyungi, tangannya berusaha menggapai sesuatu.
Prakkk…
Hyungi memukul kepala Leeteuk dengan jam weker yang berhasil diraihnya, naas, karena jam weker itu langsung menghembuskan napas terakhirnya(?).
“Awww…” rintih Leeteuk.
Brukkk…
Melihat ada kesempatan, Hyungi langsung menendang perut Leeteuk, hingga untuk kedua kalinya namja itu kembali terkapar di lantai.
“Hyungi-ya… kau tega sekali padaku.” Leeteuk meringis kesakitan.
“Kyaaa…” Hyungi kembali berteriak kencang, menutup kedua telinganya, dan melompat dari atas tempat tidurnya, berlari keluar dari kamarnya.
Blammm…
Hyungi membanting pintu kamarnya dengan keras.
Leeteuk masih terbaring di lantai, memegang kepala dan perutnya perlahan mulai memejamkan matanya, sejurus kemudia dia terkekeh pelan.

»»»»®««««


Hyungi mengepalkan tangannya kuat-kuat, benar-benar merutuk kejadian tadi pagi.
“Hyungi-ah… kau kenapa?” tanya Jihee yang melihat tingkah aneh dari sahabat baiknya itu.
“Eh? Tidak, hanya teringat sesuatu di rumah.”
Jihee mengangguk-anggukkan kepalanya. “Ah… sudah lama aku tidak main ke rumahmu, bagaimana kabar ahjumma dan ahjushi?” Hyungi menatap Jihee dengan pandangan kosong. “Hyungi-ah…” Jihee melambaikan tangannya di depan wajah Hyungi. “Kau masih hidup?”
Hyungi memutar bola matanya. “Menurutmu?” Jihee hanya terkekeh pelan saat mendengar nada suara Hyungi yang sangat tajam. “Ehmmm… Jihee, apa aku belum bilang padamu?
“Apa?”
“Eomma dan appaku pergi ke Gwangju selama seminggu.”
“Eh? Kau belum cerita, kapan?”
“Errr… tiga hari yang lalu.”
“Mwo?” Hyungi terlonjak kaget mendengar pekikan Jihee.
“Jihee!” Hyungi memukul lengan Jihee, dan Jihee kembali terkekeh pelan.
“Well, bukankah itu artinya…” Jihee menggantungkan kata-katanya, menatap Hyungi dengan senyum jahilnya.
“Apa?” sungut Hyungi.
“Kau hanya tinggal berdua dengan namja itu?” Jihee menaik-turunkan alisnya.
Hyungi memutar kedua bola matanya. “Sudahlah, jangan membicarakan namja babo itu, benar-benar membosankan.”
Jihee mengangkat bahunya. “Oke, seperti kataku sebelumnya, aku hanya akan menjadi penonton setia, untukmu.” Hyungi meringis mendengar kata-kata Jihee.

Di Sisi Lain…

Drttt… Drttt… Drttt…
Sebuah ponsel -yang tergeletak di atas meja- bergetar, menandakan sebuah pesan masuk.
“Sohwi… ponselmu.” teriak seorang yeoja yang duduk tak jauh dari tempat ponsel itu.
Sohwi terlihat berlari kecil. “Thanks Eunkyung-ah…” ucapnya dengan senyum yang mengembang.
Dengan cepat Sohwi meraih ponselnya, raut wajahnya sedikit berubah saat melihat layar ponselnya.
“Mau apa lagi namja itu?” dengan perasaan malas Sohwi membaca pesan singkat di ponselnya.

From : Cho Kyuhyun.

Hari ini jangan pulang dulu, aku akan menjemputmu.
Oya, jangan coba-coba untuk kabur, Miss. Kang!
Ingat kesepakatan kita ^.^

Sohwi mendesah pelan, mengantongi ponselnya, kemudian beranjak dari tempat itu.
“Kau mau kemana? Sebentar lagi pelajaran pertama dimulai.” tanya Eunkyung, di sela-sela aktivitasnya, yang masih berkutat dengan buku pr yang belum sepenuhnya selesai.
“Toilet.” jawab Sohwi dengan nada datar.

Sowhi berjalan dengan gontai, langkahnya terhenti tepat di depan kelas XI-4.
Sejak awal Sohwi memang tidak berniat untuk pergi ke toilet, dia hanya ingin mencuri kesempatan untuk melihat Donghae. Ya, bagi Sohwi, segala sesuatu yang ada dalam diri Donghae merupakan vitamin penambah energi.
Sohwi mengulum senyumnya, saat melihat Donghae tertawa, meski tawa itu bukan di tujukan untuknya. Untuk sesaat yeoja itu menahan napasnya, karena melihat satu pemandangan yang membuat jantungnya bagai di tusuk ribuan pisau. Ya, Donghae berjalan menghampiri Jihee, dan dengan mudahnya seorang Donghae -yang terkenal acuh- mengacak rambut Jihee dengan sorotan mata yang penuh kelembutan.
Sejurus kemudian, Sohwi pergi menuju ruang kelasnya, sambil menertawakan dirinya sendiri. “Kang Sohwi, sebenarnya apa yang kau harapkan?” gumamnya lirih.

♣♣♣♣ ® ♣♣♣♣

Waktu berjalan sangat cepat, tak terasa bel yang menandakan pulang sekolah telah berbunyi, hampir seluruh murid telah melesat meninggalkan kelas masing-masing. Begitu semangatnya untuk pulang, hingga di dalam kelas XI-4 menyisahkan tiga ekor(?) murid, siapa lagi kalau bukan Hyungi, Jihee dan Donghae.
“Jihee, kau pulang dengannya bukan?” Hyungi mengarahkan dagunya pada Donghae, yang terlihat memasukkan beberapa buku di tasnya. Jihee hanya menganggukkan kepalanya. “Ya sudah, aku pulang dulu.” Hyungi mengecup pipi kiri Jihee, kemudian beranjak dari duduknya. “Bye Donghae, aku titip Jihee padamu.”
Donghae mendongak, “Tenang saja, Jihee aman di tanganku.”
Jihee langsung menatap Donghae dengan sorotan tajam. “Aman? Aku tidak mau naik motormu kalau kau ngebut lagi, aku kan masih sayang nyawa.”
Donghae menghampiri Jihee dengan senyum cemerlangnya(?). “Tadi itu karena kau tidak mau terlambat, makannya aku sedikit ngebut.”
“Sedikit?” Jihee mendengus kesal.
Chuppp…
Dengan cepat Donghae mengecup pipi Jihee.
“Aish… apa yang kau lakukan?” Jihee mendorong tubuh Donghae.
“Aku kan hanya meniru Hyungi.” Jihee memutar bola matanya. “Masih marah?” tanya Donghae dengan wajah polosnya.
“Menurutmu?”
Donghae tersenyum, detik berikutnya menarik langan Jihee, mendekap yeoja itu dalam pelukannya. “Kau tidak mungkin bisa marah padaku.”
“Cih! Percaya diri sekali?” gerutu Jihee, namun tangannya bergerak, melingkar di pinggang Donghae, membalas pelukan hangat itu.

“Kau akan langsung ke rumah kan?” tanya Donghae, saat keduanya berjalan menuju parkiran motor.
“Yup.” jawab Jihee singkat.
“Eh… Jihee-ya… bagaimana kalau kita pergi kencan dulu?”
“Aish… apa kau sudah lupa? Aku harus menemani Jung halmoni minum obat.”
“Lalu, kapan kita bisa pergi kencan?” gerutu Donghae.
Jihee mengusap pipi Donghae. “Ada apa denganmu? Bukankah kita bisa pergi saat aku pulang dari rumahmu. Ehmmm… kau yang akan mengantarku pulang kan?”
Detik itu juga raut wajah Donghae berubah ceria. “Benar juga. Kita bisa pergi makan malam berdua, bagaimana menurutmu?” Jihee menganggu tanda setuju. “Ah… aku sudah tidak sabar menunggu kencan kita.” Donghae menggenggam tangan Jihee dengan erat.
Namun tiba-tiba langkah Jihee terhenti, Donghae langsung menatap wajah Jihee.
“Kau kenapa? Apa ada sesuatu yang tertinggal.” Jihee menggeleng pelan, tangannya terulur, menunjuk sesuatu. Donghae yang merasa bingung mengikuti arah yang di tunjuk oleh Jihee. “Apa?”
“Bukankah itu Kyuhyun?” Jihee memincingkan matanya.
“Eh?” Donghae kembali mengarahkan pandangannya pada sosok yang dimaksud oleh Jihee. “Benar, itu Kyuhyun, kenapa dia ada di sini? Setahuku Jung halmoni tidak menyuruhnya untuk menjemputmu.”
Sejurus kemudian, baik Jihee maupun Donghae hanya bisa menggangga lebar, melihat pemandangan yang menurut mereka cukup menakjubkan. Kyuhyun menarik lengan seorang yeoja.
Jihee dan Donghae saling melempar pandang. “Kang Sohwi?” ujur mereka secara bersamaan.
“Sepertinya ada sesuatu yang menarik, yang telah kita lewatkan.” ujar Donghae, diiringi dengan anggukan dari Jihee.

♣♣♣♣ ® ♣♣♣♣

Kediaman Keluarga Shin…

Ckelekkk…
“Hyungi, kau sudah pulang?” Leeteuk menyambut kedatangan Hyungi di depan pintu.
“Hemmm.”
“Kau… kenapa begitu lemas? Tidak enak badan?”
“Aku muak melihat tampangmu!” batin Hyungi, dia melirik Leeteuk sekilas. “Tidak.” jawab Hyungi sekenanya.
“Ehmmm… sepertinya kau butuh penambah semangat.” Leeteuk terkekeh pelan.
Hyungi mengeryitkan dahi, menatap Leeteuk dengan tajam.
Chuppp…
Sebuah ciuman mendarat di bibir mungil Hyungi.
“Ka… kau! Berani sekali kau!” teriak Hyungi dengan penuh emosi, mendorong tubuh Leeteuk.
“Apa? Memangnya kenapa? Bukankah kita sudah pernah berciuman? Ah… kita juga sudah tidur bersama bukan?” Leeteuk tersenyum manis, mengerlingkan sebelah matanya.
“Hya! Kubunuh kau!”
Dengan cepat Hyungi menerjang tubuh Leeteuk, berusaha mencekik leher namja itu. Namun, detik itu juga Leeteuk merengkuh pinggang Hyungi, membuat yeoja itu sedikit terkesiap. Sejurus kemudian Hyungi berada dalam posisi yang kurang menguntungkan, tubuhnya terjepit diantara dinding dan tubuh Leeteuk.
“Hya! Apa yang…”
“Diam!” sergah Leeteuk, Hyungi hanya mampu menelan ludahnya, melihat kilatan di mata Leeteuk. “Kau milikku.” bisik Leeteuk lembut.
Hyungi menahan napasnya, melihat Leeteuk memiringkan wajahnya, perlahan semakin mendekati wajah Hyungi. Pasrah? Ya, Hyungi hanya bisa pasrah, memejamkan kedua matanya, dengan segala pikiran dan spekulasi yang berkecambuk dalam hatinya.

1 detik…
5 detik…
10 detik…
Tidak terjadi apa-apa, Hyungi memberanikan diri membuka kedua matanya.
Deg…
Hyungi tahu dengan pasti bahwa Leeteuk masih berada tepat di hadapannya, karena hambusan napas namja itu masih setia menerpa wajahnya. Namun… Hyungi tidak penah tahu, bahwa dengan membuka kedua matanya dia akan menemukan sebuah pemandangan yang mampu membuat jantungnya berpacu dengan kecepatan tinggi -jungkir balik, tidak terkontrol- karena sebuah tatapan lembut yang di berikan oleh seorang Leeteuk.
“Kenapa kau memejamkan mata?” Hyungi mengerjapkan mata saat mendengar suara Leeteuk. “Jangan-jangan… kau sedang mempersiapkan diri untuk kucium ya?” ujar Leeteuk dengan nada yang sedikit menggoda.
Hyungi diam, sejujurnya dia tidak mampu mencerna dengan baik apa yang dikatakan oleh Leeteuk, karena saat ini dia sedang sibuk mengontrol detak jantungnya.
Sudut bibir Leeteuk sedikit terangkat, melihat raut wajah Hyungi yang sulit untuk di gambarkan.
Chuppp…
Leeteuk mendaratkan sebuah ciuman lembut di kening Hyungi, dan entah mengapa yeoja itu kembali memejamkan kedua matanya, menikmati perlakuan yang diberikan oleh namja yang paling dibencinya itu. Gila? Mungkin, karena saat ini Hyungi merasa dirinya tidak bisa berfikir dengan jernih.
“Kau hanya milikku, ingat itu.” bisik Leeteuk tepat di telinga Hyungi.
Sejurus kemudian Leeteuk beranjak ke kamarnya di lantai dua, meninggalkan Hyungi, yang terlihat bagaikan orang yang nyawanya telah dicabut dengan paksa(?), dan menyisakan ekspresi linglung(?).
Beberapa saat kemudian, tubuh Hyungi merosot di lantai, “A… ada apa dengan diriku?” gumamnya lirih, di sela-sela mengatur napasnya yang… entah sejak kapan mulai memburu.

♣♣♣♣ ® ♣♣♣♣

Kediaman Keluarga Jung…

Donghae menghentikan motornya tepat di depan pintu rumah.
“Aku pergi ke kamar Jung halmoni dulu.” ucap Jihee begitu turun dari motor Donghae.
“Ya, aku akan segera menyusul.”
Jihee tersenyum simpul, kemudian berlari kecil masuk ke dlam rumah.
“Hya! Jangan lari, nanti kau bisa jatuh.” Jihee menoleh, dan menjulurkan lidahnya, kemudian kembali berlari kecil. “Dasar!” gerutu Donghae, namun tidak bisa dipungkiri sudut bibirnya sedikit terangkat..

Tok… Tok… Tok…
“Jung halmoni, boleh aku masuk?”
“Jihee-ya… kau kah itu?”
“Ne.”
“Ayo cepat masuk.”
Ckelekkk…
Begitu Jihee membuka pintu, dia telah disambut dengan senyuman yang mengembang dari Jung halmoni.
“Jihee-ya… dengan siapa kau kemari?”
“Donghae.”
“Donghae?” Jung halmoni mencoba untuk memastika.
“Ne, Donghae memberikan tumpangan padaku.”
“Mimpi apa anak itu semalam? Kukira dia akan menjadi orang yang paling menentang keras pernikahanmu dan appanya. Tapi… baguslah, itu artinya aku tidak perlu mencemaskan masalah ini lagi.” Jung halmoni menatap Jihee dalam. “Jihee-ya… keluarga ini akan selalu menyambutmu.”
“Terima kasih.” secara refleks Jihee memeluk tubuh wanita paruh baya itu. “Ehmmm… sekarang saatnya halmoni minum obat.” Saat itu juga Jung halmoni mengerang pelan. “Tiak ada alasan untuk menolak minum obat.” Jihee berjalan menuju sebuah meja, menyiapkan beberapa obat.

Ckelekkk…
“Halmoni, kau sudah minum obat?” tanya Donghae, begitu masuk ke dalam kamar neneknya.
“Jihee sedang menyiapkannya.” Jung halmoni mengarahkan dagunya pada Jihee, yang sedang berdiri memunggungi mereka.
Donghae langsung menghampiri Jihee. “Ada yang bisa kubantu?” tanya Donghae, yang dengan sengaja menggenggam tangan Jihee.
Detik itu juga Jihee melotot pada Donghae, menggumamkan kata-kata ‘Apa yang kau lakukan?’ tanpa suara, yang hasilnya… yeoja itu mendapatkan sebuah kerlingan mata dari Donghae.
“Errr… bisa tolong potong tablet yang berwarna merah itu, jadi dua bagian, aku hanya butuh setengahnya.” dengan perasaan was-was Jihee melirik Jung halmoni, dan untung saja sang nenek kini tengah sibuk membaca sebuah proposal.
“Selesai, apa lagi?” Jihee tersentak, saat mendengar suara Donghae.
“Mengagetkanku saja.” bisik Jihee.
“Eh?” tanpa memperdulikan wajah Donghae yang sedang kebingungan, Jihee berjalan menghampiri Jung halmoni.

Jihee menarik proposal di tangan Jung halmoni. “Halmoni, kau harus istirahat.”
“Jihee-ya… tinggal sedikit lagi.”
“Tidak, aku dan Donghae akan keluar. Jangan coba-coba untuk mengambil kembali proposal ini, atau aku tidak akan datang lagi ke rumah ini.”
“Jihee-ya… sejak kapan kau pintar mengancam nenek tua ini?”
Jihee mengusap dagunya. “Ehmmm… sepertinya sejak aku mengenal halmoni.” kelakar Jihee.
Jung halmoni terkekeh pelan. “Kau akan pulang?” Jihee mengengguk pelan. “Kenapa cepat sekali? Kau kan bisa menginap di sini.”
“Aku masih punya rumah, halmoni. Lagipula besok aku juga… masih harus sekolah.”
Jung halmoni menghela napas pelan. “Donghae-ya… kau mau menolong halmoni?”
“Apa?”
“Tolong antar Jihee pulang.”
“Dengan senang hati.” batin Donghae. “Tidak masalah.” Donghae mengedikkan bahunya.

Begitu keluar dari kamar Jung halmoni, Donghae merangkul pundak Jihee.
“Kita kencan hari ini.” bisik Donghae lirih, namun berhasil membuat Jihee tersipu malu.
“Terlalu bersemangat.” Jihee berusaha mengulum senyumnya.
“Nona Jihee.” mendengar ada yang memanggilnya, Jihee langsung menepis tangan Donghae, kemudian menoleh ke arah sumber suara.
“Pengurus Kim?” Jihee menyungingkan senyuman manisnya.
“Nona Jihee, ada sesuatu untuk anda.” pengurus Kim memberikan sebuah kotak pada Jihee.
“Apa ini?” tanya Jihee dengan wajah penasarannya.
“Silahkan dibuka, nona akan tahu nanti.”
Jihee melemparkan pandangan ke arah Donghae, dan hanya di tanggapai dengan anggukan kepala. Jihee mulai membuka kotak tersebut, mulutnya terbuka lebar saat mendapati sebuah gaun panjang tanpa lengan, berwarna hitam, dari bahan satin, kini telah berada di tangannya.
“Cantik…” puji Jihee.
“Itu hadiah dari tuan besar.”
“Ne?”
“Tuan besar Jung Yunho telah mempersiapkan sebuah makan malam untuk anda, malam ini.” jelas pengurus Kim dengan senyum tulusnya.
Jihee dan Donghae langsung membelalakkan mata lebar.
“Mwo?” pekik Jihee.


*** TBC ***

Hadeh… *Geleng2 pala bareng semua cast*
Terlalu banyak adegan yang memuakkan? Berapa orang yang kejang2(?) hari ini? #Plakkk…
*Ngerutin kening* Kok rasanya… hampir semua cast di BL punya aura mesum yo? Tidak… *Sembunyi di dada Hae(?)* Padahal aku pan masih polos… (_ _’) #Abaikan.
Oke, sepertinya banyak yang kurang ngeh ma BL part.8 kemarin, jadi gak enak bikin kerutan di kulit reader semakin bertambah wkakakaka… #Plakkk…
Ehmmm… sedikit konfirmasi…
Min Heera itu nama Jung halmoni sebelum nikah ma Jung Euichul *Penjelasan macam apa ini?* Well, namanya tetep Heera kok tp sekarang berubah marga aja jadi Jung Heera huehehehe…
Lee Hyukjae itu anak kandung dari Heera-Sungmin.
Yunho, Ryeowoon {jgn tanya kemana Ryeowoon, dari awal dia udah ku depak fufufu~} gak pernah tahu klo mereka bukan akan kandung Heera.
Lee Jihee anak dari pasangan Lee Hyukjae-Hwang Seulra {udah ganti marga ding jadi Lee Seulra} *Gak penting bgt!* Yang artinya… Jihee itu cucu kandung Jung halmoni. Alasan yang cukup logis kan buat nikahin Jihee ma Yunho? *Maksa bgt!* Huwakakaka~Buuuurrrrr…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar